UU Cipta Kerja Perluas Impor Pangan, Nasib Petani Makin Terhimpit
Kamis, 8 Oktober 2020 | 08:45 WIB
Jakarta, NU Online
Pernyataan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Said Aqil Siroj yang mengatakan bahwa pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja oleh DPR RI menindas para buruh, petani, dan rakyat kecil bukan isapan jempol.
"RUU Cipta Kerja sangat tidak seimbang karena hanya menguntungkan satu kelompok. Hanya menguntungkan konglomerat, kapitalis, investor. Tapi menindas dan menginjak kepentingan dan nasib para buruh, petani, dan rakyat kecil,” tegas Kiai Said, Rabu (7/10) kemarin di Jakarta.
Penegasan Kiai Said tersebut dapat dilihat dari pasal tentang pangan yang menjelaskan soal sistem impor pangan yang semakin diperluas dalam RUU Cipta Kerja.
Dalam ketentuan umum Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 disebutkan bahwa ketersediaan pangan adalah kondisi tersedianya pangan dari hasil produksi dalam negeri dan cadangan pangan nasional serta impor apabila kedua sumber utama itu tidak dapat memenuhi kebutuhan.
Namun, ketentuan tersebut direvisi dalam RUU Cipta Kerja menjadi, ketersediaan pangan adalah kondisi tersedianya pangan dari produksi dalam negeri, cadangan pangan nasional, dan impor pangan. Para pakar menilai, revisi terhadap sejumlah pasal dalam UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan jelas-jelas memberi ruang importasi pangan yang lebih luas.
Mengutip Harian Kompas edisi 8 Oktober 2020 halaman 9, dengan revisi tersebut, pengesahan RUU Cipta Kerja membuka lonjakan impor pangan. Sebab, dari keterangan RUU Cipta Kerja itu, impor tidak lagi menyaratkan kecukupan stok dan produksi dalam negeri. Selain itu, impor juga menjadi sumber penyediaan pangan yang setara.
Situasi tersebut dikhawatirkan semakin menghimpit petani, peternak, dan pembudidaya yang sejak Indonesia merdeka belum beranjak dari kemiskinan dan masih tertatih-tatih mendongkrak kesejahteraan. Oleh karena kalah bersaing, sementara itu instrumen perlindungan semakin lemah, petani dengan skala usaha kecil terancam bakal semakin terkucil.
Selain itu, Pasal 14 ayat 1 UU Nomor 18 Tahun 2012 soal sumber penyediaan pangan juga direvisi di RUU Cipta Kerja dengan memasukkan pangan impor sebagai salah satu prioritas pengadaan. Dengan kata lain, hal ini menyetarakan posisi antara pangan impor dengan pangan hasil produksi dalam negeri dan cadangan pangan nasional.
Tak bisa dipungkiri, selama ini impor pangan menjadi salah satu sumber masalah yang menekan kesejahteraan petani di dalam negeri. Sebab itu, pelonggarakan importasi komoditas pangan yang diatur dalam RUU Cipta Kerja berpotensi semakin menekan petani karena produknya bakal kalah bersaing.
Karena itu, sejumlah pakar menilai, perubahan UU Pangan melalui RUU Cipta Kerja dapat bermuara pada pemiskinan petani. Hal ini sudah semestinya menjadi perhatian serius pemerintah karena mayoritas penduduk miskin tinggal di perdesaan dan mereka masih bergantung pada sektor pertanian.
Pewarta: Fathoni Ahmad
Editor: Muchlishon