Jakarta, NU Online
Dalam membaca kitab kuning, penguasaan Nahwu Shorof bukan menjadi satu-satu hal yang harus dikuasai. Ada keterampilan-keterampilan lain yang harus dikuasai untuk memahami kitab kuning secara menyeluruh.
Demikian disampaikan Muchson Nawawi ketika menjadi pembicara dalam acara Pra Seminar Hasil Penelitian Pengajian Kitab Kuning di Pesantren Penyelenggara Pendidikan di Hotel Takes Mansion Jakarta, Senin (18/12).
Muchson menyebutkan, setidaknya ada empat keterampilan yang harus dikuasi untuk bisa membaca dan memahami kitab kuning.
“Pertama, keterampilan mekanis. Contoh membaca Al Qur’an. Saat orang membaca Al Quran tidak harus tahu artinya,” katanya.
Kedua, keterampilan kognitif. Keterampilan kedua ini berhubungan dengan pengetahuan seseorang akan bahasa, kosakata, dan makna-makna harfiah dari sebuah kata. Untuk memahami sebuah teks, tentu seseorang harus menguasai setiap kosakata yang ada dalam teks tersebut.
Ketiga, keterampilan konstruktif. Keterampilan ketiga ini sangat bergantung dengan wawasan, pengalaman, dan paradigma daripada pembaca teks itu sendiri. Dalam hal ini, pembaca kitab kuning akan membaca dan menyusun pemahamannya terhadap sebuah teks atau kitab kuning berdasarkan dengan pengalamannya.
“Para kiai gampang memahami kitab kuning karena kiai memiliki kedewasaan berpikir dan pengalaman, bukan karena dia menguasai Nahwu Sorof saja, tetapi ada faktor lainnya,” jelasnya.
Keempat, kemampuan stratejik. Dalam membaca sebuah teks atau kitab kuning, seseorang juga seharusnya memiliki kemampuan stratejik sehingga mudah dalam memahaminya. Misalnya strategi membaca kitab ilmiah tentu berbeda dengan membaca novel dalam bahasa Arab.
“Beda bacaan, beda strategi bacanya,” ucapnya.
“Nahwu Shorof penting untuk membaca kitab kuning, tetapi ada faktor lain yang juga penting,” lanjutnya. (Muchlishon Rochmat)