Santri Madura Ikut Seleksi Beasiswa PBNU ke Maroko: Ingin Angkat Derajat Orang Tua
Kamis, 5 Oktober 2023 | 20:00 WIB
Abdul Hayyi saat mengikuti ujian muqabalah atau tes penerimaan seleksi beasiswa ke Maroko, di Gedung Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Jalan Kramat Raya 164 Jakarta, Kamis (5/10/2023). (Foto: NU Online/Suwitno)
Jakarta, NU Online
Abdul Hayyi adalah salah satu dari 35 santri yang mengikuti ujian muqabalah atau tes penerimaan seleksi beasiswa ke Maroko, di Gedung Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Jalan Kramat Raya 164 Jakarta, Kamis (5/10/2023).
Hayyi saat ini masih berstatus sebagai santri di Pesantren Annuqayah, Guluk-Guluk, Sumenep, Madura, Jawa Timur. Ia juga pernah menjadi santri di Pesantren Hamalatul Qur'an, Jogoroto, Jombang.
Santri Madura penghafal Qur'an ini mengaku bahwa mengikuti seleksi beasiswa ke Maroko melalui jalur PBNU itu bertujuan ingin mengangkat derajat orang tua.
Tujuan tersebut merupakan amanah dari seorang kiai yang pernah ia sowani. Semula, Hayyi berencana terbang ke Maroko hanya sebatas untuk melanjutkan kuliah.
"Kata kiai saya, tujuan kamu ke Maroko ini, niat membanggakan orang tua, niat mengangkat derajat orang tua. Sampai saat ini saya terapkan untuk menjadi tujuan utama saya, ikut program ini, membanggakan orang tua dan mengangkat nama orang tua," jelas Hayyi kepada NU Online.
Proses dari awal
Hayyi menceritakan perjalanannya mengikuti tiap tahap dalam proses beasiswa kuliah di Maroko itu. Ia awalnya lolos seleksi berkas. Lalu masuk ke dalam 100 besar.
"Kemudian dipilih lagi, dites oleh PBNU. Kemudian yang diambil 40 orang. Kemudian menjalani inkubasi selama 1 bulan (15 Juli - 15 Agustus 2023) di Pesantren Krapyak, Yogyakarta. Selama sebulan itu, kami belajar banyak ilmu dari PBNU. Kalau orang-orang NU itu alim-alim. Dari situlah banyak hikmah yang terjadi," katanya.
Setelah masa inkubasi di Krapyak itu selesai, Hayyi kembali pulang ke Madura. Ia menunggu kabar lanjutan mengenai ujian muqabalah yang baru hari ini bisa terlaksana di Gedung PBNU.
Selama masa menanti ujian muqabalah itu, ia fokus untuk giat belajar Al-Qur'an. Sebab penilaian soal hafalan Al-Qur'an dalam ujian muqabalah ini sangat dominan, selain ilmu-ilmu syariah lainnya.
Meski tegang, Hayyi akhirnya berhasil melewati ujian muqabalah. Ia mampu melafalkan ayat Al-Qur'an tanpa melihat teks. Kemudian ia juga diuji soal pengetahuan mengenai nahwu/sorof serta ilmu-ilmu syariah seperti rukun dan syarat-syarat shalat. Tak ketinggalan, kemampuan berbahasa pun menjadi salah satu yang diuji.
"Bahasa Inggris, saya jawab sebisa saya. Saya kan bisanya di Al-Qur'an, Inggris ya kurang. Tapi saya jawab karena belajar juga. Terus (bahasa) Prancis," katanya.
Hayyi mengatakan, ia sampai saat ini belum tahu akan menempuh studi di kampus mana. Tetapi saat ini, ia hanya berharap bisa dinyatakan lulus dari ujian muqabalah yang berlangsung hari ini, dan bisa berangkat ke Maroko.
"Nanti kita berangkat. Terus dikumpulkan dalam satu tempat, lalu dipetakan lagi. Tinggal nunggu tesnya. Insyaallah lulus," pungkas Hayyi.
Hal senada juga diungkapkan oleh tim seleksi beasiswa PBNU-Maroko, Muhammad Iqbal. Sebagai penyeleksi, ia menyerahkan sepenuhnya kepada pihak Kerajaan Maroko terkait jumlah kuota yang akan dinyatakan lulus dan bisa mengikuti kuliah di Negeri Maghribi itu.
"Ini karena menjadi salah satu proses yang awal, ujian di sini, maka kita serahkan ke pihak penguji, dari 35 itu yang layak berapa, kita menyerahkan, mungkin di angka 20 atau bisa lebih yang akan diterima," kata Iqbal kepada NU Online.