Nasional

Terselenggara di Bali, AICIS Ke-21 Usung Tema Future Religion in G20

Rabu, 2 November 2022 | 06:00 WIB

Terselenggara di Bali, AICIS Ke-21 Usung Tema Future Religion in G20

Dirjen Pendis, M Ali Ramdhani Selasa (1/11/2022) mengatakan tajuk dari AICIS ke-21 bercerita tentang future religion in G20 dikemas dalam sebuah ruang kekinian bertema dasar Digital Transformation, Knowledge Management and Social Resilience. (Foto: Imam/Humas Pendis).

Jakarta, NU Online
Kementerian Agama (Kemenag) RI kembali menggelar Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS). Gelaran kali ke-21 ini secara resmi dibuka dan diselenggarakan di Bali, 1-4 November 2022. 


AICIS ke-21 kali ini mengusung tema besar yang dikaitkan dengan isu G-20, yaitu Future Religion in G-20 dengan tiga isu utama, yaitu Digital Transformation, Knowledge Management, dan Social Resilience. Tema dan isu utama tersebut merespons perkembangan terkini diskursus dan tuntutan kajian keislaman kontemporer di tingkat nasional dan global saat ini. 


"Tajuk dari AICIS ke-21 ini bercerita tentang future religion in G20, yang dikemas dalam sebuah ruang kekinian bertema dasar Digital Transformation, Knowledge Management and Social Resilience," beber Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendis) M Ali Ramdhani, pada acara pembukaan AICIS di Pandawa Ballroom Four Point Hotel, Bali, Selasa (1/11/2022). 


Kang Dhani, demikian ia disapa, menyebut bahwa tema yang diambil itu bagian dari respon menghadapi era 5.0 yang mengubah drastis paradigma dalam setiap lini kehidupan. Future religion pada dasarnya untuk memberikan nilai-nilai keagamaan pada tempat yang seharusnya.


"Bahwa agama hadir untuk kemudian mendekatkan insan-insan antar manusia, agama mengajarkan potret-potret wajah orang yang ramah bukan marah, mereka yang mengajak bukan mengejek, mereka yang membina tidak menghina, mereka yang mencinta bukan mencerca," tuturnya. 


"Agama seperi itulah yang arus hadir di hidup kita," sambungnya.


Menurutnya, tak dapat dipungkiri kemajuan teknologi saat ini membawa setiap individu ke dalam turbulensi dinamika yang teramat dahsyat, yang berpengaruh besar terhadap tatanan sosial dan keagamaan.


"Fenomena ini disebut oleh beberapa ahli manajemen sebagai VUCA, tak lain untuk mengekspresikan ketidakpastian yang terjadi pada saat ini," terang dia. 


VUCA adalah akronim Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity. Istilah ini juga dapat digunakan untuk kata sifat (gejolak, tidak pasti, kompleks, dan ambigu). Kata volatilitas, terang Dhani, mengacu pada perubahan yang  cepat dan singkat, yang menyulitkan seseorang atau kelompok untuk memprediksi apa yang akan terjadi selanjutnya.


"Volatilitas ini menggambarkan kehidupan yang bergejolak, itu menunjukkan gejala dunia yang penuh ketidakpastian terjadi saat ini. Untuk itu, agama harus hadir menjadi solusi atas ketidakpastian ini," terangnya. 


Sebab dalam volatilitas, jelas dia, kadang kala yang dimaksudkan sebagai inisiatif  solusi ternyata justru sebaliknya. Proses ini terbentuk dari dampak teknologi yang membuat kehidupan tidak stabil. 


"Dalam konteks ini, terkadang menyelesaikan satu persoalan bisa jadi memunculkan sepuluh persoalan, menyelesaikan sepuluh persoalan meninggalkan dua permasalahan," jelasnya. 


Era VUCA adalah kondisi ketika kemajuan industri dan teknologi merupakan hal yang memegang peranan penting. Namun, Dhani mengingatkan, selain teknologi agama juga harus mampu mengoptimalkan perannya dalam membangun pesan-pesan ketuhanan (divinity) dan kemanusiaan (humanity) serta membangkitkan spirit untuk kemajuan peradaban umat manusia masa depan.


Sebab, lanjut dia, banyak orang yang memuja-muja agama tapi tidak melakukan ajaran keagamaan. Tak sedikit orang mengaku dirinya sebagai orang yang paling beriman tapi perilakunya jauh dari nilai-nilai keimanan.


"Kebanyakan orang mempertukarkan nilai-nilai agama dengan memperuntungkan diri kepada sekat-sekat yang seharusnya hadir membawa rasa cinta justru hadir untuk membuat perbedaan di antara kita," tuturnya. 


Berangkat dari fenomena itu, AICIS mengangkat tema Future Religion untuk merespon perkembangan terkini diskursus dan tuntutan kajian keislaman kontemporer di tingkat nasional dan global saat ini. 


Pewarta: Syifa Arrahmah
Editor: Kendi Setiawan