Strategi LAZISNU Hadapi Potensi Tinggi ZIS Muslim Perkotaan
Rabu, 12 April 2023 | 11:00 WIB
Pengurus NU Care-LAZISNU Anjani Amitya Kirana saat mengisi Talkshow Talkshow Ramadhan: Menggali Potensi Zakat di Kalangan Menengah Muslim Indonesia tayang Selasa (11//2023). (Foto: Tangkapan layar Youtube Online)
Jakarta, NU Online
Data Kementerian Agama (Kemenag) RI pada tahun 2021 menyebutkan bahwa potensi zakat di Indonesia mencapai 230 triliun. Hal ini didasarkan pada jumlah penduduk Muslim Indonesia yang menembus angka 86,7 persen dari total jumlah penduduk Indonesia. Warga Muslim Indonesia, sebesar 57,9 persen adalah Muslim perkotaan dan 42,1 Muslim di perdesaan.
Namun, nilai total zakat yang tercatat pada Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) RI baru pada kisaran Rp12,1 triliun. Sedangkan jumlah Nahdliyin dari Sabang sampai Merauke yakni 52,9 persen. Selain itu, dengan melihat persentase Muslim perkotaan dan Muslim perdesaan yang telah disebutkan maka potensi zakat di perkotaan cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan potensi zakat yang ada di perdesaan.
Pengurus NU Care-Lembaga Amil Zakat Infak Sedekah Nahdlatul Ulama (LAZISNU) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Anjani Amitya Kirana mengatakan, berdasarkan data potensi zakat Indonesia, kemudian mengaitkannya dengan jumlah warga NU, dapat disampaikan bahwa potensi penghimpunan zakat di lingkungan warga NU sendiri yaitu sekitar Rp136,16 triliun. Jumlah ini, katanya, termasuk tinggi sehingga dapat dimaksimalkan oleh NU Care-LAZISNU dalam konteks penghimpunan zakat.
"Ini sebenarnya yang bisa disasar. Kalau dihitung 57,9 persen di kota (Muslim perkotaan), dan 42,1 persen Muslim yang tinggal di desa," kata Anjani saat mengisi Talkshow Ramadhan: Menggali Potensi Zakat di Kalangan Menengah Muslim Indonesia, di Youtube Online tayang Selasa (11//2023).
Perempuan yang juga Konsultan Bank Dunia ini menambahkan, data-data yang telah diuraikan melecut pihaknya untuk terus menyiapkan strategi khusus sehingga penghimpunan zakat berjalan dengan baik. Strategi tersebut dilakukan dengan melihat angka potensi zakat dan persentase populasi penduduk kota dan desa.
Begitu juga dengan usia masyarakat yang juga harus diperhatikan. Rata-rata usia potensi zakat yaitu angkatan kerja produktif antara 15-55 tahun. Terakhir yaitu melihat karakteristik masyarakat Muslim perkotaan dan perdesaan.
"Misalnya karakteristik perkotaan, mungkin yang sudah masuk generasi z atau milenial, tipe modern. Dia nggak mau ribet, pengennya simpel. Ada juga yang lebih senior, dia selalu pengen dilayani. Nah, di sini masih ada penetrasi tertentu. Dan hal-hal ini yang membuat LAZISNu membuat strategi khusus," ujarnya.
Dalam konteks penghimpunan zakat, NU Care-LAZISNU, lanjut Anjani, memiliki dua tipe yaitu tipe yaitu penghimpunan secara korporasi dan penghimpunan secara ritel. Secara korporasi, dilakukan LAZISNU dengan menggaet perusahaan-perusahaan yang ada di perkotaan. Sedangkan secara ritel dilakukannya dengan menggaet komunitas masyarakat perdesaan.
"Mungkin beberapa korporasi punya interest-interest tertentu misalnya ke Yayasan Yatim Piatu dan ke gharimin. Kita bisa membuat penetrasi program dengan berkolaborasi. Dan saat kita kolaborasi itu lah kita punya pipa distribusinya," tuturnya.
Kontributor: Abdul Rahman Ahdori
Editor: Kendi Setiawan