Semua pihak perlu memahami berbagai jenis perundungan yang mungkin terjadi di lingkungan pendidikan agar dapat mencegahnya. (Foto: ilustrasi/Freepik)
Jakarta, NU Online
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Aris Adi Leksono mengatakan bullying atau perundungan di lingkungan pendidikan masih kerap terjadi. Hal itu membawa citra tidak baik bagi pendidikan sebagai tempat proses humanisasi berlangsung, dikarenakan tidak sesuai keinginan bahkan menimbulkan suatu kekhawatiran bagi perkembangan anak.
"Masih banyaknya rasis dan diskriminasi muncul di pendidikan. Memilih teman berdasarkan ekonomi, agama dan latar belakang lainnya," ungkap Aris saat memberi materi Mewaspadai Bahaya Perundungan di Sekolah Dasar yang dilaksanakan oleh Kelompok Kerja Guru (KKG) Jati Asih, Kota Bekasi, Jawa Barat secara daring melalui Zoom Metting pada Jumat (17/3/2023) malam.
Untuk itu, Aris mengajak kepada para guru untuk menghapus dosa besar pendidikan, yaitu kekerasan seksual, intoleransi, dan bullying.
Aris menjelaskan beberapa jenis perundungan yang mungkin terjadi di satuan pendidikan khususunya yang dialami siswa.
Adapun jenis-jenis bullying menurutnya sebagai berikut
- Bersifat fisik seperti memukul, menampar, mendorong, menggigit, menendang, mencubit, mencakar, pelecehan seksual, dan sebagainya
- Non-fisik seperti mengancam, mempermalukan, merendahkan, mengganggu, memanggil dengan julukan atau kecacatan fisik, dan lainnya
- Siber yaitu melalui media elektronik
- Verbal
- Non-verbal langsung dan non-verbal tidak langsung.
Aris berharap setelah mengetahui jenis-jenis perundungan tersebut, tenaga pendidik dan semua pihak terkait dapat melakukan pencegahan sekaligus perlindungan secepat mungkin kepada korban bullying.
Sebelumnya Aris mengatakan bahwa setiap anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari kejahatan seksual, kekerasan fisik dan kekerasan lainnya, baik yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, atau pihak lain. Menurutnya, pendidikan memegang peran penting dalam perkembangan peserta didik sehingga lingkungan pendidikan ramah anak harus diwujudkan.
"Anak di dalam satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain sesuai pasal 54 ayat 1, UU 35/2014," tegas Aris.
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (PP Pergunu) itu menjelaskan perilaku perundungan ini telah menjadi satu kebiasaan yang berdampak pada ketidakseimbangan pada aspek sosial dan fisik antarsesama manusia. Oleh karena itu, perilaku kekerasan ini sangat mendapatkan perhatian khusus, baik dari pihak pemerintah, pendidik, sampai kepada setiap orang tua.
Aris menyampaikan terdapat beberapa faktor terjadinya perundungan di lingkungan satuan pendidikan, di antaranya
- Adanya kesempatan untuk melakukan perundungan
- Adanya anak yang merasa dominan atau memiliki harga diri ataupun konsep diri yang rendah di sekolah dan memiliki karakter agresif. Hal itu bisa disebabkan karena pengalaman atau pola asuh keluarga yang kurang sesuai
- Minimnya pengawasan dan rendahnya kepedulian sekolah terhadap perilaku siswa-siswanya
- Lingkungan sekolah yang mendukung tumbuh suburnya premanisme, misalnya; munculnya geng atau kelompok yang tidak terorganisir dan tidak mempunyai tujuan yang jelas.
Kontributor: Erik Alga Lesmana
Editor: Kendi Setiawan