Senator Indonesia Tanggapi Sikap Qatar yang Timbulkan Kontroversi di Piala Dunia 2022
Jumat, 25 November 2022 | 09:45 WIB
Senator Indonesia, H Hilmy Muhammad mendukung sikap Qatar yang tetap menjaga kedaulatan hukum di negaranya sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022. (Foto: istimewa)
Jakarta, NU Online
Sejak awal kick off, gelaran Piala Dunia 2022 di Qatar menuai beberapa kontroversi. Di antaranya adalah larangan kampanye tentang lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Tuan rumah piala dunia Qatar telah melarang penggunaan simbol LGBT, termasuk ban bercorak pelangi OneLove.
Hal ini mendapatkan kecamanan dari berbagai negara, utamanya dari belahan Eropa. Mereka menganggap tuan rumah Piala Dunia tidak siap sebagai penyelenggara sepak bola global dan menuduh tak punya rasa toleransi.
Menanggapi kontroversi itu, Senator Indonesia, H Hilmy Muhammad mendukung sikap Qatar yang tetap menjaga kedaulatan hukum di negaranya. Ia menilai bahwa setiap orang yang datang ke suatu negara, sudah semestinya menghormati hukum di negara tersebut. Terlebih peserta Piala Dunia adalah delegasi resmi dari setiap negara yang hadir.
"Sikap Qatar sangat tegas dan harus didukung. Tidak ada kehormatan bagi suatu negara kecuali mempertahankan kedaulatannya, termasuk dalam wilayah hukum," kata Gus Hilmy, sapaan akrabnya, melalui pernyataan tertulis yang diterima NU Online, Kamis (24/11/2022).
Ia menegaskan sikap Qatar tersebut tidak boleh diintervens. "Kalau hukum di sana melarang LBGT, siapa pun yang datang sebagai tamu harus mau menghormatinya. Terlebih sebagai delegasi resmi negara, peserta Piala Dunia semestinya menghormati hukum yang berlaku di Qatar," ujar Gus Hilmy.
Lebih lanjut, Gus Hilmy mengatakan bahwa sikap menyerang Qatar dengan mengatakan intoleran perlu disayangkan. Menurutnya, intoleran diterapkan pada konteks ideologi, bukan pada hukum suatu negara.
"Hukum itu kan pedoman, yang melanggar akan dihukum. Berbeda dengan ideologi atau pemikiran, yang bisa saja setiap orang berbeda-beda, meskipun masih dalam satu wilayah hukum," kata Gus Hilmy.
Menurutnya tidak mau menerima atau menghormati pendapat orang lain bisa disebut intoleran. Namun ketika ideologi itu telah dijadikan hukum, semua orang dalam satu wilayah hukum atau negara itu harus patuh, termasuk pendatang atau tamu.
"Justru yang tidak menghormati hukum suatu negara itulah yang intoleran," jelas pria yang juga anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI.
Gus Hilmy mencontohkan kasus WNA yang dihukum karena terlibat dalam pengedaran ganja. Di negara asal WNA tersebut, ganja memang sudah dilegalkan, tetapi ketika masuk ke Indonesia, maka ia berhadap dengan hukum kita.
Terkait kesiapan penyelenggaraan piala dunia, Katib Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tersebut menilai tidak ada masalah. Semua kebutuhan dan fasilitas telah disiapkan dengan baik.
"Berbagai fasilitas telah disiapkan untuk menjamu dan memfasilitasi peserta turnamen maupun suporternya. Tetapi kalau maksudnya adalah kembali pada kampanye LGBT, saya kira itu bagian dari sikap kolonialisme. Merasa superior dan lebih berperadaban dengan melegalkan LGBT, sementara yang menolak dianggap tidak beradab. Persis sikap penjajah," ujar Gus Hilmy.
Editor: Kendi Setiawan