Waspadai Penyalahgunaan Dana Amal untuk Jaringan Teroris
Senin, 8 November 2021 | 09:30 WIB
Jakarta, NU Online
Saat ini marak terjadi penyalahgunaan dana infak, sedekah (filantropi) untuk jaringan terorisme melalui berbagai macam cara. Atas kondisi ini, semua pihak harus mengawasi dengan ketat banyaknya kotak-kotak amal yang mudah dijumpai di tempat-tempat keramaian. Kotak-kotak tersebut banyak yang mengatasnamakan anak-anak yatim, panti jompo, pembangunan masjid, majelis taklim, atau atas nama agama dengan dilengkapi ayat atau hadits tentang keutamaan bersedekah dan lain-lain.
“Semua itu wajar untuk dicurigai, karena saat ini sudah semakin banyak orang yang makan dengan "menjual" agama, mengeksploitasi keikhlasan pihak lain yang berdonasi untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya, terbukti sama sekali bukan untuk kemaslahatan umat manusia,” kata Rais Syuriyah Pengurus Besar nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Ishomuddin mengungkapkan keprihatinannya terhadap fenomena ini, Senin (8/11/2021).
Padahal menurutnya banyak masyarakat dengan sukarela mendonasikan dana filantropi seperti zakat, infak, dan sedekah demi kemanusiaan dan untuk menolong sesama. Mereka dengan ikhlas mengamanatkan donasinya itu kepada perorangan atau lembaga yang mengatasnamakan diri untuk suatu kegiatan filantropis.
“Namun tidak jarang dan sudah banyak bukti nyata bahwa amanat itu tidak mencapai tujuannya. Dana filantropi disalahgunakan untuk tujuan lainnya, seperti untuk memperkaya diri, untuk berpoligami, dan bahkan hingga untuk mendanai kegiatan terorisme. Suatu tujuan yang amat jauh menyimpang dari pencapaian nilai-nilai kemanusiaan yang dituju oleh filantropi,” ungkapnya.
Keikhlasan para donatur ini lanjutnya, dieksploitasi sedemikian rupa hingga dana-dana filantropi menumpuk. Meskipun demikian, mereka tidak pernah tahu jika mereka ditipu, mereka juga tidak pernah tahu dana sebanyak itu ‘dilahap’ sendiri atau didistribusikan untuk kegiatan apa.
“Dana filantropi mudah disalahgunakan karena sejak awal tidak rapi terdata, tidak ada transparansi, tidak ada laporan keuangan, tidak pernah ada kontrol, dan tidak pernah ada sanksi bagi yang menyalahgunakannya,” katanya dalam keterangan tertulisnya.
Oleh sebab itu, setiap penggalangan dana dari masyarakat wajib mematuhi prinsip yang bisa dipertanggungjawabkan. Seperti transparansi, harus bisa diaudit, secara pasti diketahui oleh semua pihak terkait berapa nominal yang terkumpul, dan dengan jelas distribusi dan penggunaannya bisa dipertanggungjawabkan.
“Selain itu, agar dana filantropi tidak disalahgunakan, apalagi untuk mendanai teroris, kontrol yang intens dari anggota masyarakat dan pengawasan dari pihak yang berwenang, yakni dari pihak pemerintah, adalah sesuatu yang niscaya. Dan yang tidak kalah penting semua pihak yang terbukti terlibat menyalahgunakan dana filantropi, seperti untuk terorisme, harus dikenai sanksi hukuman yang berat,” tegasnya.
Sebelumnya, Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadiv Humas) Polri Irjen Argo Yuwono dalam keterangan tertulisnya menyebut kasus penyalahgunaan dana filantropi yang dilakukan oleh jaringan teroris. Ia menyebut bahwa dana tersebut bersumber dari sumbangan masyarakat maupun beberapa perusahaan logistik yang dikumpulkan sejumlah yayasan yang merupakan sayap organisasi Jamaah Islamiyah (JI), salah satunya adalah Syam Organizer. Dari Rp 124 miliar dana yang terkumpul, baru Rp 1,2 miliar yang dialirkan ke JI.
Adapun rincian dana tersebut sebagian besar berasal dari pembelian lahan senilai Rp 16,814 miliar. Kemudian, dana lainnya juga didapat dari perusahaan logistik PT SM senilai Rp 370 juta.
Selain itu, ada juga dana dari Syam Organizer senilai Rp 1,9 miliar. Sebelumnya, Polri telah mengungkapkan bahwa Syam Organizer merupakan yayasan amal kelompok JI yang bergerak dalam penggalangan dana.
Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Kendi Setiawan