Sudah 77 Tahun Merdeka, Apa Kabar Pengentasan Kemiskinan?
Sabtu, 13 Agustus 2022 | 19:00 WIB
Bangsa Indonesia telah mencapai kemerdekaan selama 77 tahun. Namun, masalah kemiskinan belum juga terentaskan.
Jakarta, NU Online
Bangsa Indonesia telah mencapai kemerdekaan selama 77 tahun, terhitung sejak Proklamasi 17 Agustus 1945. Namun, masalah kemiskinan belum juga terentaskan. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2022 mencapai 26,16 juta orang.
Menyikapi problem kemiskinan tersebut, Ekonom dari Institut Pertanian Bogor (IPB) University, Jaenal Effendi mengatakan bahwa kebijakan pemerintah harus tepat sasaran. Ia pun menilai, selama ini tidak sedikit program penurunan kemiskinan yang tidak berkelanjutan.
“Seluruh kebijakan yang dilakukan pemerintah ini perlu dipastikan efektif dan efisien serta harus tepat sasaran. Banyak upaya dan program pemerintah dalam penurunan kemiskinan yang selalu tidak berkesinambungan,” tutur Jaenal kepada NU Online, Sabtu (13/8/2022).
Ia lantas menyebutkan beberapa langkah strategis untuk mengentaskan kemiskinan di Indonesia yang mesti diambil pemerintah dan harus berjalan secara efektif, efisien, serta menyasar pada masyarakat yang berhak menerima.
Di antara langkah-langkah strategis itu di antaranya adalah program keluarga harapan, program kartu sembako atau BNPT, penerima bantuan iuran (PBI), program Indonesia pintar, bantuan sosial tunai, serta bansos sembako dan tunai Jabodetabek.
“Sejauh ini pelaksanaan di lapangan sangat perlu dipastikan akan efektif, efisien dan tepat sasaran,” ungkap Jaenal.
Selain itu, program penambahan pendapatan yang dilakukan pemerintah pun masih belum cukup efektif dan menyasar pada komunitas masyarakat yang membutuhkan. Di antara program itu adalah peningkatan akses permodalan, penigkatan aset produksi seperti lahan, pengembangan keterampilan dan layanan usaha, pengembangan kewirausahaan, kemitraan dan keperantaraan, dan pemberian kredit usaha kecil.
“Data statistik program sebagai dasar pelaksaan kebijakan harus dipastikan validitasnya sehingga program bisa tepat sasaran,” ungkap pria yang pernah menjabat Ketua Lembaga Perekonomian PBNU ini.
Di sisi lain, tegasnya, program pemerintah yang berbasis pada sektor unggulan karena sumber daya alam yang melimpah harus menjadi prioritas dengan peta jalan program yang terarah dan terukur.
“Berbagai program penurunan kemisiknan pemerintah harus menyasar pada kebijakan yang pro poor (pengalokasian dana untuk keluarga dan masyarakat miskin), pro-growth (kebijakan yang memihak pada pertumbuhan ekonomi), dan pro job (menciptakan lapangan pekerjaan),” tegas Jaenal.
Penyebab kemiskinan
Meski begitu, ia menuturkan bahwa kemiskinan merupakan fenomena yang memang terjadi di hampir seluruh negara berkembang. Menurut Jaenal, kemiskinan muncul karena ketidakmampuan sebagian masyarakat untuk menyelenggarakan hidup hingga taraf yang dianggap manusiawi.
Kondisi itu menyebabkan kualitas sumber daya manusia menurun, sehingga produktivitas dan pendapatan yang diperoleh juga rendah. Lingkaran kemiskinan terus terjadi karena penghasilan rendah tidak mampu mengakses sarana pendidikan, kesehatan, dan nutrisi secara baik.
“Itu menyebabkan kualitas sumber daya manusia dari aspek intelektual dan fisik rendah, berakibat produktivitas juga rendah,” kata Jaenal.
Sementara kemiskinan yang melanda masyarakat Indonesia terjadi sebagai akibat dari kompleksitas yang berkaitan dengan hal-hal lain seperti daya dukung lingkungan, lemahnya pemberdayaan manusia, dan lemahnya pemanfaatan peluang untuk meningkatkan kinerja kehidupan.
Di sisi lain, krisis ekonomi yang terjadi sebagai akibat pandemi Covid-19 telah memberikan pengaruh terhadap kondisi pasar tenaga kerja di Indonesia. Sejumlah tenaga kerja telah dirumahkan, termasuk pengurangan jam kerja karena krisis telah menimbulkan gangguan dalam operasional dunia usaha.
Selain itu, Jaenal mengatakan bahwa banyak pekerja di sektor informal kehilangan pekerjaan. Mobilitas tenaga kerja juga menjadi terbatas karena ada penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan PPKM. Keduanya itu menurunkan produktivitas tenaga kerja. Inilah yang menurut Jaenal membuat angka kemiskinan di Indonesia mengalami peningkatan.
“Oleh karena itu, diperlukan solusi dan langka strategis yang membumi dan tidak mengawang-awang untuk mengurangi angka kemiskinan di Indonesia dengan penanganan pandemi yang baik dan berjalannya pemulihan ekonomi nasional dari pemerintah,” pungkasnya.
Data penduduk miskin
Berdasarkan data BPS, persentase penduduk miskin pada Maret 2022 sebesar 9,54 persen. Angka ini mengalami penurunan sebanyak 0,17 persen poin terhadap September 2021 dan menurun 0,60 persen poin terhadap Maret 2021.
Selanjutnya, BPS mencatat jumlah penduduk miskin pada Maret 2022 sebesar 26,16 juta orang. Angka tersebut menurun 0,34 juta orang terhadap September 2021 dan menurun 1,38 juta orang terhadap Maret 2021.
Sementara persentase penduduk miskin perkotaan pada September 2021 sebesar 7,60 persen, turun menjadi 7,50 persen pada Maret 2022. Kemudian persentase penduduk miskin perdesaan pada September 2021 sebesar 12,53 persen, turun menjadi 12,29 persen pada Maret 2022.
Dibanding September 2021, jumlah penduduk miskin Maret 2022 perkotaan turun sebanyak 0,04 juta orang (dari 11,86 juta orang pada September 2021 menjadi 11,82 juta orang pada Maret 2022). Pada periode yang sama, jumlah penduduk miskin perdesaan turun sebanyak 0,30 juta orang (dari 14,64 juta orang pada September 2021 menjadi 14,34 juta orang pada Maret 2022).
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Fathoni Ahmad