Ketika seseorang mengkonsumsi konten tertentu di internet, maka konten itulah yang akan terus menghampirinya secara otomatis.
Jakarta, NU Online
Tantangan jurnalisme di era digital saat ini semakin berat. Perkembangan teknologi yang berimbas pada membanjirnya informasi menjadikan sebagian masyarakat tidak bisa membedakan mana informasi dan sumber berita yang bisa dipercaya. Sebagian masyarakat digital lebih memercayai media sosial dibanding media mainstream.
Pemimpin Redaksi Harian Kompas Sutta Dharmasaputra mengungkapkan sebuah data penelitian yang menyebut masyarakat Indonesia dibanding negara lain memiliki tingkat kepercayaan kepada Medos di angka positif 40.
"Fakta ini tidak didukung dengan kemampuan literasi yang cukup dari masyarakat. Sehingga masyarakatpun tidak tahu cara menggunakan media sosial dengan benar," ungkapnya saat berbicara pada diskusi daring dalam rangka Harlah Ke-17 NU Online pada Jumat (10/7).
Yang tidak disadari oleh sebagian masyarakat digital saat ini adalah bekerjanya mesin algoritma (sistematika perhitungan) yang secara terpola menghampiri masyarakat sesuai dengan apa yang dicari dan dilakukan mereka di dunia maya.
Ia memberi contoh dengan membandingkan informasi satu berita yang diakses melalui gadget yang berbeda. Hasilnya, beberapa informasi yang disuguhkan mesin algoritma memiliki perbedaan.
"Item-itemnya berbeda, iklannya berbeda. Di sinilah sebenarnya bagaimana mesin algoritma menghampiri kita. Bukan sekedar kita mencari konten tapi mesin yang akan menghampiri dan membanjiri kita," ungkapnya.
Ketika seseorang mengkonsumsi konten tertentu di internet, maka konten itulah yang akan terus menghampirinya secara otomatis. Dan tanpa sadar pemikiran masyarakat akan terbentuk sesuai dengan informasi yang mesin algoritma sodorkan.
"Kalau kita habis beli helm (di internet) maka akan muncul iklan helm. Iklan yang muncul itu sesuai dengan apa yang sering kita lakukan dan konsumsi," bebernya.
Mesin algoritma ini menjadi tantangan tersendiri bagi media dan masyarakat dalam mencari informasi yang memang valid dan benar-benar dibutuhkan sendiri. Masyarakat harus mampu mengkonsumsi informasi sesuai kebutuhannya dengan tidak terpengaruh pada mesin algoritma.
Apalagi ia mengungkapkan juga bahwa manusia memang cenderung senang dengan dongeng sehingga lebih percaya fiksi daripada fakta.
Diskusi ini juga menghadirkan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) H Robikin Emhas, Pemimpin Redaksi NU Online Achmad Mukafi Niam, Presidium Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia (Mafindo) Anita Wahid, Pemimpin Redaksi Tirto.id Sapto Anggoro, dan Pemimpin Redaksi Narasi TV Zen RS.
Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Syamsul Arifin