Jakarta, NU Online
Tiga tahun lalu, di suatu Senin sore, sosok berusia 81 tahun datang ke PBNU. Langkah kakinya perlahan dengan 2 orang menggandeng di kiri dan kanannya. Ia dipapah keduanya menuju lantai 3 gedung itu.
Sosok sepuh itu diterima langsung KH Said Aqil Siroj, Ketua Umum PBNU saat itu, di ruangannya. Dengan nada bicara yang lirih, ia mengaku kehadirannya tidak dengan tujuan khusus, hanya silaturahim dan kerinduan.
Sosok sepuh itu adalah Hamzah Haz, Wakil Presiden Republik Indonesia ke-9, kelahiran Ketapang, Kalimantan Barat pada 15 Februari 1940. Politikus gaek sedari muda.
Pada pertemuan itu, Hamzah Haz mengungkapkan bahwa dia setelah berkarier cukup lama di luar, di usianya yang senja, tetap tak pernah melupakan NU.
Memang ia mengenal NU sedari muda. Pada saat jadi mahasiswa di Yogyakarta, ia aktif di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat Akademi Koperasi di Yogyakarta periode 1962–1965.
Saat pulang ke Kalimantan Barat, ia melanjutkan studi di Universitas Tanjungpura. Di kampus itu, ia melanjutkan aktivitas di PMII Cabang Kalbar dan menjadi Ketua PKC PMII Kalbar periode 1965-1971. Ia juga aktif di Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) Konsulat Pontianak dan menjadi Ketua Presidium KAMI.
Pada 1970 ia menjadi wakil Ketua Partai Nahdlatul Ulama. Sejak saat itu pula jadi anggota DPR dari NU. Saat NU fusi ke dalam Partai Persatuan Pembangunan, ia berada di dalamnya. Ketika NU kembali ke khittah, ia juga tetap berada di dalamnya. Puncak kariernya di partai tersebut menjadi ketua umum sejak 1998 sampai 2008.
Piawai anggaran untuk rakyat
Meskipun lama aktif di legislatif, Hamzah Haz juga pernah jadi bagian eksekutif dengan menjadi menteri di bawah kepemimpinan dua presiden, BJ Habibie dan Gus Dur. Kemudian menjadi wakil presiden di era Megawati Soekarnoputri.
Menurut Angota DPR RI, Andi Najmi Fuaidi, sepak terjang Hamzah Haz di parlemen adalah kepiawaiannya dalam mengawal anggaran dengan yang berpihak ke rakyat, terutama umat Islam.
“Setahu saya beliau selalu di komisi anggaran DPR RI. Sangat piawi dalam memperjuangkan anggaran yang berpihak pada umat Islam, NU, karena beliau memahami betul tentang skema APBN,” kata Andi kepada NU Online, Rabu (24/7/2024) di Jakarta.
Ia menyebutkan, salah satu perjuangan Hamzah Haz adalah terkait bantuan keagamaan yang diperluas sampai tunjangan atau insentif bagi pengurus atau takmir masjid.
Baca Juga
Hamzah Haz: Orde Baru Bikin Susah Rakyat
Karena kepiawaian Hamzah Haz dalam bidang anggaran, menurut Andi, tak heran kemudian dipercaya Presiden BJ Habibie ditunjuk sebagai Menteri Negara Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pada 1998-1999.
Kemudian saat Presiden KH Abdurrahman Wahid, Hamzah Haz ditunjuk sebagai Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat dan Pengentasan Kemiskinan. Kepercayaan itu merupakan hal yang berhubungan dengan kepiawaian dan perhatiannya sejak ia di parlemen.
Kepiawaian tersebut sepertinya tak bisa dilepaskan dari riwayat pendidikannya sedari remaja. Ia pernah menjalani pendidikan formalnya di Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA) di Pontianak, Kalimantan Barat lulus 1961.
Kemudian melanjutkan pendidikan di Akademi Koperasi di Yogyakarta 1962-1965. Pada 1965, ia kembali ke Pontianak dan melanjutkan kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Tanjungpura.
Pada tahun-tahun itu, kepekaannya terhadap masyarakat terasah dengan menjadi wartawan surat kabar Pontianak, Harian Bebas, dan menjadi Pemimpin Umum Harian Berita Awau.
Wakil Presiden Ke-9 RI, pemimpin NU
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) berpendapat, Hamzah Haz adalah sosok aktivis sedari muda, pejuang, dan pemimpin NU yang gigih semasa hidupnya.
"Beliau adalah aktivis, pejuang, dan pemimpin Nahdlatul Ulama yang gigih sepanjang hidupnya untuk memperjuangkan Nahdlatul Ulama, memperjuangkan bangsa dan negara," imbuhnya.
Berdasarkan ungkapan Gus Yahya itu, sepak terjang Hamzah Haz tak bisa dilepaskan dari kepemimpinannya di pemerintahan dan NU.
Kemampuannya dalam memimpin itu, secara pribadi diakui Hamzah Haz merupakan buah dari pembelajarannya dari tokoh-tokoh NU, salah satunya dari KH Idham Chalid.
"Beliau telah memberikan contoh prilaku hidup sehari-hari. Terutama dalam hal kepemimpinan, saya ini mengikuti beliau," katanya saat menyampaikan penghormatan terakhir kepada KH Idham Chalid di rumah duka Komplek Yayasan Darul Ma'arif, Cipete, Jakarta Selatan, Ahad (11/7/2010) siang dalam berita NU Online.
Menurutnya, Kiai Idham telah berhasil mempersatukan berbagai elemen politik Islam yang ada dan tidak kontroversial. “Dan satu hal yang khas dari beliau, adalah ketaatannya kepada ulama yang besar sekali," katanya.
Ia mengakui juga, menjadi Wakil Presiden Indonesia ke-9 adalah buah dari didikan tokoh NU yang menurut Mahbub Djunaidi memiliki logika dan selera humor yang tinggi. "Saya sendiri bisa menjadi wakil presiden ini karena Kiai Idham Chalid," katanya.
Hari ini, tokoh sepuh yang bersilaturahim dan mengungkapkan kerinduannya ke PBNU tiga tahun lalu itu, tutup usia di Klinik Tegalan, Jakarta, sekitar pukul 09.30.