Jakarta, NU Online
Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), H Ahmad Helmy Faishal Zaini menjelaskan bahwa saat ini umat Islam sedang menghadapi tiga tantangan besar. Menurutnya apabila umat Islam berhasil melampauinya maka tantangan ini akan menjadi berkah.
"Orang-orang cerdas bisa membuat satu transformasi masalah yang dihadapi akan menjadi satu maslahah," ujarnya saat menghadiri acara Dialog Antar Umat Beragama PBNU-HKBP Jumat, (28/5) di Gedung Sopo Marpikir HKBP Pulogebang, Jakarta Timur.
Tantangan yang pertama adalah menghadapi kerasnya paham-paham radikalisme dan terorisme. Menurutnya, di sebagian kalangan ada yang memaknai jihad adalah dengan angkat senjata. Padahal, kata Gus Helmy, arti jihad yang sesungguhnya adalah ketika seorang tukang becak berjuang untuk menafkahi anak istrinya, bekerja dari mulai pagi hingga sore.
"Ketika seorang guru mengajar anak didiknya di sekolah dari mulai pagi hingga sore. Ketika para sopir, buruh-buruh di pabrik petani mereka berjuang menafkahi anak istrinya. Itulah yang disebut sejatinya orang-orang yang berjihad," tuturnya.
Oleh karena itu NU senantiasa terdepan untuk mengembangkan Islam yang ramah bukan yang marah. NU selalu menjadi pionir terdepan untuk mengajarkan dakwah Islam yang merangkul bukan memukul serta menjalankan tiga ukhuwah, yakni ukhuwah islamiyah, ukhuwah wathaniyah, dan ukhuwah insaniyah.
"Kalau sudah agamanya beda kita masih dipertalikan dengan tali persaudaraan kebangsaan (wathaniyah). Nah terus kalau sudah bangsanya sama tapi negara kita berbeda maka berlakulah apa yang namanya ukhuwah insaniyah persaudaraan kemanusiaan," ujarnya.
Pihaknya berharap jalinan kasih antara PBNU dan HKBP bisa membuktikan bahwa di mana ada gereja dan masjid di situ ada kemakmuran dan kesejahteraan. Jangan sampai masjid dan gereja marak tapi di sekitarnya masyarakat miskin banyak yang kesusahan.
Dalam menghadapi tantangan pertama ini, Gus Helmy mengajak semua pihak untuk bersama-sama memberikan edukasi ke masyarakat dengan upaya-upaya kreatif.
Tantangan yang kedua adalah Covid-19. Semua pihak mengalami kesulitan yang luar biasa, banyak saudara yang kena PHK, dirumahkan tapi tidak dibayar, dan warung-warung tutup.
Era Covid ini adalah era di mana Tuhan menunjukkan bahwa ternyata kekuasaan manusia tidak ada apa-apanya. Ini menunjukkan bahwa manusia ini sebenarnya hina dan kecil sekali di mata sang pencipta. Apa hikmah yang bisa kita ambil dari Covid ini? Ia mengatakan bahwa jika kita masih diberi rezeki yang melimpah, saatnya kita lebih banyak membantu sesama kita.
"Itulah yang saya katakan bahwa tugas agama adalah membebaskan umatnya dari kemiskinan dan kelaparan. Covid ini merupakan momentum kita semua bersatu untuk melakukan yang terbaik bagi masyarakat di mana pun berada," kata Helmy Faishal.
Tantangan yang ketiga adalah dalam rangka menghadapi era revolusi 4.0, era yang serba digital. Sekjen Helmy menjelaskan bahwa menurutnya, era digital ini bersifat imperative, memaksa semua pihak untuk mau mengambil peran, menjadi bagian penting dari transformasi fase serba fisik menuju ruang yang serba siber.
"Kebetulan NU ini, mengembangkan dakwah yang ramah kita punya perwakilan di 30 negara. Dan, warga NU ini ada lebih dari sekitar 100 juta warga NU. Di era baru ini juga kita tergagap, ekonomi kita berpindah dari konvensional ke digital. Pendidikan kita juga sekarang bergerak, pendidikan jarak jauh. Bahkan dalam bidang keagamaan dakwah kita ini juga kenal dalam jarak jauh, dakwah virtual," ujarnya.
PBNU dan HKBP tidak boleh berpangku tangan, harus bisa bekerja sama membangun sosial media bagi masyarakat baik bagi jemaat maupun santri, untuk menghadirkan narasi dakwah yang menyejukkan, mendamaikan dan merukunkan.
"Maka, kita harus terus menerus secara intensif mengembangkan dialog religius seperti ini, mungkin nanti bukan hanya di Jakarta, tapi forum intern juga dikembangkan tempat-tempat lain," harapnya.
Kerja sama antara HKBP dan PBNU, nantinya juga akan ada dari Hindu, Budha, Katolik, dan Konghuchu. Semua elemen memberikan uswatun hasanah atau teladan bagi masyarakat. Bahwa para kiai, biksu, pastur, semua pemimpin agama ternyata meskipun agama berbeda, tapi rukun dan damai.
Ia berharap, lingkaran-lingkaran kebersamaan yang dimulai dari kecil ini, bisa menjadi sebuah lingkaran kebaikan yang besar.
"Inilah tugas NU dan HKBP ke depan. Saya kira kalau kita sudah memiliki kesepahaman yang sama, maka kita akan menghadapi perbedaan dan kita akan menyelesaikan perbedaan ini, bukan berakhir dengan permusuhan tapi dengan riang gembira," pungkasnya.
Kontributor: Abdullah Faqih
Editor: Kendi Setiawan