Umat Hindu dan Muslim Perkuat Gotong Royong dan Kerukunan di Jimbaran
Senin, 15 November 2021 | 00:30 WIB
Kerukunan dan gotong royong telah melekat pada diri umat Hindu dan Muslim di Taman Griya, Jimbaran, Kuta Selatan, Badung, Bali. (Foto: dok. NU Online)
Bali terkenal kebaragaman dan toleransinya. Hampir semua suku dan agama ada di dalamnya. Saling menghargai keyakinan dan saling mendukung kegiatan menjadi kunci utama kuatnya keharmonisan di Pulau Dewata ini.
Perbedaan bukanlah masalah, melaikan anugerah yang mesti dijunjung tinggi untuk mencapai kedamaian dan kenyamanan. Seperti yang terjadi di wilayah Taman Griya, Jimbaran, Kuta Selatan, Badung. Di sini terdapat pelbagai agama, suku dan ras. Namun nihil dari perpecahan dan menjungjung tinggi nilai-nilai toleransi untuk menghindari perpecahan. Sehingga segala kegiatan keagaman dan sosial saling mendukung.
Saat ditemui di Masjid Al-Fatah sehabis Shalat Maghrib, Kamis (11/11/2021), Wakil Ketua Yayasan Al-Fatah, Ustadz Misnaim Hariadi yang juga tokoh Muslim Kuta Selatan menggambarkan keharmonisan yang terjadi di Kuta Selatan.
Menurut dia, kerukunan di lingkungan Taman Griya sudah terjalin sangat kuat. Dirinya membuktikan berdirinya Masjid Al-Fatah yang di Bangun pada tahun 2015, terletak di Taman Griya, Jimbaran, Kuta Selatan. Bukan hanya oleh Muslim, namun keterlibatan saudara-saudara yang non-Muslim berperan besar.
Sebut saja Ketut Sudiarsa alias Tut Bloh, Tokoh Hindu yang juga Kepala Lingkungan Taman Griya 2010-2019, sejak awal pembangunan Masjid Alfatah tidak lepas dari bantuannya. "70 persen sampai 80 persen bahkan atas peran beliau," kata Ustadz Misnaim saat berkunjung ke rumah Tut Bloh, sebelah timur sekitar 10 meter dari Masjid Al-Fatah, Jumat (12/11/2021) malam hari.
Tut Bloh memiliki kedekatan dengan beberapa pihak pemangku kebijakan, sehingga berkat bantuannya, bisa menjembatani komunikasi kepada pihak berkepentingan dibangunnya Masjid Al-Fatah.
Tidak hanya sampai di situ, ketika perluasan lahan Masjid, Tut Bloh ikut berjuang mengupayakan keinginan tersebut terwujud. Syukur Alhamdulillah, saat ini Masjid Al-Fatah semakin lebar dan bertingkat tiga yang awalnya hanya satu lantai.
"Alhamdulillah setiap renovasi kami mendapat dukungan penuh. Tokoh-tokoh agama yang lain men-support. Sangat dibantu. Ke depan penerus kita juga harus melestarikam hubungan harmonis ini," pesan Ustadz Misnaim yang juga Katib PCNU Badung.
Merespons hal tersebut, Tut Bloh tertawa sambil merendah diri. Tut Bloh mengatakan, lahan yang tidak dipakai pinggir masjid milik Pemerintah Kabupaten Badung eman jika dibiarkan kosong, alangkah baiknya dimanfaatkan untuk saudara-saudara muslim dengan perluasan lahan.
Tampak Rumah Tut Bloh berdekatan dengan Masjid Al-Fatah, sekitar 10 meter. Tapi baginya, tidak ada rasa terganggu. Karena menurutnya, kebersamaan dan kenyamanan masyarakat hal yang utama.
Sedari awal, ketika dirinya dipercaya menjabat Ketua Lingkungan, kondisifitas dan kenyamanan menjadi prioritas. Sebab, jika terjadi ketidak kerukanan, saling curiga, maka tidak akan tercipta ketenteraman sosial.
Masyarakat Taman Griya, Jimbaran sudah terbiasa melaksanakan kegiatan bersama, saling mengahargai keyakinan, dan kegiatan satu sama lain menjadi prinsip utama. Misal ketika Hari Raya Galungan dan Kuningan, sebagai saudara, Umat Muslim datang berkunjung silaturahim sambil membawa bingkisan berupa parcel.
Hal itu dilakukan tidak lain untuk mempererat hubungan yang sudah terjalin harmonis. "Baru saja 10 November 2021 Umat Hindu merakan Galungan, dari Pengurus Masjid Al-Fatah memberikam parcel," terang Ustadz Misnaim yang juga Ketua MUI Kuta Selatan.
Menurut pengakuan Ustadz Misnaim, sumber dananya bisa dari hasil iuran. "Intinya dari pengurus," tambahnya. Begitu pun sebaliknya, ketika Muslim merayakan Hari Raya Idul Fitri, saudara-saudara Hindu berkunjung/silaturahim. Hal ini diakui oleh Tut Bloh saat berbincang santai saya dan Ust. Misnaim dikediamannya.
