Nasional

Teliti Air Liur, Siswa MAN 2 Kota Kediri Ciptakan Alat Tes Diabetes Lebih Mudah dan Murah

Senin, 17 Oktober 2022 | 06:00 WIB

Teliti Air Liur, Siswa MAN 2 Kota Kediri Ciptakan Alat Tes Diabetes Lebih Mudah dan Murah

Intan Asmi Saharani (paling kiri) dan Bayu Cahyo Bintoro (kedua dari kiri) siswa MAN 2 Kota Kediri meneliti air liur sebagai salah satu alternatif pengganti darah dalam melihat kadar penyakit DMT2. (Foto: istimewa)

Jakarta, NU Online 

Kasus diabetes militus 2 (DMT2) terus meningkat dengan angka mortalitas yang tinggi. Sementara, banyak orang yang enggan untuk diambil darah untuk dilihat kadar penyakitnya. Keengganan itu disebabkan karena ketakutan mereka.


Memfasilitasi itu, siswa Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Kota Kediri, Jawa Timur meneliti saliva (air liur) sebagai salah satu alternatif pengganti darah dalam melihat kadar penyakit, khususnya DMT2. 


Untuk tahu DMT 2 sudah masuk kategori kronis atau tidak harus dilakukan pengecekan. Hal itu dilakukan dengan menguji C-Reactive Protein (CRP) sebagai biomarker komplikasi kronis pada tubuh.


Bayu Cahyo Bintoro dan Intan Asmi Saharani adalah dua siswa tersebut. Keduanya berhasil menemukan cara untuk mengetahui metode pembuatan dan pengujian saliva dalam menentukan kadar derajat komplikasi CRP DMT2.


Penelitiannya itu juga mengetahui pembuatan mesin learning dalam pengukuran kadar derajat komplikasi CRP pada pasien DMT2.


Inovasi penelitian pengembangan metode Holisey (2017) yakni menggunakan Silk fibroin dan adaptasi metode Elisa dengan lateral flow acci sehingga lebih sustainable dan murah.


Penelitian keduanya juga berhasil membuat CRP yang sudah melewati proses sidang etik dengan bimbingan dokter spesialis dalam dari Rumah Sakit Universitas Airlangga (RSUA) hingga finalisasi terbitnya ethical clearance dari RSUA.


Tim ini juga berhasil membuat larutan Silk fibroin murni sebagai zat menambah reagen CRP strip dan berhasil membuat desain prototype aplikasi untuk dikembangkan menjadi aplikasi yang dapat memindai scan kadar CRT dari citra warna.


Kadar CRP pada DMT 2 memiliki rata-rata 90,80 mg/l. Namun pada penyakit berat kritis, kadar rata-rata konsentrasi CRP tertinggi mencapai 133 mg/l.


Bayu menjelaskan bahwa, penelitian ini dilakukan dengan diambil air liurnya agar tidak harus ambil darah. Saliva juga terbukti dapat tampak kadar komplikasi diabetesnya. "Kadarnya sama dengan plasma darah," ujarnya.


Sampel sativa itu diletakkan pada alat yang sudah didesain sedemikian rupa. Setelah diberikan cairan reagen, akan tampak warnanya berubah. "Semakin pekat, kadar CRP semakin tinggi. Semakin tinggi kadarnya, komplikasinya semakin kronis. Diabetesnya parah," jelasnya.


Selanjutnya, untuk menguji kepekatan warnanya dan mengetahui kadar komplikasinya, disiapkan suatu aplikasi berbasis android dan web.


"Dari hasil warnanya itu pekatnya kadarnya berapa. Kita buat aplikasi CRP Detection. Pekatnya segini kadar CRP segini. Harus ngapain saja," jelas Intan.


"Nanti di-scan. Keluar berapa kadarnya. Intensitas warnanya, langsung keluar hasilnya," imbuh siswa kelas XI IPA itu.


Dari situ, lanjutnya, akan diketahui penyakitnya. Ada penjelasan lebih lanjut mengenai penanganan dan seterusnya.


Penelitian ini dilakukan dari Juli sampai September 2022. Intan mengaku masih perlu pengembangan lebih lanjut dan melibatkan berbagai disiplin ilmu, mulai hayati, kesehatan, hingga teknologi.


Penelitian itu di bawah bimbingan Rr Dewi MKA dan Ahya Mujahidin. Dewi menjelaskan, bahwa pada mulanya, ada banyak pengembangan untuk mengecek penyakit melalui air liur, seperti kanker mulut hingga ebola.


"Kadar CRP pada air liur penyakit DMT 2 empat kali lebih tinggi dari orang tidak sakit," ujarnya.


Karenanya, ia membimbing siswanya untuk dapat meneliti tersebut pada kasus penyakit DMT2.


Pewarta: Syakir NF
Editor: Kendi Setiawan