Mendigdayakan Nahdlatul Ulama Menjemput Abad Kedua Menuju Kebangkitan Baru. (foto ilustrasi: NU Online)
Perayaan satu abad Nahdlatul Ulama (NU) yang mengambil tema "Mendigdayakan Nahdlatul Ulama Menjemput Abad Kedua Menuju Kebangkitan Baru" benar-benar mengguncang dunia. Kegiatan-kegiatan berskala internasional seperti R20 di Bali dan Seminar Internasional Fikih Peradaban menabur spirit yang luar biasa. Spirit yang mekar sepanjang kegiatan kontekstual tersebut diarahkan untuk membangun peradaban baru. Banyak tokoh besar dunia hadir ke Sidoarjo. Topik-topik yang dibahas pun menyangkut kehidupan bermasyarakat di kancah internasional.
Sebut saja pembahasan dalam Muktamar Internasional Fikih Peradaban I, yang mengangkat isu Piagam PBB di mata syariat Islam. Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) mengatakan bahwa Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bisa dipakai sebagai sumber hukum Islam.
Lebih jauh lagi, Gus Yahya menilai keabsahan Perdana Menteri India Narendra Modi sebagai wakil bagi warga India, khususnya untuk umat Islam. Absah pula tanda tangan Perdana Menteri Jawaharlal Nehru pada Piagam PBB. Sekalipun Modi dan Nehru merupakan non muslim (liputan6.com, 6/2/2023).
Kegiatan inti lainnya yang masih bernuansa internasional adalah Malam Anugerah Satu Abad NU. Kegiatan ini merupakan ajang pemberian anugerah kepada institusi dan individu yang dianggap memberi kontribusi dalam memperjuangkan peradaban dan juga dunia baru yang lebih mulia dan berkeadilan.
Institusi yang dipilih adalah Universitas al-Azhar Kairo Mesir. Sedangkan para individu yang terpilih adalah para keturunan Sayyid Abbas bin Abdul Aziz, Syekh Yasin al-Fadani, dan Martin van Bruinessen (republika.co.id, 31/1/2023).
Kemudian satu penghormatan luar biasa diberikan oleh Syekh Fadhil al-Jailani, cucu ke-25 Syekh Abdul Qadir al-Jailani. Beliau mengatakan, apabila dirinya pergi ke Indonesia dan ada orang yang bertanya hendak ke mana, maka beliau akan bilang: saya datang ke negara saya sendiri, yang dijaga oleh Allah swt (nu.or.id 7/2/2023).
Dalam usianya yang satu abad ini, NU telah betul-betul mendunia; mengapresiasi dunia dan diapresiasi oleh dunia. Hal ini mengingatkan kita pada kebangkitan kedua NU sejak pertama kali didirikannya. Kita bersama tahu, NU didirikan sebagai gerakan internasional untuk melawan perkembangan gerakan maupun ideologi Wahhabisme.
Dalam rangka menegaskan identitas keagamaan NU, Kiai Abdul Wahab Hasbullah membangun jaringan ulama Jawa, Malaysia, Singapura, Arab Saudi, dan Mesir. Beliau mengupayakan izalatus sukut (menolak diam) ketika akidah Ahlussunnah wal Jamaah mendapat penentangan global.
NU pun berdiri dan akidah Ahlussunnah wal Jamaah an-Nahdliyyah mendapat panggung internasional. Alim ulama Nahdliyin kembali fokus pada perjuangan meraih kemerdekaan sekaligus mengisinya. Hal itu terus berlanjut melewati fase-fase sejarah; Orde Lama, Orde Baru, dan Reformasi. Kala itu, representasi Nahdliyin berhasil menjadi orang nomor satu di Indonesia.
Kiai Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menciptakan sejarah. Beliau tidak saja berkiprah di level nasional, tetapi juga memiliki jaringan luas di level internasional. Gus Dur meraih banyak penghargaan dari berbagai negara di dunia seperti Philiphina (1990), Mesir (1991), Belanda (1998 dan 2000), New York Amerika (2000 dan 2009), Thailand (2000), Perancis (2000), India (2000), Jepang (2002), Israel (2003), Korea Selatan (2003).
Satu Abad NU kali ini mengindikasikan kepemimpinan Gus Yahya menjadi pelanjut Gus Dur. Sebagaimana Gus Dur, Gus Yahya juga mendapat penghargaan internasional dari India dan Kamboja (2022) pada acara R20 di Bali. Gus Yahya pun mendapat penghargaan Global Peace Award dari Haji Syed Salman Chishty. Sebab, R20 dianggap mencarikan solusi bagi problem dunia dari ajaran agama.
Di masa-masa mendatang, NU akan terus Go International. Ajaran-ajaran Islam yang tawassut, tawazun, tasamuh, dan ta’adul akan dikenal oleh masyarakat global. Lebih-lebih Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) yang kini telah tersebar di 34 negara. Sarana dan jalur untuk mengembangkan akidah Aswaja Annahdliyah ke seluruh dunia terbuka lebar.
Pada acara Satu Abad NU ini, ada momentum bagi seluruh Nahdliyin untuk tidak lagi menjadi bagian dari komunitas lokal Nusantara tetapi menjadi bagian komunitas global. Kiprah warga NU di pos-pos strategis berskala internasional sangat dinanti-nantikan. Nilai-nilai yang selama ini mampu menciptakan kehidupan beragama, berbangsa, dan bernegara yang tentram-aman ditunggu-tunggu oleh dunia yang diwarnai konflik.
Genderang Kebangkitan Nahdliyin telah ditabuh melalui perayaan Satu Abad NU kali ini. Di hari-hari esok, bukan lagi saatnya bersantai, karena kehidupan global tidak sedang aman-aman saja. Konflik atas nama agama pecah di mana-mana. Sudah tiba era kebangkitan, di mana peran dan kontribusi global Nahdliyin sangat diharapkan, khususnya untuk menciptakan tatanan peradaban baru yang lebih damai dan toleran.
Ide Nahdliyin untuk menciptakan tatanan peradaban baru yang damai dan toleran bukan hayalan belaka. Bersama Universitas Al-Azhar, para dzurriyyah (keturunan) Sayyid Abbas bin Abdul Aziz dan Syekh Yasin al-Fadani, Martin van Bruinessen, juga bersama semua pihak yang terlibat, mimpi besar itu bisa segera diwujudkan. Kebangkitan NU dan terciptanya Peradaban Baru akan segera terwujud.
Tantangan pasti ada. Gus Yahya bahkan mencontohkan, Piagam PBB itu sudah ideal, tetapi dalam realisasinya masih memiliki banyak kekurangan. Begitu pula dengan ormas NU. Tetapi, perjuangan untuk mewujudkan cita-cita luhur pasti membuah hasil yang diharapkan. Dalam rangka menyambut visi dan harapan Ketum PBNU itu, kita sebagai warga NU sudah saatnya menyingsingkan lengan, bekerja lebih keras dan istiqamah.
"Indonesia! Selamat datang di abad kedua Nahdlatul Ulama. Dunia! Selamat datang di abad kedua Nahdlatul Ulama. Oh! Universe, welcome to second century of Nahdlatul Ulama," adalah ungkapan Gus Yahya pada Puncak Harlah Satu Abad Nahdlatul Ulama yang cocok sekali menggambarkan kesiapan ormas keagamaan terbesar di dunia ini untuk berkiprah di kancah global.
Puji Raharjo Soekarno, Penulis adalah Bendahara PWNU Lampung/Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Lampung/Wakil Ketua Umum Ikatan Alumni Pesantren Tebuireng (IKAPETE) PW Lampung