H Hilmy Muhammad saat Seminar Nasional bertajuk Merajut Semangat Pelajar yang Berkarakter Mandiri dan Berbudaya yang digelar dalam rangka Pelantikan PC IPNU dan IPPNU Kabupaten Kulonprogo periode 2020-2022, Ahad (25/07/2021). (Foto: istimewa)
Yogyakarta, NU Online
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia dari Yogyakarta H Hilmy Muhammad, mengungkapkan tujuh nilai yang harus dipegang oleh kader NU. Tujuh nilai itu adalah beriman, berhati bersih, berani bersikap, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, komitmen, mandiri dan berbudaya.
Hal itu disampaikannya saat Mengisi Seminar Nasional bertajuk Merajut Semangat Pelajar yang Berkarakter Mandiri dan Berbudaya yang digelar dalam rangka Pelantikan PC IPNU dan IPPNU Kabupaten Kulonprogo periode 2020-2022, Ahad (25/07/2021) di Gedung PCNU Jl KH Ahmad Dahlan Km 1, Sebokarang, Wates, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pertama, beriman dan terus-menerus belajar. Beriman menjadi dasar dalam bertindak. Dasar organisasi NU adalah agama, maka keimanan akan terus melekat. Sementara organisasi sebagai media belajar. "Luar biasa, jika di saat pemuda lain bersenang-senang, Anda di sini berorganisasi yang artinya memikirkan aset dan potensi negara," kata Gus Hilmy, nama karibnya.
Kedua, berhati bersih. Hati bersih itu tidak neko-neko, senantiasa menjaga kejujuran dan kredibilitasnya. Hati bersih ini dapat kita pelajari dari Nabi Ismail. Ketika Nabi Ibrahim mendapatkan wahyu untuk menyembelih anaknya, Nabi Ismail tidak menolak sama sekali, justru ingin menyegerakan.
Ketiga, berani bersikap. Hal ini juga disampaikan Nabi Ibrahim yang berani mengambil sikap ketika mendapatkan wahyu serta mengobrak-abrik berhala. "Kita bisa lihat bagaimana perlawanan Nabi Ibrahim kepada Raja Namrudz. Sikap ini patut kita contoh, yaitu sikap kritis terhadap kondisi," pintanya.
Gus Hilmy mencontohkan, di masa pandemi ini, hal yang bisa kita lakukan, antara lain mendukung lembaga, pemerintah atau siapa saja yang memiliki kegiatan bagus. Kalau ada kebijakan tidak bagus, mesti kita kritisi. "Kritis adalah cara berpikir tajam dan out of the box," jelasnya.
Keempat, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Rasa ingin tahu ini juga dimiliki oleh Nabi Ibrahim ketika bertanya kepada Allah SWT: bagaimana membuat orang yang mati menjadi hidup kembali? Meski itu urusan Allah SWT, tetapi Nabi Ibrahim mempertanyakannya.
Gus Hilmy mengajak untuk tidak mudah terjebak pada berita yang bombastis, padahal judul dan isinya tidak selaras. Harus mencari tahu lebih dulu bagaimana kebenarannya. "Dengan cara demikian, organisasi kita akan menjadi kritis. Anda boleh berfikir menjadi apa saja, asal tidak menjadi Gusti Allah SWT," pintanya.
Kelima, komitmen. Ini ditunjukkan Al-Quran dalam kisah Nabi Yusuf ketika digoda wanita cantik, kaya dan berkuasa. Tetapi Nabi Yusuf tetap dalam pendiriannya. Bahkan beliau berkata: lebih baik dipenjara daripada menuruti godaan tersebut.
"Godaan akan selalu ada, itu alamiah. Tapi sebagai kader IPNU-IPPNU harus tidak mudah digoda. Kader ini harus berani berkata tidak jika ada hal-hal yang merugikan atau melenceng," ajaknya.
Keenam, mandiri. Mandiri tidak selalu dimaknai secara ekonomi, tetapi harus bisa memotivasi diri. Misalnya, cara berpikir mulai ditata secara dewasa.
Ketujuh, berbudaya. Perlu kepekaan dalam memahami kondisi saat ini sehingga mampu bekerja sama dan bersedia membuka pemikiran terhadap perbedaan. Sesuatu yang baru tidak harus ditolak jika kita memiliki sikap tegas dalam berbudaya.
Selain itu, Gus Hilmy juga mengajak teman-teman dan saudara-saudara dari para kader NU kuliah di kampus atau universitas milik NU. "Kita sebagai orang NU, sebagai kader-kader IPNU dan IPPNU, alangkah lebih baiknya kuliah di Nahdlatul Ulama. Seperti yang ada di Yogyakarta, bahwasanya PW NU punya UNU Yogyakarta. Kalau bukan kita yang mau membesarkan NU mau siapa lagi, kalau bukan kita yang mau merawat tradisi kita, mau siapa lagi," pungkasnya.
Tiga karakter
Narasumber lain, Afif Rizqon dari PP IPNU, menyampaikan bahwa karakter sangat dibutuhkan dan sudah tertuang dalam garis-garis organisasi. "Inilah yang utama harus kita pahami. Prinsip kita, organisasi ini dibentuk adalah sebagai wadah. Wadah sebagai media berkumpul. Ketika berkumpul inilah ada kekuatan bersama dan memperjuangkan kepentingan bersama," ungkapnya.
Pertama, menurutnya, adalah wawasan Kebangsaan. Ciri kebangsaan kita adalah Ahlussunnah wal Jamaah. Sementara di sisi kenegaraan harus memahami Pancasila, UUD, Kebhinekaan, dan lain sebagainya. Kedua, berpengetahuan. Pengetahuan adalah kekuatan, power. Tidak harus secara formal, mencapai pengetahuan bisa didapat dari dan di mana saja.
Ketiga, bersikap moderat. "Segala informasi yang kita dapatkan tidak dikotak-kotakkan. Tetapi diambil secara keseluruhan dan kemudian mengambil jalan tengah. Tidak berusaha membela atau memberatkan satu pihak," kata Afif.
Sedangkan keempat, toleransi, adalah upaya seseorang untuk memahami apa yang berada di luar dirinya.
Kegiatan ini dilaksanakan secara offline dan online melalui media sosial. Peserta offline berasal diikuti internal pengurus dengan tetap mematuhi protokol kesehatan.
Kontributor: Rino Priatama, Akhmad Naufa
Editor: Kendi Setiawan