Nasional

Secercah Asa di Bukit Rajabasa

Selasa, 1 Januari 2019 | 02:00 WIB

Gelap mulai menyergap perbukitan Rajabasa, Lampung Selatan saat NU Online beserta Tim Kesehatan NU Peduli tsunami tiba, Senin (31/12). Bukit Rajabasa di Kecamatan Rajabasa Lampung Selatan menjadi saksi bisu dahsyatnya terjangan tsunami menghantam pesisir pantai daerah itu.

Penghujung tahun 2018 ini menjadi bagian kisah hidup memilukan puluhan kepala keluarga yang mengungsi ke bukit tersebut setelah rumah mereka luluh lantak terseret tsunami sepekan lalu.

Waktu menunjukkan jam 5 sore, saat tim memasuki lokasi pengungsian menyusuri jalan sempit dan terjal, ditumbuhi pohon dan rerumputan rimbun di kanan kirinya. Dua unit mobil yang membawa bantuan logistik dan obat-obatan sudah sangat ditunggu para pengungsi mulai bayi sampai para orang tua.

Tenda-tenda darurat yang mereka buat di tengah perkebunan bukit itu sudah sepekan ini menjadi andalan untuk berteduh dari panas dan rintik hujan atau sekedar untuk melepas lelah. Belum lagi mereka harus “bertarung” dengan nyamuk kebun ganas yang terus menggangu setiap saat, terlebih waktu malam tiba.

Beruntung masih ada sumber listrik penerangan berupa genset milik warga yang selamat dari gulungan ombak sehingga mereka bisa berbagi cahaya dengan yang lain ditengah minimnya penerangan.


“Gimana kondisinya, Bu? Ada keluhan apa?,” Tanya Pak Nur Tajudin Pensiunan Tenaga Kesehatan Puskesmas di Kecamatan Tanjung Bintang yang saat ini menjadi relawan NU Peduli sembari mengeluarkan peralatan medis dan obat-obatan yang dibawa oleh anggota Banser.

Beralaskan terpal pria paruh baya yang setiap hari pascatsunami berkeliling ke titik-titik lokasi pengungsian ini, memeriksa dan memberikan obat-obatan yang dibutuhkan pengungsi. Berita kehadiran tim medis pun segera tersebar ke beberapa pengungsi lainnya di lokasi itu. Tak lama, berdatangan lah pengungsi yang mengeluhkan kesehatan atau sekedar minta minyak kayu putih. Mereka pun langsung ditangani oleh tim medis.

“Pak, ada bayi yang sedang sakit di tenda sana,” kata seorang pengungsi sambil menunjuk tenda berwarna biru tak jauh dari tempat mereka berkumpul. Dengan sigap, salah satu tim medis langsung bergegas menghampiri tenda itu. Setelah memeriksa kondisi bayi, tim medis pun kembali memberikan obat-obatan untuk bayi yang suhu badannya naik itu.

Walaupun dengan peralatan minimal, namun tampak para warga merasa puas dan antusias. “Alhamdulillah, bisa langsung dapet obat. Biasanya kita cuma cek dulu. Habis itu kami ambil obatnya sendiri di Posko Kantor Kecamatan,” kata seorang ibu seraya mengucapkan terima kasih kepada Tim Medis NU Peduli.

“Itu ada nasi bungkus, Bu,” kata Ketua PCNU Lampung Selatan H Mahfudz Attijani menunjuk beberapa bungkus nasi yang sudah disiapkan. Dengan sigap salah seorang anggota Banser langsung mengambil 1 kardus nasi bungkus di bagasi mobil. Senyum pun terlihat dari raut muka Bahrudin, koordinator pengungsi yang ada di titik lokasi tersebut.


Ada empat tenda yang Bahrudin buat bersama tim peduli di titik perbukitan itu. Tenda-tenda ini menampung beberapa kepala keluarga sebelum mereka pindah ke hunian sementara (Huntara) yang sudah disiapkan lahannya oleh NU Peduli. Beberapa meter ke atas bukit itu, masih ada 6 tenda pengungsi lainnya yang juga akan tinggal di huntara itu nantinya.

“Kami dengar NU Peduli mau buat rumah sementara buat kami. Jadi kami cepet-cepet kesini. Biar dekat dan cepet dapet tempat tinggal sementara,” ungkap Bahrudin seraya mengisahkan kondisi rumahnya yang disapu tsunami tiga kali hantaman dan luluh lantak tak dapat dihuni lagi.

Lokasi Huntara yang berada di sebidang tanah perbukitan Rajabasa tampak sudah siap. Begitu ada penduduk sekitar yang siap menyediakan lokasi, para relawan dan Banser langsung terjun membersihkan lokasi itu.

“Sampai saat ini sudah ada sekitar 20 kepala keluarga yang sudah mendaftarkan diri tinggal di sini. Kita akan buat satu cluster dengan beberapa fasilitas seperti huntara layak huni keluarga, mushala, MCK dan dapur umum,” kata H Mahfud. Untuk membantu rehabilitasi mental dan memberikan panduan beribadah, Huntara tersebut juga akan didampingi oleh seorang ustadz.


Kampung NU, demikian huntara ini bakal dinamai nantinya. Tempat yang menjadi asa para korban terdampak tsunami untuk kembali menata masa depan dan menumbuhkan optimisme hidup bersama NU Peduli.

Sekitar 1 jam NU Online dan NU Peduli berada di lokasi pengungsian. Saatnya meneruskan misi kemanusiaan ke titik lain. Tampak raut muka pengungsi tak rela berpisah dengan NU Peduli. Bantuan kemanusiaan yang benar-benar datang dari hati sanubari para relawan, mengikat cinta dan asa pengungsi.

“Kami bersama kalian”. Inilah ungkap kata hati para relawan yang terasa dari komitmen selama ini membantu para pengungsi. Jawaban dari kesedihan para pengungsi di senja itu.

Matahari pun beristirahat di ufuk barat pantai Rajabasa. Sinarnya menguning dan perlahan hilang tertelan ombak laut yang masih cukup besar terseret angin. Pengungsi pun kembali ke tenda melepas lelah dengan beban hidup yang mereka hadapi. Menunggu kembali matahari cerah bersinar esok, secerah harapan yang sedang mereka perjuangkan. (Muhammad Faizin)


Terkait