Nasional

Sarbumusi Desak Pengesahan RUU PRT yang Mangkrak di DPR Selama 2 Dekade

Jumat, 28 November 2025 | 12:45 WIB

Sarbumusi Desak Pengesahan RUU PRT yang Mangkrak di DPR Selama 2 Dekade

Presiden Konfederasi Sarbumusi Irham Ali Saifuddin. (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Konfederasi Sarbumusi mendesak pemerintah dan DPR untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) yang telah mangkrak selama dua dekade.


Desakan itu disampaikan Presiden Sarbumusi Irham Ali Saifuddin saat bertemu dengan Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Muhammad Qodari di Jakarta, Rabu (26/11/2025).


Irham menuturkan jumlah pekerja rumah tangga (PRT) di Indonesia sangat besar dan membutuhkan instrumen perlindungan yang kuat. Ia mendorong pemerintah mempercepat pengesahan RUU PRT serta meratifikasi Konvensi ILO Nomor 189 tentang pekerjaan yang layak bagi PRT.


"Segera sahkan Rancangan Undang-Undang Pelindungan Pekerja Rumah Tangga yang sudah mangkrak di DPR selama 20 tahun," katanya kepada NU Online, Kamis (27/11/2025).


Irham menjelaskan, berdasarkan estimasi Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), jumlah PRT di Indonesia mencapai 4 hingga 5 juta orang. Kondisi ini, menurutnya, menegaskan perlunya negara hadir memberikan perlindungan yang memadai.


"Kami juga memberikan masukan kepada Kepala Staf Kepresidenan tentang pentingnya pemerintah untuk memperkuat pelindungan bagi kawan-kawan pekerja rumah tangga," ujarnya.


Ia menambahkan bahwa proporsi PRT dalam konteks pekerja migran Indonesia (PMI) juga sangat besar. Merujuk data Bank Dunia, terdapat sekitar 10,5 juta PMI yang bekerja di luar negeri dan sekitar 80 persen di antaranya merupakan PRT.


"Tentu ini angka yang cukup besar sekali. Peran baik pemerintah untuk memperkuat instrumen pelindungan pekerja rumah tangga," katanya.


Selain isu perlindungan PRT, Irham juga meminta pemerintah mulai mengarahkan kebijakan ketenagakerjaan dengan menerapkan pendekatan sektoral.


Menurutnya, pendekatan ini perlu diterapkan dalam penyusunan kebijakan ketenagakerjaan, termasuk dalam RUU Ketenagakerjaan yang baru.


Ia menilai bahwa pendekatan sektoral, terutama dalam isu pengupahan, dapat mengurangi ketegangan tahunan yang biasa muncul dalam penetapan upah minimum.


"Kalau isu-isu pengupahan ini sudah sektoral, ini kita harapkan setiap tahun tidak akan banyak ribut terkait penetapan upah minimum tahunan. Dimana sudah belasan tahun negara ini setiap penetapan upah minum buruh itu selalu diwarnai dengan keributan," jelasnya.


Irham memandang pendekatan sektoral dapat membantu mengatasi kesenjangan antar sektor. Menurutnya, terdapat jarak yang cukup besar antara sektor mapan seperti manufaktur dan energi dengan sektor padat karya maupun sektor informal.


Dengan pendekatan sektoral, ia berharap produktivitas, kontribusi ekonomi, serta kesejahteraan pekerja di tiap sektor dapat meningkat secara seimbang.


"Kontribusi terhadap ekonomi itu bisa lebih dioptimalkan dan sejalan secara paralel buruh atau pekerja di masing-masing sektor itu juga bisa ditingkatkan kesejahteraannya sehingga ini nanti akan secara ekonomi akan menguntungkan negara tapi juga menetes sampai ke bawah, dirasakan langsung oleh masyarakat," jelasnya.


Pertemuan Sarbumusi dengan Kepala KSP itu turut dihadiri perwakilan dari federasi di bawah Sarbumusi, antara lain Rumah Berdaya Pengemudi Indonesia (RBPI), Serikat Pekerja Perikanan Indonesia (SPPI), Federasi Serikat Pekerja Pelabuhan dan Strategis Nasional (FSPPSN), serta Wakil Direktur LBH Sarbumusi Masykur Isnan.