Tim Reformasi Bentukan Kapolri Belum Libatkan Unsur Masyarakat
Senin, 22 September 2025 | 21:30 WIB
Jakarta, NU Online
Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo telah mengeluarkan Surat Perintah (Sprin) Kapolri bernomor Sprin/2749/IX/TUK.2.1/2025 tentang pembentukan Tim Reformasi Polri. Listyo ditetapkan sebagai pelindung tim yang terdiri dari 52 personel yang mencakup perwira tinggi dan menengah Polri.
Ketua Dewan Pengurus Public Virtue Research Institute Usman Hamid mengatakan, partisipasi masyarakat harus dikedepankan dalam kebijakan Reformasi Polri. Ia juga meminta agar pemerintah dan jajaran Polri bertindak serius dalam melakukan pembenahan kebijakan dan kelembagaan pasca unjuk rasa yang berujung dengan kekerasan dan kerusuhan berskala nasional pada akhir Agustus.
“Pembentukan Komisi Reformasi Polri yang direncanakan Pemerintah, belum terlihat memiliki kejelasan konsep dan tujuan yang jelas, termasuk dalam melibatkan unsur masyarakat,” kata Usman saat dihubungi NU Online pada Senin (22/9/2025).
Usman menilai, jika hanya terdiri dari nama-nama perwira tinggi yang semuanya berasal dari kepolisian, maka sulit berharap bahwa agenda Reformasi Polri akan bermakna besar bagi masyarakat. Apalagi, akar permasalahan di tubuh kepolisian sebenarnya juga bersumber dari kebijakan pemerintahan yang di mata masyarakat dirasakan tidak adil.
Dia menambahkan, kepolisian adalah institusi penegak hukum yang turut menentukan tinggi rendahnya mutu demokrasi, khususnya dalam menjamin ruang kebebasan sipil warga untuk kritik dan protes. Selama ini, katanya, kewajiban pemolisian demokratis itu merosot akibat kebijakan pemerintah yang cenderung otoriter dalam arti tidak melibatkan partisipasi demokratis unsur masyarakat.
Direktur Amnesty International Indonesia itu khawatir, jika Tim Reformasi Polri hanya berasal dari kepolisian, maka akuntabilitas dan komitmen reformasi atas masalah lapangan dan kelembagaan polisi yang berkelindan dengan kebijakan negara kecil kemungkinan bisa dibenahi.
Tak hanya itu, Peneliti PVRC Muhammad Naziful Haq menjelaskan bahwa pembentukan Tim Reformasi Polri yang seluruh anggotanya berlatar polisi tidak saja problematik, tapi juga jelas membawa konflik kepentingan.
"Harusnya ada keragaman latar belakang, misalnya melibatkan akademisi, perwakilan masyarakat sipil, atau tokoh yang berintegritas, agar upaya ini membawa penyegaran struktural maupun kultural," jelasnya menurut keterangan yang diterima NU Online pada Senin (22/9/2025).
Lebih jauh, Nazif memaparkan, reformasi Polri bukan saja harus mengarah pada agenda penguatan akuntabilitas, transparansi, maupun pembenahan struktur dan kultur di lingkungan Polri, tetapi juga harus mencakup lingkungan pembuat keputusan dan juga kebijakan publik. "Komitmen ini bisa kita lihat dari seberapa terbuka Pemerintah dan juga jajaran Polri bagi masukan masyarakat," tegasnya.
Nazif melanjutkan, keseriusan Reformasi Polri diukur dari ada tidaknya perubahan kebijakan pemerintah dan kepolisian yang dituntut independen. Keseriusan bukan dari jargon maupun kampanye media sosial masif melalui penggalangan dukungan kalangan tertentu.
“Tugas negara ialah melayani hak-hak sipil, politik, dan sosial ekonomi rakyat. Jika penyelenggara negara hanya melayani elite, maka mustahil Polri dapat benar-benar melindungi dan mengayomi rakyat. Reformasi Polri wajib melibatkan masyarakat jika ingin membawa dampak positif bagi demokrasi,” pungkasnya.