Jakarta, NU Online
Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Saadi menegaskan bahwa tidak benar pembatalan keberangkatan jamaah haji karena ada motif-motif lain, seperti akan digunakannya uang jamaah untuk memperkuat nilai tukar rupiah.
Tuduhan ini menurutnya merupakan fitnah yang sangat keji dan sama sekali tidak berdasar. "Statemen seperti itu hanya mungkin keluar dari orang yang sudah terbiasa dengan pikiran kotor dan suka mencari sensasi," tegasnya, Jumat (5/6).
Skema pengaturan Bipih tersebut menurutnya sudah disampaikan oleh Menteri Agama pada saat Rapat Kerja dengan Komisi 8 DPR RI pada tanggal 11 Mei 2020 secara virtual. Komisi VIII DPR RI pun dapat menerima usulan Kemenag tersebut, sehingga menjadi kesimpulan dalam rapat.
"Kami sangat menghormati kritik sepanjang kritik tersebut dilandasi niat yang baik, obyektif, dan argumentatif. Bukan kritik yang subyektif, asumtif dan hanya untuk mencari sensasi semata," kata Wamenag.
Kebebasan berpendapat, termasuk menyampaikan kritik dalam sebuah negara demokrasi menurutnya adalah hak asasi yang dilindungi oleh konstitusi. Tetapi, hendaknya disampaikan dengan penuh tanggung jawab, bermartabat dan berbudaya.
Proses pembatalan haji 2020
Wamenag menjelaskan bahwa sejak awal bulan Maret Covid-19 mewabah di Indonesia, telah berdampak pada berbagai aspek kehidupan, termasuk layanan sosial keagamaan di bidang penyelenggaraan ibadah haji.
Kondisi dan situasi ini disikapi Kementerian Agama dengan membentuk Pusat Krisis Haji 2020 melalui Keputusan Menteri Agama (KMA) No 392 TAHUN 2020 yang diberi mandat untuk merancang, menyusun dan mengoordinasikan mitigasi krisis pada penyelenggaraan ibadah haji tahun 2020.
"Tim ini telah menyusun dokumen lengkap skenario mitigasi penyelenggaraan ibadah haji, yang disusun mengikuti perkembangan dan dinamika Covid-19, baik di Arab Saudi maupun di Indonesia hingga akhir April," jelasnya.
Ada tiga skema penyelenggaraan ibadah haji yang disiapkan oleh Kemenag. Pertama, ibadah haji diselenggarakan normal. Kedua, penyelenggaraan dengan pembatasan kuota. Ketiga, penyelenggaraan haji tahun 2020 dibatalkan.
Pada akhirnya Kementerian Agama mengambil keputusan untuk membatalkan penyelenggaraan ibadah haji tahun 2020 demi melindungi keselamatan jiwa jamaah dan petugas haji dari wabah Covid-19. Pertimbangan lain juga karena tidak cukup waktu untuk menyiapkan teknis penyelenggaraannya, karena faktanya sampai sekarang Kementerian Haji Arab Saudi belum juga ada kepastian terkait hal tersebut.
"Kebijakan pembatalan keberangkatan jamaah haji reguler dan khusus, maka Kementerian Agama menerbitkan Surat Keputusan Menteri Agama RI Nomor 494 Tahun 2020 Tentang Pembatalan Keberangkatan Jemaah Haji pada penyelenggaraan ibadah haji tahun 1441 H/2020 M," jelasnya.
KMA tersebut menurutnya merupakan payung hukum yang mengatur hal ihwal yang berhubungan dengan akibat hukum yang timbul dari pembatalan penyelenggaraan ibadah haji tahun 2020. Antara lain, hak jamaah haji yang telah melunasi Bipih (Biaya Perjalanan Ibadah Haji) tahun 2020 ini akan menjadi jamaah haji tahun 1442 H/2021 M.
Sementara ada dua pilihan terkait setoran pelunasan Bipih yang sudah dibayarkan oleh jamaah haji. Pertama, setoran pelunasan Bipih yang dibayarkan akan disimpan dan dikelola secara terpisah oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
Nilai manfaat dari setoran pelunasan itu akan diberikan oleh BPKH kepada jamaah haji yang bersangkutan paling lambat 30 hari sebelum pemberangkatan kloter pertama penyelenggaraan ibadah haji tahun 1442 H/2021 M. Pilihan kedua, setoran pelunasan Bipih dapat diminta kembali oleh jamaah haji.
Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Kendi Setiawan