STQH 2025 Jadi Implementasi Konsep Ekoteologis dan Kurikulum Cinta
Selasa, 7 Oktober 2025 | 17:00 WIB
Dirjen Bimas Islam Abu Rokhmad bersama Stafsus Menteri Agama Ismail Cawidu, Plt Direktur Penerangan Agama Islam Ahmad Zayadi, dan Kakanwil Kemenag Sultra Muhamad Saleh saat menerangkan logo STQH Ke-28 dalam konferensi pers di Kantor Kemenag RI, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, pada Selasa (7/10/2025). (Foto: NU Online/Haekal Attar).
Jakarta, NU Online
Seleksi Tilawatil Qur'an dan Musabaqah Al-Hadits (STQH) Nasional Ke-28 Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, pada 9-19 Oktober 2025, tidak hanya menjadi ajang perlombaan keagamaan, tetapi juga menjadi sarana implementasi nyata dari konsep ekoteologi dan kurikulum cinta dalam kehidupan sehari-hari.
“Kalau melihat tema dan kegiatan hari ini itu kan juga bagaimana STQH ini menjadi instrumen agar kajian-kajian tentang ekoteologi, tentang kurikulum cinta itu tidak hanya di dalam benak wacana kita. Tetapi itu bisa diimplementasikan dan bisa kita lihat di dalam keseharian kita,” ujar Plt Direktur Penerangan Agama Islam Ahmad Zayadi usai konferensi pers di Kantor Kemenag RI, Jalan MH Thamrin, Jakarta, pada Selasa (7/10/2025).
Menurutnya, STQH 2025 dapat menjadi instrumen strategis untuk menerjemahkan Asta Protas (8 Program Prioritas) Kementerian Agama ke dalam praktik yang lebih menyentuh kehidupan masyarakat secara langsung.
Sementara itu, Dirjen Bimas Islam Kemenag, Abu Rokhmad menggarisbawahi bahwa konsep ekoteologi dalam STQH 2025 tidak sekadar menjadi simbol, tetapi diimplementasikan secara konkret di lapangan. Salah satunya melalui pengelolaan sampah yang ketat selama penyelenggaraan acara.
“Implementasi ekoteologi di STQH pertama soal sampah, jadi sampah akan dikelola sedemikian rupa sehingga tidak boleh buang sampah sembarangan. Saya kira itu pasti (soal) kebersihannya dijaga,” tegasnya.
Ia juga menekankan pentingnya efisiensi dalam penggunaan air, mengingat jumlah peserta dan panitia yang hadir mencapai lebih dari 3.000 orang.
“Saya kira terkait misalnya pemanfaatan air itu juga diusahakan betul-betul efisien sehingga tidak terlalu boros karena memang ada lebih dari 3.000 orang yang berada di sana," katanya.
Selain aspek lingkungan, Abu Rokhmad menyebut bahwa tema ekoteologi juga tercermin dalam materi perlombaan, saat mengangkat ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits yang berkaitan langsung dengan isu-isu lingkungan.
“Karena ini memang tema biasanya ada. Tema-tema khusus di dalam ayat Al-Qur’an dan hadits yang masuk dalam konteks lingkungan ekoteologi," katanya.
Ia berharap, penyusunan tema dan konten dapat menjadi kampanye keagamaan yang memperkuat kesadaran ekologis di tengah masyarakat.
“Pasti jadi kampanye tersendiri karena itu menjadi bagian kunci mengapa kita mengambil tema itu. Berarti ada amplifikasi di dalam Al-Qur’an dan hadits," terangnya.