Tradisi dan Amaliah NU Terbukti Wujudkan Kesejukan dalam Beragama dan Berbangsa
Kamis, 17 Maret 2022 | 17:30 WIB
Bandarlampung, NU Online
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Prof. KH Mohammad Mukri mengatakan bahwa amaliah Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) yang banyak dilakukan warga NU secara berjamaah di Indonesia merupakan sebuah kekayaan yang sangat luar biasa. Tidak semua organisasi keagamaan memiliki tradisi ibadah Islami seperti ini.
Amaliah seperti Yasinan, Maulidan, Lailatul Ijtima’ dan sejenisnya yang dilakukan bersama-sama harus terus dipertahankan di tengah-tengah masyarakat. Selain sebagai wujud ibadah, amaliah ini juga terbukti mampu merekatkan kebersamaan elemen warga dan juga umat Islam secara umum. Amaliah ini juga mampu menjadi semacam media pertemuan dan komunikasi sekaligus mewujudkan ikatan batin yang kuat antar warga.
“Jika mengaca kepada para ulama dan pendiri bangsa, segala permasalahan rumit bangsa mampu diurai dan diselesaikan dengan tradisi kumpul-kumpul, ngopi bareng, dan pertemuan-pertemuan informal. Dan ini perlu kita teladani terus ke depan,” katanya kepada NU Online, Kamis (17/3/2022).
Jika menilik dari sejarah juga, di antara alasan besar yang melatarbelakangi lahirnya Nahdlatul Ulama adalah upaya mempertahankan mempertahankan paham Ahlusunnah wal Jamaah (Aswaja) ini. Dengan pemahaman agama ini, terbukti nyata, kehidupan masyarakat Indonesia penuh dengan kesejukan. Warga NU mampu membuktikan diri bahwa dengan kesejukan dalam beragama mampu mewujudkan kesejukan dalam kehidupan masyarakat melalui tradisi dan amaliah Islami.
“Sifat toleran, mengusung kebenaran universal, dan menghargai kebenaran yang diyakini umat lain membuat NU hidup subur berdampingan di masyarakat,” ungkapnya.
Dalam perjalanan di negeri ini pun, NU dengan amaliah Aswajanya, telah memiliki hubungan yang baik dengan semuanya. Terbukti banyak sekali persoalan kemasyarakatan yang tidak bisa diselesaikan pemerintah melalui berbagai kementerian dan lembaga negara lainnya bisa selesai dengan menggandeng Nahdlatul Ulama.
“NU dengan jaringan yang dimilikinya bisa membantu berbagai program pemerintah sampai ke tingkat akar rumput. Banyak program bukan hanya butuh uang, melainkan juga pendekatan lain seperti penanganan kasus terorisme dan radikalisme yang membutuhkan bimbingan agama yang benar bagi mereka yang telanjur masuk aliran tersebut,” ungkap Profesor Ushul Fiqih UIN Raden Intan Lampung ini.
Ia pun menegaskan bahwa posisi NU di hadapan pemerintah tidak dapat dikategorikan sebagai oposisi maupun sebagai koalisi. Hal ini karena NU bukanlah partai politik. Jika ada kebijakan pemerintah yang tidak pas untuk rakyat, tentu sudah sepatutnya bagi NU untuk mengingatkan.
“Dengan pengalaman sejarahnya yang panjang, NU tidak menyampaikan kritiknya. Namun, tentu saja kritik bisa disampaikan secara santun dan tidak harus di depan publik. Yang penting ialah pesan tersebut sampai kepada pengambil kebijakan,” jelasnya.
“Pengabdian NU adalah kepada bangsa dan negara, bukan kepada rezim pemerintahan yang setiap periode tertentu berganti. NU akan mengawal perjalanan bangsa ini, siapa pun presidennya, siapa pun pemerintahannya,” pungkasnya.
Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Kendi Setiawan