Salah satu ajaran penting dalam Islam yang tidak boleh ditinggalkan oleh umat Islam adalah saling mengingatkan atau saling menasihati kepada sesama, termasuk juga kepada para pemimpin (pemerintah). Beberapa keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah boleh untuk dikritik, boleh ditanggapi, boleh juga untuk dikomentari, sepanjang kritik tersebut sesuai dengan etika-etikanya, bukan karena iri, benci, dan alasan-alasan tercela lainnya.
Keharusan memberikan kritik dalam Islam agar bisa menjadi lebih baik dan lebih positif sudah tertulis dalam Al-Qur’an. Allah swt berfirman dalam surat Ali ‘Imran ayat 104:
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Artinya, “Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
Selain ayat ini, Rasulullah saw juga pernah bersabda dalam salah satu haditsnya, bahwa agama Islam adalah agama yang dibangun atas dasar saling menasihati, saling mengkritik untuk lebih baik. Dalam salah satu riwayat disebutkan:
إِنَّمَا الدِّينُ النَّصِيحَةُ، فَقِيلَ: لِمَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَرَسُولِهِ وَلأَئِمَّةِ الْمُؤْمِنِينَ وَعَامَّتِهِمْ
Artinya, “Sungguh agama (Islam) itu adalah nasihat. Maka (nabi) ditanya (oleh sahabat), untuk siapa, wahai Rasulullah? Nabi menjawab: Untuk Allah, kitab-Nya, utusan-Nya, para pemimpin kaum muslimin, dan umat Islam seluruhnya.” (HR Muslim).
Definisi Kritik dalam Islam
Merujuk Darul Ifta Jordan, kritik adalah memberikan nasihat kepada orang lain setelah adanya pertimbangan dan observasi. Kritik merupakan salah satu anjuran dalam Islam karena bisa memberikan solusi-solusi dan masukan yang lebih baik dan lebih positif. Bahkan kritik juga menjadi bagian dari amar makruf nahi mungkar.
اَلنَّقْدُ فِي الْأَصْلِ تَقْدِيْمُ النُّصْحِ وَالْمُلَاحَظَاتِ بَعْدَ النَّظَرِ وَالتَّمْحِيْصِ. وَهُوَ أَمْرٌ مَشْرُوْعٌ فِي الْاِسْلَامِ، بَلْ اِنَّهُ مَطْلُوْبٌ، وَهُوَ مِنْ صُوَرِ الْأَمْرِ بِالْمَعْرُوْفِ وَالنَّهْيِ عَنِ الْمُنْكَرِ
Artinya, “Kritik pada dasarnya adalah memberikan nasihat dan komentar setelah adanya pertimbangan dan observasi. Kritik merupakan perbuatan yang disyariatkan dalam Islam, bahkan dianjurkan. Kritik juga menjadi bagian dari amar makruf dan nahi mungkar.” (Tim Fatwa, Darul Ifta Jordan, nomor fatwa: 3725, tanggal fatwa: 08-09-2022).
Dengan demikian, kritik terhadap pemimpin maupun pemerintah merupakan perbuatan yang sah-sah saja untuk dilakukan, sepanjang masih sesuai dengan kaidah-kaidahnya yang mengedepankan nilai-nilai nasihat untuk membenah diri agar menjadi lebih baik dan lebih maslahat, dan untuk membedakan yang buruk dari yang baik.
Etika Kritik Pada Penguasa
Memberikan kritik pada penguasa boleh-boleh saja dalam Islam, bahkan termasuk bagian dari amar ma’ruf nahi mungkar. Sepanjang kritik yang disampaikan sesuai dengan kaidah dan etika kriitik yang sopan dan bijak, dengan tujuan untuk membangun kemaslahatan yang lebih positif dan lebih baik.
Berikut adalah beberapa etika kritik yang perlu diperhatikan sebelum atau pun ketika menyampaikan kritik, yaitu: (1) kritik yang disampaikan merupakan nasihat dengan tujuan untuk saling mengingatkan; (2) bertujuan untuk amar makruf nahi mungkar; (3) menyampaikan kritik yang sopan, penuh hikmah, dan prasangka yang baik; (4) apa yang disampaikan harus jujur dan benar; dan (5) tidak memiliki prasangka buruk, tidak mencaci-maki, tidak menghina, dan tidak merendahkan orang lain.
وأول ما يجب على الناقد أن يكون نقده نصيحة، والقيام بواجب الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر، وأن يقدم النقد بأسلوب الحكمة واللطف وحسن الظن، وأن يتحرى الصدق والصواب بما يقول، ويجتنب سوء الظن والسب والشتم والسخرية والاستهزاء لأن هذا كله من كبائر الذنوب
Artinya, “Dan kewajiban pertama bagi orang yang mengkritik adalah kritiknya harus berupa nasihat; bertujuan untuk melakukan amar makruf nahi mungkar; menyampaikan kritik dengan cara bijaksana, lemah lembut, dan prasangka yang baik; apa yang disampaikan harus berupa kejujuran dan kebenaran; menghindari prasangka buruk, memaki, mengutuk, mengejek, dan mencemooh, karena semua ini merupakan bagian dari dosa besar.” (Tim Fatwa, Darul Ifta Jordan, nomor fatwa: 3725, tanggal fatwa: 08-09-2022).
Itulah lima (5) etika-etika penting yang harus dipenuhi sebelum menyampaikan kritik pada penguasa, maupun manusia pada umumnya. Dengan memperhatikan etika-etika tersebut, maka kritik akan menjadi salah satu poin penting dalam membangun suatu bangsa menjadi bangsa yang lebih aman, damai, rukun, dan makmur.
Demikian penjelasan perihal etika-etika kritik kepada penguasa. Semoga bisa bermanfaat dan bisa membawa kedamaian untuk negeri tercinta Indonesia ini. Amin.
Sunnatullah, Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan Kokop Bangkalan Jawa Timur.