Sarbumusi Sebut Kasus Pelecehan Buruh Cikarang Momentum Pemerintah Indonesia Ratifikasi Konvensi ILO 190
Ahad, 7 Mei 2023 | 18:00 WIB
Jakarta, NU Online
Presiden Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) Nahdlatul Ulama Irham Ali Saifuddin menyoroti kasus viral di salah satu pabrik di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat.
Kabar yang beredar di media sosial menyebut bahwa di pabrik tersebut ada syarat staycation dengan atasan bagi karyawati yang ingin memperpanjang kontrak kerja.
Irham menyebut bahwa kasus pelecehan buruh pabrik di Cikarang itu menjadi momentum bagi pemerintah Indonesia untuk meratifikasi Konvensi ILO (organisasi perburuhan dunia) Nomor 190 tentang Kekerasan dan Pelecehan.
Urgensi pemerintah untuk segera meratifikasi Konvensi ILO 190 itu didesak oleh Konfederasi Sarbumusi di tengah maraknya kasus pelecehan dan kekerasan di tempat kerja.
Pelecehan dan kekerasan di tempat kerja, kata Irham, seperti fenomena gunung es. Sebab beberapa waktu lalu, masyarakat dikagetkan dengan kasus pelecehan yang terjadi di instansi pemerintah, lalu di BUMN. Kemudian kini terjadi lagi di sektor privat.
Ia menegaskan, butuh upaya yang luar biasa secara komprehensif agar kasus kekerasan dan pelecehan di tempat kerja bisa ditekan seminimal mungkin. Salah satu upaya yang harus dilakukan adalah dengan mempersiapkan instrumen hukum yang cukup kuat.
"Meratifikasi Konvensi ILO 190 akan memberikan fondasi yang solid bagi Indonesia untuk membuat aturan dan panduan anti-pelecehan dan kekerasan di tempat kerja," tegas Irham kepada NU Online, Ahad (7/5/2023).
Irham menegaskan bahwa melalui Konvensi ILO Nomor 190, masyarakat internasional sudah menyediakan instrumen perlindungan bagi buruh di seluruh dunia agar terhindar dari pelecehan dan kekerasan di tempat kerja.
Lebih lanjut, Irham menjelaskan bahwa kasus yang dialami buruh Cikarang termasuk kasus pemerasan seksual, sebagaimana disebutkan di dalam Konvensi ILO 190.
"Kasus tersebut kalau dalam Konvensi 190 termasuk quid pro quo atau pemerasan seksual. Pelaku menggunakan pemanfaatan hak dan benefit buruh untuk mendapatkan permintaan seksual," jelas Irham.
Menurut Irham, para korban atau penyintas dari kasus pelecehan di tempat kerja ini tidak berani untuk mengungkapkan fakta. Sebab selain dirundung rasa malu dan hina, penyintas juga takut kehilangan pekerjaan atau risiko hukum lainnya.
"Sebagai negara dengan angkatan kerja 130 juta jiwa, sudah saatnya republik ini memberikan perlindungan terbaik bagi warga negaranya, lebih-lebih golongan rentan seperti buruh, melalui ratifikasi Konvensi ILO Nomor 190," pungkas Irham
Beberapa Isi Konvensi ILO 190
Konvensi ILO Nomor 190 melindungi semua individu di dunia kerja. Pada pasal 2 disebutkan bahwa konvensi ini dibangun berdasarkan pemahaman bahwa tidak boleh ada seorang pun yang menjadi korban kekerasan dan pelecehan di dunia kerja.
Konvensi ILO Nomor 190 ini melindungi pekerja dan orang lain di dunia kerja, termasuk pekerja sebagaimana didefinisikan oleh hukum dan praktik nasional, orang yang bekerja terlepas dari status perjanjian kerja mereka, orang dalam pelatihan, termasuk pekerja dari program pemagangan sekolah dan pemagangan kerja, pekerja yang pekerjaannya telah dihentikan, sukarelawan, pencari kerja dan pelamar pekerjaan serta individu yang menjalankan wewenang, tugas atau tanggung jawab dari pemberi kerja.
Sementara pada pasal 3 disebutkan, Konvensi ILO Nomor 190 melindungi terhadap segala bentuk kekerasan dan pelecehan di dunia kerja. Konvensi ini didasarkan pada konsep luas tentang dunia kerja yang mempertimbangkan fakta bahwa saat ini pekerjaan tidak selalu terjadi di tempat kerja fisik.
Sebagai contoh, konvensi ini juga mencakup kekerasan dan pelecehan yang terjadi selama perjalanan terkait pekerjaan, ketika bepergian dari dan ke tempat kerja, akomodasi yang disediakan oleh pengusaha atau melalui komunikasi yang terkait dengan pekerjaan, termasuk hal-hal yang dimungkinkan oleh teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Syakir NF