Anis Sholeh Ba’asyin dalam Ngaji NgAllah Suluk Maleman ‘Memupus Abai, Menyemai Welas Asih’ yang digelar di Rumah Adab Indonesia Mulia, Sabtu (17/2/2024). (Foto: dok. Suluk Maleman)
Pati, NU Online
Dalam ajaran Islam, menebar ilmu dan mencerdaskan masyarakat atau bangsa adalah tanggung jawab seorang mukmin. Dari masyarakat yang cerdaslah akan lahir bangsa yang bermartabat. Hal ini diungkap dalam Suluk Maleman edisi ke-146 yang diselenggarakan di Rumah Adab Indonesia Mulia, Pati, Jawa Tengah, pada Sabtu (17/2/2024).
Dalam Suluk Maleman bertema Memupus Abai, Menyemai Welas Asih itu, Anis Sholeh Ba’asyin menyebut bahwa dalam Islam orang alim diberi kedudukan tinggi. Dengan kedudukan ini, orang alim harus mengajarkan ilmunya kepada masyarakat. Mereka diminta untuk menularkan ilmu yang dimiliki ke banyak orang dan kalangan.
Menurut Anis, kategori alim pun jangan dipersempit hanya pada penguasaan ilmu-ilmu agama saja, tetapi juga penguasaan semua ilmu yang ada. Landasan ilmu ini pun jelas, yaitu ketundukan pada Allah. Disamping itu, penguasaan ilmu juga berjenjang.
Puncaknya adalah mereka yang disebut sebagai pewaris para Nabi. Mereka adalah golongan tercerahkan yang bertugas mengingatkan dan memberi arahan pada masyarakat berdasar ketercerahan ilmu mereka. Sementara tugas jenjang-jenjang di bawahnya adalah menyebarkan cakupan pesannya ke masyarakat yang lebih luas.
Sementara pada level paling rendah, seorang mukmin harus mengamalkan dan menyebarkan ilmu yang sudah di dapat ke lingkungan terdekatnya. Kalau memakai idiom hadits Nabi: sebarkanlah walau satu ayat.
“Jadi, mencerdaskan masyarakat adalah salah satu tugas penting setiap mukmin. Masyarakat yang cerdas akan membuat komunitas, kumpulan, jamaah yang juga cerdas. Bukan yang sekadar ikut arus, tanpa mampu menentukan arah hidupnya sendiri,” ujar Anis.
Dari masyarakat yang cerdas itu, baru mungkin terbentuk negara dan pemerintahan yang cerdas. Negara itulah yang akan menciptakan kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh elemen yang ada di dalamnya.
“Maka tugas kita adalah membentuk masyarakat yang demikian. Apalagi Undang-Undang Dasar 1945 dengan tegas dan jelas mengamanatkan bahwa tugas utama negara adalah mencerdaskan bangsa dan merealisasikan keadilan, sesuatu yang sampai kini masih jauh panggang dari api,” terang Budayawan itu.
Menurut Anis, masyarakat yang cerdas akan selalu bersikap kritis. Tidak akan gampang memutuskan sesuatu hanya berdasar iming-iming harapan atau ancaman ketakutan. Tidak juga berdasar hadiah yang diterima atau sekadar ikut arus.
“Orang yang gampang ikut arus adalah orang tidak punya pendapat kuat. Itu dikarenakan ilmunya kurang, sehingga lemah kepribadiannya. Ini menunjukkan pentingnya ilmu dan ulama,” ujarnya.
Anis menegaskan, ulama harus memosisikan diri dan peranannya di tengah dan mampu mengatasi persoalan dengan benar-benar memosisikan diri di atas persoalan, bukan bagian dari persoalan atau bagian dari pihak-pihak yang bermasalah.
Dengan begitu diharapkan sikapnya menjadi tegas, hanya berpihak pada kebenaran; yang salah dikritik, yang benar didukung. Posisi mereka adalah penyebar suara kebenaran yang aktual dan kontekstual.
“Berpihak pada kebenaran membuat mereka tak boleh menyayangi atau membenci. Harus selalu ada di tengah untuk terus memanusiakan manusia,” imbuhnya.
Anis menjelaskan bahwa dalam Islam juga diajarkan untuk tetap berpegang teguh pada tali Allah atau ikatan kasih sayang-Nya secara bersama-sama, serta tidak boleh tercerai berai. Baik ketercerai-beraian dikarenakan kepentingan ego maupun kelompok.
“Tugas kita adalah membangun sinergi seluruh elemen masyarakat berdasar welas asih antar satu dan lainnya. Itu adalah bentuk nikmat Allah yang harus kita syukuri. Lahirnya satuan bangsa Indonesia adalah salah satu bagian dari nikmat tersebut, jangan dicerai beraikan hanya karena nafsu dan kepentingan kelompok kecil kekuasaan,” jelas Anis.
Bersama Sampak GusUran, Anis kemudian mengajak jamaah untuk melantunkan Shalawat Asyghil. Shalawat yang disusun Imam Jafar Shodiq ini adalah doa agar pihak yang dzalim dihadapkan dengan yang dzalim, dan orang-orang mukmin diselamatkan dari keduanya.
Meski hujan deras turun sejak sore hari, dan sempat membuat lokasi acara tergenang air; namun itu tak menghalangi jamaah untuk hadir di Rumah Adab Indonesia Mulia. Mereka bertahan sampai akhir acara dengan ditemani hujan yang terus turun tanpa henti.