Bentuk kegiatan lainnya ketika Muslim mengadakan acara peringatan hari-hari besar Islam. Keterlibatan Saudara-saudara Hindu dan Nasrani bergandengan. Terutama di keamanan, Pecalang (keamanan desa adat) bersama teman-teman Banser NU di lapangan mengamankan acara. Itu sudah biasa. Begitu pun sebaliknya, ketika saudara-saudara Hindu menggelar acara di Banjar, Muslim biasa menghadiri dan saling membantu.
Kebersamaan dan kerukunan ini semakin kokoh karena tidak ada pembatas dalam kegiatan sosial, dan tanpa mengusik kegiatan-kegaiatan keagamaan dari masing-masing kepercayaan. Saling komunikasi, kordinasi dan silaturahim sebagai pintu saling memahami.
Hal itu di antaranya sering dilakukan saat acara Halal Bihalal oleh Muslim. Kegiatan Halal Bihalal adalah kegiatan silaturahim yang biasanya dikemas dengan pengajian. Tak ketinggalan, tokoh-tokoh dari lintas agama juga diundang pada acara tersebut. "Sering kami hadir atas undagan saudara-saudara Muslim seperti Halal Bihalal," kata Tut Bloh yang sudah berumur 58 tahun ini.
Begitu pun saat Hari Raya Kurban/Hari Raya Idul Adha. Keterangan Ust. Misnaim, bukan hanya berbagi ke sesama Muslim, tapi semua tokoh agama dan saudara non-Muslim juga diberikan daging kurban. "Jadi ketika hari raya kurban, kita juga berbagi ke saudara-saudara yang non-Muslim," tambahnya.
Kebersamaan dan kerukunan yang terjalin kuat ini kemudian memudahkan banyak kepentingan dan kerja sama. Seperti kegiatan sosial berupa donor darah, dan vaksin, tanpa melihat identitas agamanya mereka bekerjasama untuk kemanfaatan.
Ustadz Misnaim berpandangan toleransi menjadi sebuah keniscayaan dan keharusan yang harus dipegang teguh setiap Muslim. Saling menghargai dan menghormati wajib dijungjung tinggi. Sebab Agama Islam telah mengajarkan hal tersebut. Perbedaan keyakinan bukanlah masalah yang mesti dipertentangkan, melainkan saling merangkul dan menhargai antar satu sama lain. Terbukti, di Taman Griya Jimbaran kedamaian dan ketentraman terwujud. Maka diharapkan generi mendatang dapat melestarikan dan mempertahankan.
"Sangat menjungjung tinggi toleransi. Perbedaan sebuah keniscayaan. Agar saling mengenal. Dan memang sudah ajaran Islam. Alhamdulillah banyak kita jumpai di Bali berbagai macam suku, ras dan agama, tapi kita tetap bisa bersatu," bangganya.
Begitupun menurut Tut Bloh, urusan keyakinan menjadi urusan setiap pribadi individu dengan tuhannya, tapi urusan sosial dengan menjaga kerukunan, keharmonisan harus menjadi komitmen bersama. Dirinya meyakini, semua agama memiliki toleransi untuk saling menghargai dan menghormati setiap keyakinan.
"Harapan saya hal-hal seperti ini bisa terjaga selamanya. Kenyamanan lewat saja susah. Kalau bibit permusuhan diredam diawal pershabatan akan tentram," harap Tut Bloh.
Tokoh Muslim Kuta Selatan, KH. Abdul Aziz yang juga sebagai Ketua PWNU Bali menjunjung tinggi toleransi dan merasa bangga atas kerukunan yang ada di Kuta Selatan. Menurutnya, dalam konteks sosial harus bekerja bersama-sama. Adapun soal agama, ada ketentuan batas yang sudah diatur tanpa harus saling menyakiti melainkan saling menghargai. Kebersamaan inilah ciri dari Nahdlatul Ulama. Bekerja dan membantu tulus atas nama kemanusiaan.
Camat Kuta Selatan, Ketut Gede Arta, merasa bangga dan mengapresiasi atas kerukunan dan keharmonisan yang sudah terbangun di wilayahnya. Menurutnya, kebersamaan ini bukan hal baru, melainkan sudah tertanam dan masyarakat memliki kesadaran yang tinggi atas toleransi. Di Kuta Selatan semua agama, suku, dan ras hampir ada, namun mampu bersatu dan saling melengkapi.
Ketut Gede mencontohkan kegiatan vaksinisasi yang diselenggarakan dibeberapa tempat ibadah seperti masjid, termasuk di Masjid Al-Fatah. Seluruh umat hadir, bukan hanya Muslim, tapi saudara-saudara yang Hindu, Kristen, Konghucu, Nasrani ikut terlibat di sana. Dirinya berjanji akan terus menggelorakan kebinekaan, di mana pun dan kapan pun. "Kebhinekaan ada di Kuta Selatan," tegasnya di Kuta Selatan, Sabtu (13/11/2021).
Penulis: Wandy
Editor: Fathoni Ahmad
Konten ini hasil kerja sama NU Online dengan Biro Humas, Data, dan Informasi Kementerian Agama RI