UIN KH Abdurrahman Wahid Pekalongan Diharapkan Mendunia seperti Gus Dur
Kamis, 29 September 2022 | 10:00 WIB
Peluncuran UIN KH Abdurrahman Wahid Pekalongan dan Peresmian Gedung SBSN di Kampus II Kajen, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, Selasa (27/9/2022) lalu. (Foto: instagram @uingusdur.official)
Pekalongan, NU Online
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pekalongan telah bertransformasi menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) KH Abdurrahman Wahid Pekalongan. Menurut Rektor UIN KH Abdurrahman Wahid atau UIN Gus Dur, Prof Zaenal Mustakim penyematan nama besar Gus Dur membawa sejumlah harapan.
"Pertama, harapannya adalah mudah-mudahan UIN Gus Dur dapat berkarya dan berkontribusi secara maksimal baik bidang akademik maupun non akademik layaknya Gus Dur, tidak hanya bersifat lokal tetapi juga bersifat global mendunia," ujar Zaenal pada peluncuran UIN KH Abdurrahman Wahid Pekalongan dan Peresmian Gedung SBSN di Kampus II Kajen, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, Selasa lalu.
Kedua, sebagaimana yang ditulis oleh Gus Dur dalam buku Muslim di Tengah Pergumulan. Gus Dur mengatakan bahwa PTKIN harus ikut serta membangun masyarakat, menuju masyarakat yang madani, masyarakat moderat, dan juga masyarakat yang berdaya.
"Dengan mengacu pada gagasan Gus Dur, saya berharap UIN Gus Dur bisa menjadi UIN yang kosmopolit, yaitu UIN yang bisa mengintegrasikan modernisme dan tradisionalisme, memadukan keilmuan barat dan juga timur, serta mengharmonisasikan antara agama dan sains," jelas Prof Zaenal.
Ia juga mengatakan agar UIN KH Abdurrahman Wahid Pekalongan menjadi UIN yang inklusif, yaitu UIN yang terbuka terhadap perubahan, UIN yang transformatif, dan juga responsif terhadap tantangan zaman.
"Yang ketiga UIN Gus Dur harus progresif, yaitu maju melampaui kebiasaan yang ada, selalu inovatif, dan juga selalu berkarya untuk perubahan yang lebih baik. Ini adalah cita-cita harapan, mudah-mudahan UIN Gus Dur bisa menggambarkan sebagai institusi yang kosmopolit, inklusif, dan juga progresif. Ini adalah harapan kita semuanya atas penyematan nama besar Gus Dur untuk UIN kita," tandas Zaenal.
Sementara itu putri bungsu KH Abdurrahman Wahid, Inayah Wulandari Wahid mengungkapkan bahwa Gus Dur lebih dari seorang presiden, Gus Dur adalah sosok penggerak.
"Yang Lebih penting adalah Gus Dur seorang penggerak, yang lebih penting adalah menjadi penggerak, dan itu yang digambarkan oleh Gus Dur, dan itu yang selalu dimunculkan oleh Gus Dur," ujar Inayah.
Inayah mengatakan, untuk membawa perubahan yang baik, maka demokrasi jawabannya, dan tidak ada demokrasi tanpa inklusivitas. Menurutnya apabila demokrasi dan inklusivitas menjadi titik tekan, menjadi fokus, dan menjadi garda terdepan dari tulang punggung demokrasi di Indonesia, maka betapa pentingnya UIN KH Abdurrahman Wahid ini berdiri.
"Karena di situlah nanti para punggawa-punggawa demokrasi akan muncul, akan dilahirkan. Bagaimana mereka belajar inklusivitas, bagaimana seperti yang sudah digambarkan oleh Gus Dur. Seperti yang sudah ditunjukan oleh Gus Dur, setiap identitas adalah penting apapun identitasnya karena hanya dari identitas-identitas yang berbeda itulah kita bisa membangun kekuatan di Indonesia," jelasnya.
Kemudian Menteri Agama Republik Indonesia, H Yaqut Cholil Qoumas berharap agar mahasiswa-mahasiswa yang ada di UIN K.H Abdurrahman Wahid menjadi mahasiswa-mahasiswa yang humanis, yaitu mahasiswa yang memanusiakan manusia lain.
"Gus Dur itu nggak pernah ingin kedudukan duniawi apalagi disematkan nama beliau dalam perguruan tinggi seperti ini, tidak. Ketika saya minta nama beliau untuk dijadikan sebagai nama UIN KH Abdurrahman Wahid, saya ingin agar civitas akademika ini meneladani, menjadikan Gus Dur sebagai inspirasi dalam setiap langkah dan perjuangan di lingkungan UIN KH Abdurrahman Wahid. Banyak contoh nilai yang diajarkan Gus Dur kepada kita," ujar Menag.
Ia berharap agar UIN Gus Dur benar-benar menerapkan nilai-nilai kasih sayang. Mengajarkan rahmah kepada mahasiswa agar ketika terjun di masyarakat menjadi manusia yang mampu memanusiakan manusia lain.
"Di UIN KH Abdurrahman Wahid kewajibannya adalah bagaimana mendidik para mahasiswa keluar dari sini benar-benar menjadi manusia-manusia, menjadi mahasiswa-mahasiswa yang meneladani nilai-nilai Gus Dur," tandas Yaqut.
Kontributor: Malik Ibnu Zaman
Editor: Fathoni Ahmad