Nasional

Tak Dikebut, Revisi KUHAP Fokus Serap Aspirasi Publik

Senin, 22 September 2025 | 20:00 WIB

Tak Dikebut, Revisi KUHAP Fokus Serap Aspirasi Publik

Wakil Ketua Komisi III DPR RI Dede Indra Permana di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (22/9/2025). (Foto: Dokumentasi DPR RI)

Jakarta, NU Online

Wakil Ketua Komisi III DPR RI Dede Indra Permana menegaskan bahwa pembahasan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak akan dilakukan secara tergesa-gesa. Menurutnya, seluruh proses penyusunan akan dirancang agar melibatkan berbagai pihak dan tidak ada kelompok yang terabaikan.


"Kita tidak akan terburu-buru dan menghindari adanya pihak-pihak yang terabaikan dalam penyusunan KUHAP ini," kata Dede saat membuka rapat bersama Kementerian Hukum dan HAM serta Komnas HAM di Ruang Rapat Komisi III DPR, Senayan, Jakarta, Senin (22/9/2025).


Ia menambahkan, revisi KUHAP ke depan ditargetkan berjalan secara transparan, partisipatif, profesional, dan terbuka. Prinsip ini, menurutnya, penting agar produk legislasi yang lahir benar-benar berkualitas.


Politikus PDI Perjuangan itu menyebut, selama masa sidang berjalan, Komisi III akan memaksimalkan penjaringan aspirasi publik. Tidak hanya melalui rapat di parlemen, tetapi juga lewat kunjungan ke sejumlah daerah.


"Kita semua menerima masukan tentang KUHAP. Hal-hal itu terkait dengan perlindungan dan pendampingan terhadap tersangka, hingga saat ini masih ada 22 elemen masyarakat yang mengajukan diri untuk menyampaikan aspirasi dalam RDPU," ungkap Dede.


Revisi KUHAP menjadi salah satu agenda penting dalam legislasi karena mendapat perhatian luas dari publik. Banyak pihak menilai aturan hukum acara pidana ini berpotensi memberi kewenangan yang terlalu besar kepada aparat penegak hukum, khususnya kepolisian, jika tidak diatur secara seimbang.


Sejauh ini, terdapat 10 poin pokok yang menjadi arah pembaruan dalam revisi KUHAP. Pertama, penyesuaian dengan KUHP baru yang menekankan pendekatan restoratif, rehabilitatif, dan restitutif. Kedua, penguatan hak tersangka, terdakwa, korban, dan saksi. Ketiga, memperkuat peran advokat agar sistem peradilan pidana lebih berimbang.


Keempat, perlindungan khusus bagi perempuan, penyandang disabilitas, dan lanjut usia. Kelima, pembenahan mekanisme upaya paksa agar lebih efektif, efisien, akuntabel, serta sesuai prinsip HAM dan due process of law.


Keenam, pengaturan lebih komprehensif tentang upaya hukum. Ketujuh, memperkuat filosofi hukum acara pidana yang berlandaskan penghormatan HAM, termasuk melalui check and balances serta pengawasan yang berimbang.


Kedelapan, menyesuaikan perkembangan hukum internasional, termasuk konvensi antikorupsi UNCAC dan peraturan HAM terkait perlindungan saksi dan korban, serta mekanisme praperadilan. Kesembilan, modernisasi hukum acara pidana dengan prinsip cepat, sederhana, transparan, dan akuntabel, salah satunya lewat pemanfaatan teknologi informasi.


Terakhir, revisi KUHAP diarahkan untuk memperbaiki koordinasi dan hubungan kerja antara penyidik dan penuntut umum agar berjalan setara dan lebih efektif.