Setiap Wilayah Miliki Strategi Unik untuk Kembangkan Dakwah Islam
Selasa, 25 Agustus 2020 | 08:30 WIB
Jakarta, NU Online
Setiap wilayah memiliki strateginya sendiri untuk mengembangkan dakwah Islam. Misalnya, di wilayah Jawa ada Walisongo yang memiliki cara masing-masing untuk berdakwah sesuai kebudayaan setempat.
Hal tersebut dikatakan Kepala Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan (BALK) Balitbang Diklat Kemenag, Muhammad Adlin Sila, saat didaulat menyampaikan Pidato Kebudayaan bertajuk ‘Dinamika Syariah di Indonesia’. Acara ini diinisiasi Pusat Studi Pesantren (PSP), Senin (24/8).
“Misalnya saja, salah satu wali yakni Sunan Kalijaga. Berdasarkan cerita lokal, Sunan Kalijaga menggunakan wayang kulit untuk dakwah Islam di tanah Jawa. Wayang kulit yang terkenal dengan kisah Mahabarata diganti dengan karakter yg lebih membawa nilai-nilai Islam," ujar Adlin mengawali pidato.
Menurut Adlin, sapaan akrabnya, para santri alumni pesantren yang kemudian tergabung dalam dua ormas terbesar di Indonesia, NU dan Muhammadiyah, memiliki peran yang sangat besar dalam proses kemerdekaan.
"Mereka mengambil peran penting sebagai guru bangsa dalam percaturan politik menjelang kemerdekaan. Keduanya merupakan ormas besar yang berdiri lebih dulu sebelum kemerdekaan," tandas pria asal Sulawesi Selatan ini.
Profesor riset di bidang kehidupan keagamaan Balitbang Diklat Kemenag ini juga menegaskan bahwa kesepakatan mengenai Pancasila tidak dicapai dengan mudah. Ia melewati berbagai perdebatan, sikap yang keras, juga negosiasi yang alot.
“Maka, wajar sekali jika ada kelompok keras yang mengedepankan agama dan juga ada kelompok yang mementingkan seluruh aspek kehidupan beragama atau nasionalis," tambahnya.
Oleh karena itu, lanjut dia, kelompok agamis dan nasionalis tersebut sampai saat ini tidak akan pernah statis dan selalu dinamis. "Untuk itu, kami menggarisbawahi pentingnya peran Kemenag melalui kebijakan moderasi beragama dan menjadi program prioritas nasional," tegasnya.
Menurut doktor jebolan Australian National University (ANU) Australia ini, pelaksanaan syariat Islam harusnya lebih kultural atau lebih grounded berdasarkan aspirasi masyarakat setempat.
“Sebab, jika pelaksanaan syariat dari atas, hanya akan mengedepankan sisi-sisi formalitas dan berujung pada hukum, pidana, sanksi dan eksekusi. Kemudian melenceng jauh dari konsep syariat yang sesungguhnya,” kata Adlin.
Saat membuka forum tersebut, Direktur PSP Achmad Ubaidillah al-Bantany mengatakan, pidato kebudayaan bertajuk Dinamika Pelaksanaan Syariah di Indonesia ini merupakan pidato kebudayaan kedua yang dilaksanakan oleh PSP.
“Kami memandang bahwa Kepala Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Kemenag RI, Prof Muhammad Adlin Sila PhD, merupakan cendikiawan muslim Indonesia yang relatif muda untuk mendapatkan kehormatan di bidang riset. Oleh karena itu, kami mengundang beliau untuk tampil di forum ini,” ujarnya.
Menurut Ubaid, setidaknya di dua dekade belakangan, isu dan perbincangan syariah di Indonesia menguat. Bahkan, menjadi diskursus tertentu. “Hingga pada level tertentu isu ini menghadirkan sebuah polemik,” pungkasnya.
Kontributor: Nila Zuhriah
Editor: Musthofa Asrori