Tangkap layar diskusi bertema Santri Salaf di Era Digital di kanal YouTube Santri Gayeng, Senin (11/10/2021).
Jakarta, NU Online
Para santri perlu menyadari adanya pertukaran budaya di era digital yang salah satu produknya adalah nilai-nilai universal. Pasalnya, nilai universal jauh lebih bisa diterima daripada literasi keagamaan.
Demikian dikatakan oleh Direktur Of Education Al-Shighor Foundation, Romzi Ahmad dalam diskusi bertema Santri Salaf di Era Digital di kanal YouTube Santri Gayeng, Senin (11/10/2021).
Tugas literasi keagamaan, kata Gus Romzi, harus menjadi otoritas tertinggi dalam diskursus sosial masyarakat Indonesia tanpa terdegradasi oleh value universal.
Pihaknya berharap para santri mampu memaksimalkan ruang digital untuk meningkatkan komunikasi publik. "Saat santri hadir di ruang digital, pastikan semua aktivitas yang dilakukan di dalamnya bermanfaat serta bisa memaksimalkan komunikasi untuk meningkatkan kualitas interaksi sosial dengan masyarakat," pintanya.
Senada, Pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, Gus Reza Ahmad Zahid, menyampaikan semua perangkat dan alat digital seperti media sosial itu tergantung penggunanya. Jangan sampai salah arah atau langkah karena tidak memiliki skill (keahlian) dalam mengoperasikan.
"Semua perangkat digital diibaratkan seperti pisau tajam. Ketika pisau tersebut bisa dimanfaatkan dengan baik maka hasilnya akan bagus. Karenannya, letakan sosial media pada tempat sebenarnya sebagai media," pesan Lulusan Al Ahqaff University Hadramaut Yaman itu.
Gus Reza juga mengungkapkan kelebihan ruang digital yang harus dimanfaatkan oleh para santri.
"Sekarang ini santri bisa memanfaatkan dan menggunakan teknologi digital. Misalnya, dengan alat tersebut bisa menemukan kitab ulama salaf ratusan tahun lalu dengan mudah di Maktabah Syamilah," kata pria kelahiran Surabaya, 22 September 1980 ini.
Sementara itu, Mudir Pondok Pesantren Al Anfal, Sarang, Rembang, Gus Lutfillah Aufa menyebut fiqih mampu menjawab persoalan digital. Hal ini dibuktikan dalam forum-forum bathsul masail yang digelar selama ini.
"Misalnya persoalan jual beli online, cctv soal perzinahan, USG. Fiqih mampu menjawab semua itu," ungkap Gus Lutfi.
Karena itu, santri tidak antidigital. "Justru digital sebuah media yang bisa membantu santri namun tidak bisa menggantikan keilmuan pesantren. Penting bagi santri untuk mengisi konten di era digital," jelasnya.
Kontributor: Suci Amaliyah
Editor: Kendi Setiawan