Ia mencontohkan, Korea Selatan bisa menurunkan kasus Covid-19 karena mereka terus berupaya melakukan diagnosa dan mendeteksi kasus dengan pemeriksaan yang masif.
“Sampai 250.000 orang diperiksa di Korea. Itu bisa dilakukan karena mereka mempunyai instrumen berupa Rapid Test yang bisa memeriksa orang dalam waktu 10 menit. Setelah positif, lalu mereka diperiksa di laboratorium,” jelas Syahrizal Syarif, Kamis (19/3) di Jakarta.
Ketua PBNU Bidang Kesehatan ini menerangkan, virus corona merupakan jenis penyakit yang menular melalui orang yang sakit. Jadi, kata dia, kalau pemerintah secepatnya menemukan atau mendeteksi orang yang sakit, itu artinya pemerintah sudah melakukan langkah pencegahan penyebaran virus secara luas.
“Jadi nomor satu ialah, secepat mungkin menemukan orang yang sakit. Kedua menyiapkan fasilitas kesehatan serta memisahkan berbagai jenis pasien. Jangan dicampur-campur,” tegasnya.
Jika masyarakat juga menyambut dan melaksanakan langkah-langkah medis yang telah ditetapkan, dirinya meyakini Indonesia akan melewati pandemi ini dengan cepat tanpa harus menunggu tenggat darurat nasional yang ditetapkan pemerintah pada 29 Mei 2020.
Menurutnya, pemerintah harus menelusuri orang-orang yang mempunyai riwayat kontak dengan kasus terkonfirmasi positif Covid-19. Pemerintah sudah melakukannya kepada menteri-menteri, termasuk Presiden dan Wapres sejak Menhub Budi Karya Sumadi ditetapkan positif corona.
“Kenapa menteri-menteri dilakukan tes, tetapi kepada masyarakat dan wartawan yang mempunyai kontak tidak dilakukan tes?” ucapnya.
Bagi masyarakat, Syahrizal mengajak untuk bersama-sama memahami kenapa harus melaksanakan kebijakan menjaga jarak.
“Kalau bisa di rumah ya di rumah, kalau terpaksa pergi, jangan lupa menggunakan masker, sedia hand sanitizer terutama kalau kita menggunakan transportasi publik,” terangnya.
Pemerintah mengumumkan tambahan pasien positif virus corona Covid-19 pada Kamis (19/3) kemarin. Jumlah kasus baru yang dilaporkan naik 82 orang, sehingga total 309 orang terinfeksi virus ini. Kemungkinan angka tersebut akan terus berubah.
Pemerintah merinci, kasus paling besar terjadi di DKI Jakarta yakni 210 orang. Berikutnya adalah Banten (27), Jawa Barat (26), Jawa Tengah (12), Jawa Timur (9), Yogyakarta (5), Kalimantan Timur (3), Sulawesi Tenggara (3), Kepulauan riau (3), Sulawesi Selatan (2), Riau (2), Sumatera Utara (2), Kalimantan barat (2), Sulawesi utara (1), dan Lampung (1), dan Bali (1).
Dari total 309 pasein, ada 25 dinyatakan meninggal dunia dan sembuh sebanyak 15 orang. Pasien yang meninggal terbanyak berada di Ibu Kota yakni 17 orang. Yurianto mengatakan rentang usia pasien meninggal berada di usia 45 hingga 65 tahun.
Pewarta: Fathoni Ahmad