Tragedi Kanjuruhan, PSTI: Bentuk Kegagalan Panitia Pelaksana dan Aparat Keamanan
Selasa, 4 Oktober 2022 | 07:30 WIB
Personel aparat keamanan menembakkan gas air mata ke tribun penonton di Stadion Kanjuruhan Malang. (Foto: Antara)
Jakarta, NU Online
Menko PMK Muhadjir Effendy menjelaskan bahwa sebanyak 125 orang meninggal, 302 orang luka ringan, dan 21 orang luka berat dalam Tragedi Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur pada Sabtu (1/3/2022). Hal ini terjadi usai laga Arema vs Persebaya dengan skor 2-3 untuk kemenangan tim tamu.
Setelah pertandingan usai, sebagian penonton turun ke tengah lapangan. Polisi mengambil sikap dengan menembakkan gas air mata ke berbagai tribun lapangan untuk mengatasi massa yang turun ke lapangan. Perih dan kesulitan bernafas dampak gas air mata itu membuat penonton panik berlarian keluar stadion. Namun, pintu stadion ada yang tertutup sehingga menyebabkan para penonton kesulitan keluar karena penuh berdesakan.
Ketua Paguyuban Suporter Timnas Indonesia (PSTI), Ignatius Indro menilai hal tersebut terjadi karena adanya kegagalan komunikasi antara panitia pelaksana dan aparat keamanan. Sebab, penggunaan gas air mata tidak diperbolehkan dalam aturan FIFA.
“Kegagalan komunikasi panitia pelaksana terhadap aparat. Aturan FIFA tidak disampaikan. Tidak boleh ada gas air mata masuk stadion,” katanya kepada NU Online pada Ahad (2/10/2022).
Ia menyampaikan, bahwa suporter jangan dianggap sebagai penjahat. Gas air mata yang ditembakkan memberikan dampak kepanikan sehingga para suporter berebut dan berdesakan keluar. Terinjak di depan pintu. Ada yang dikunci pula. Seharusnya mereka bisa keluar dengan aman.
Indro juga menegaskan, bahwa penanganan seharusnya bisa dilakukan secara persuasif. Sebab, pihak keamanan harusnya bisa mengantisipasi dan perhitungan yang matang. “Harusnya pengamanan melakukan tindakan yang persuasif di dalam stadion. Bagaimana harusnya ada antisipasi agar penonton tidak turun ke lapangan. Harusnya bisa diantisipasi. Aparat dan steward bisa memperhitungkan sehingga bisa turun ke lapangan,” katanya.
Menurutnya, penerapan operasional pengamanan harus berbeda antara di dalam dan di luar stadion. Sebab, dampaknya berbeda jika gas air mata itu ditembakkan dalam ruang tertutup seperti stadion dan di ruang terbuka. Namun, penggunaan gas air mata ini tidak terlalu dipikirkan sehingga berdampak kejadian dua hari lalu.
“Ini yang sebenarnya perlu dikomunikasikan panitia pelaksana. Senjata peluru apapun tidak boleh dibawa,” ujarnya.
Bentuk turunan UU Olahraga
Indro menyampaikan, bahwa Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) harus segera membuat turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan.
“Kemenpora harus membuat turunan UU Olahraga. Aturan detail edukasi panitia, aparat keamanan, hingga suporter harus dibuat dengan melibatkan berbagai pihak, mulai federasi, fanbase suporter, hingga pengusaha agar kejadian serupa tidak terulang di kemudian hari,” ujarnya.
Indro menegaskan bahwa perlu pendekatan yang persuasif untuk mengatasi peristiwa serupa agar tidak ada lagi korban jiwa. “Ini harus dilatih untuk mengubah cara pandang menangani penumpukan masa atau suporter,” katanya.
“Semua yang terlibat, sipil, polisi, tentara, tidak hanya suporter yang harus diinvestigasi, tetapi menyeluruh. Siapa yang terbukti salah harus dihukum agar jera. Hukuman dapat memperbaiki dunia persepakbolaan ke depan,” pungkasnya.
Pewarta: Syakir NF
Editor: Fathoni Ahmad