Umrah Mandiri Legal, Wamenhaj Sebut Penyesuaian Regulasi di Arab Saudi
Sabtu, 25 Oktober 2025 | 21:30 WIB
Jakarta, NU Online
Pemerintah resmi melegalkan umrah mandiri. Kebijakan tersebut memastikan calon jamaah umrah bisa berangkat sendiri tanpa melalui biro travel umrah atau Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU).
Legalisasi umrah mandiri disetujui pemerintah bersama DPR RI lewat UU No 14 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas UU No 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Wakil Menteri Haji dan Umrah, Dahnil Anzar Simanjuntak menjelaskan bahwa perubahan kebijakan ini merupakan respons atas dinamika regulasi yang terjadi di Arab Saudi.
"Untuk itu perlu regulasi yang memberikan perlindungan untuk jamaah umrah kita yg memilih umrah mandiri, serta juga melindungi ekosistem ekonominya," kata Dahnil kepada NU Online, Sabtu (25/10/2025).
Pemerintah, kata Dahnil, memandang perlu untuk memberikan payung hukum dan mekanisme pengaturan yang jelas agar pelaksanaannya tetap terjamin aspek keamanan, perlindungan, serta ketertiban administrasinya.
Pertama, Pasal 86 ayat (1) huruf b menegaskan bahwa perjalanan ibadah umrah dilakukan secara mandiri sehingga memberikan pengakuan hukum terhadap praktik umrah mandiri.
Kedua, Pasal 87A mengatur bahwa setiap orang yang melaksanakan umrah mandiri wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Beragama Islam; b. Memiliki paspor yang masih berlaku paling singkat 6 (enam) bulan dari tanggal keberangkatan; c. Memiliki tiket pesawat tujuan Arab Saudi dengan tanggal keberangkatan dan kepulangan yang jelas; d. Memiliki surat keterangan sehat dari dokter; dan e. Memiliki visa serta bukti pembelian paket layanan dari penyedia layanan melalui Sistem Informasi Kementerian.
Penjelasan huruf (e), kata Dahnil, menegaskan bahwa Kementerian Haji dan Umrah Republik Indonesia akan bekerja sama dengan Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi serta platform Nusuk, agar seluruh data dan transaksi umrah mandiri tercatat, terintegrasi, dan terpantau dengan baik.
"Hal ini menjadi bentuk perlindungan negara terhadap WNI di luar negeri yang melaksanakan ibadah umrah secara mandiri," ujarnya.
Ketiga, Pasal 88A memberikan jaminan hak bagi jamaah umrah mandiri, yakni: a. memperoleh layanan yang sesuai dengan perjanjian tertulis yang disepakati antara penyedia layanan dengan Jamaah Umrah; dan b. melaporkan kekurangan dalam pelayanan penyelenggaraan Ibadah Umrah kepada Menteri.
Sanksi Tegas bagi yang Melanggar
Dahnil memaparkan dalam rangka menjaga tata kelola dan memberikan perlindungan hukum bagi jamaah maupun penyelenggara resmi, Undang-Undang ini juga memuat sanksi tegas.
Hal ini termuat dalam Pasal 122, setiap perorangan atau korporasi yang bertindak sebagai penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU) tanpa izin, atau mengumpulkan serta memberangkatkan jamaah umrah tanpa hak, dapat dipidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak kategori VI (Rp2 miliar).
Selain itu, setiap orang yang tanpa hak mengambil sebagian atau seluruh setoran jamaah umrah diancam dengan pidana penjara hingga 8 tahun dan/atau denda paling banyak kategori VI.
"Ketentuan ini diberlakukan untuk menjaga iklim usaha penyelenggaraan umrah yang sehat dan adil, sekaligus melindungi PPIU resmi agar tidak terganggu oleh pihak-pihak yang bertindak seolah-olah sebagai penyelenggara umrah dengan dalih umrah mandiri," jelasnya.
Dahnil menegaskan bahwa umrah mandiri bersifat personal, artinya hanya dapat dilakukan oleh individu yang mendaftar dan tercatat sendiri dalam Sistem Informasi Kementerian.
"Skema ini tidak dapat digunakan untuk menghimpun, mengoordinasi, atau memberangkatkan jamaah secara kolektif di luar mekanisme resmi yang telah ditetapkan," jelasnya.
Diketahui, Pemerintah Indonesia resmi melegalkan umrah mandiri melalui UU Nomor 14 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Umrah mandiri ini diatur dalam Pasal 86 UU PIHU dengan syarat yang lebih rinci dalam Pasal 87A beleid yang sama.
Syarat ini mewajibkan calon jamaah umrah memiliki paspor yang berlaku paling singkat enam bulan dan memiliki tiket pulang pergi. Kemudian, memiliki surat keterangan sehat dari dokter, serta memiliki visa, tanda bukti pembelian paket layanan dari penyedia layanan.
Sebelumnya, regulasi soal umrah mandiri dalam UU 14/2025 memunculkan sejumlah reaksi dari asosiasi maupun biro perjalanan umrah. Namun mayoritas menolak legalisasi umrah mandiri karena dapat mengancam bisnis mereka.