Tips Mendidik Anak agar Tumbuh Positif dan Selalu Bahagia
Ahad, 25 September 2022 | 08:00 WIB
Jakarta, NU Online
Ada penjelasan menarik dari buku yang berjudul Anak Juga Manusia yang ditulis oleh Angga Setyawan, seorang praktisi parenting dan motivator yang menggagas Gerakan Orang Tua Belajar, Orang Tua Berilmu, dan Anak Bermutu.
Banyak orang tua merasa kewalahan, anak-anak juga stres karena tidak paham dengan tugas sekolah yang beragam, sehingga membuat otak orang tua dan anak overload atau penuh. Dalam buku ini dijelaskan bahwa fenomena tersebut bukan karena otaknya yang penuh melainkan program otaknya yang error dan ngadat.
“Jika otak manusia diandaikan seperti hardisk komputer dan dijadikan untuk menyimpan data, maka setiap detiknya mampu menampung informasi baru, dan penyimpanan tersebut berlangsung selama 30 juta tahun,” ungkap Angga di dalam bukunya, dikutip Sabtu (24/9/2022).
Ia menjelaskan bahwa otak anak layaknya hardisk baru yang nantinya akan menampung banyak informasi selama beberapa tahun ke depan. Pada saat memperbaiki yang eror, bagi manusia dewasa cukup me-restrart atau menginstal ulang dengan melakukan liburan atau healing dalam rangka merefresh program otak.
“Namun, pada anak-anak software tersebut dinamakan konsep diri. Konsep diri pada anak bisa negatif dan positif tergantung konsep diri mana yang orang tua tanamkan pada anak,” ungkapnya.
Contoh konsep diri negatif yang dipaparkan oleh Angga seperti merasa bodoh, minder, dan tidak percaya diri. Sedangkan konsep diri positif sebaliknya yaitu percaya diri, pantang menyerah, berani mencoba, berani gagal, dan mempunyai perasaan bahwa ia anak yang pintar dan bisa asal terus mau berusaha.
“Sederhananya, bagaimana anak bisa tumbuh menjadi pintar dan berprestasi jika sudah mempunyai perasaan atau konsep diri sebagai anak yang bodoh,” tuturnya.
Baca Juga
Tiga Tips Parenting ala Pesantren
Beri apresiasi
Cara membangun konsep diri positif menurut buku Anak Juga Manusia sangat mudah, yaitu dengan sering memberi apresiasi dan dukungan kepada anak. Memarahi dan membentak anak hanya akan membuat anak merasa kecil hati.
“Sering-seringlah memberi apresiasi untuk membangun konsep diri yang positif sehingga potensi otak anak dapat digunakan secara optimal,” jelas penulis buku tersebut.
Angga mengungkapkan bahwa keluarga memiliki peran utama untuk menyajikan contoh kebaikan yang akan ia duplikasi ke dalam dirinya. Menurut dia, anak layaknya spons, yang akan menyerap apapun yang dilihat, didengar, dan dirasakan.
“Jadi, apa yang anak lihat, dengar, dan rasakan seharusnya adalah kebaikan yang akan digunakan untuk mengarungi kehidupan,” ungkapnya.
Salah satu hal terindah dalam hidup anak, lanjut dia, ketika anak tumbuh dalam rasa aman, terhindar dari intimidasi, diskriminasi, kekerasan fisik dan verbal, sehingga anak tumbuh menjadi kuat bukan karena tekanan, akan tetapi karena rasa cinta yang besar kepada kehidupan.
“Sesungguhnya, anak tidak butuh orangtua yang sempurna. Akan tetapi, mereka butuh teman yang bersedia tumbuh dan belajar bersama,” ungkap Angga. Buku yang ia tulis tersebut berhasil menggugah ratusan ribu orangtua untuk senantiasa belajar lebih baik dalam mendidik anaknya.
Kontributor: Siti Maulida
Editor: Musthofa Asrori