Palangkaraya, NU Online
Dunia pendidikan menghadapi tantangan yang begitu kompleks di tengah perkembangan teknologi informasi dan digital. Tantangan tersebut menjadi pekerjaan rumah yang tidak mudah bagi para guru untuk mendidika siswa-siswinya, baik di sekolah, madrasah, maupun pesantren.
Ketua Dewan Pakar Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) H As’ad Said Ali menjelaskan tantangan guru-guru NU menghadapi zaman yang berubah secara cepat. Ia menekankan beberapa hal terkait tantangan tersebut.
Menurut As’ad Said Ali, saat ini generasi milenial mencapai 30 persen. Para guru termasuk guru-guru NU yang tergabung dalam Pergunu mesti memahami karakter dan perkembangan generasi milenial. Hal itu akan menentukan keberhasilan dalam mendidik.
Hal itu disampaikan As’ad saat turut memberikan sambutan dalam kegiatan Rapat Kerja Nasional ke-2 Pergunu di Asrama Haji Al-Mabrur Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Jumat (4/5). Fenomena generasi milenial ini menuntut para guru agar lebih kreatif menyiapkan materi, bahan ajar, dan media pembelajaran yang tepat.
Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ini juga memaparkan riset Alvara bahwa 40 persen generasi NU akan menjadi kaum urban. Artinya generasi NU tersebut akan mengisi berbagai lini kehidupan di berbagai kota.
“Ini tantangan buat Pergunu bagaimana menyiapkan generasi NU dengan model pembelajaran yang pas ketika mereka bersiap terjun ke masyarakat. Hal ini sudah dilakukan Kiai Asep Saifuddin di pesantrennya,” jelas As’ad Said Ali.
Dia juga menekankan persoalan agama dan nasionalisme yang harus menjadi satu-kesatuan agar dipahami oleh para anak didik di sekolah. Ia menjelaskan sejarah Kiai Wahab Chasbullah yang pada 1916 membentuk madrasah Nahdlatul Wathan serta mencipta syair Syubbanul Wathan agar murid tidak hanya memahami agama, tetapi juga mencintai bangsa dan negaranya.
As’ad juga menerangkan tantangan kebangsaan generasi ke depan agar wawasan keindonesiaan tetap kuat pada diri para siswa. Guru-guru NU yang lahir untuk mewujudkan tujuan pendidikan yang komprehensif dalam bidang keagamaan dan kebangsaan dibutuhkan agar generasi bangsa punya wawasan yang kokoh tentang keindonesiaan.
“Wawasan kebangsaan ini telah diwujudkan para pendiri bangsa saat merancang Pancasila. Pancasila yang awalnya merupakan piagama Jakarta dibuat untuk memenuhi hak-hak kebangsaan seluruh warga. Artinya, nilai-nilai keagamaan yang ada dalam piagam Jakarta turut menjiwai Pancasila,” papar mantan Wakil Kepala BIN ini.
Rakernas ke-2 Pergunu yang mengangkat tema Guru NU Mengawal NKRI dan Islam Rahmatan Lil ‘Alamin ini merancang sejumlah agenda pendidikan. Di antaranya menginisiasi pembentukan Komisi/Badan Perlindungan Guru dan melakukan advokasi kesejahteraan guru di seluruh Indonesia.
Sementara itu, menurut Sekretaris Panitia Nasional H Saepuloh, Rakernas kali ini dihadiri pimpinan wilayah dari 34 provinsi, 232 PC Pergunu, sedangkan peserta terdaftar sekitar 350 anggota Pergunu.
Kegiatan ini juga dihadiri oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Ketua Umum PP Pergunu KH Asep Saifuddin Chalim, Gubernur Kalimantan Tengah Sugianto Sabran, Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Agama Suyitno, Kepala Biro Humas, Data, dan Informasi Kemenag Mastuki Hs, pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Wali Kota Palangkaraya, dan pejabat-pejabat lainnya serta para stakeholders pendidikan.
Kegiatan Rakernas ini juga disertai penyelenggaraan sarasehan pendidikan dengan membahas sejumlah persoalan strategis dalam pendidikan nasional. Sarasehan yang terbagi dalam beberapa sesi tersebut menghadirkan para nasrasumber dan tokoh nasional kompeten di bidangnya. (Fathoni)