Opini

Akuntabilitas dan Transparansi Dana Kampanye Pilkada 2024

Kamis, 3 Oktober 2024 | 13:15 WIB

Akuntabilitas dan Transparansi Dana Kampanye Pilkada 2024

Ilustrasi pilkada (Foto: dok. NU Online)

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan momentum krusial bagi demokrasi lokal di Indonesia, baik di provinsi maupun kabupaten atau kota. Kemarin, 27 Agustus 2024 - 29 Agustus 2024 sudah dilaksanakan tahapan pendaftaran pasangan calon gubernur dan wakil gubernur serta bupati dan wakil bupati atau wali kota dan wakil wali kota. Menurut laporan data dari KPU, total daerah yang mengikuti penyelenggaraan pilkada serentak tahun 2024 di Indonesia adalah sebanyak 37 provinsi dan 508 kabupaten/kota.


Tahapan yang sedang berlangsung adalah penelitian persyaratan calon, 27 Agustus 2024 - 21 September 2024. Penetapan pasangan calon 22 September 2024.    25 September 2024 - 23 November 2024 adalah pelaksanaan kampanye. Pemungutan suara akan dilaksanakan 27 November 2024. Penghitungan suara dan rekapitulasi hasil perhitungan suara akan dilaksanakan 27 November 2024 - 16 Desember 2024.    


Keberhasilan pilkada tidak hanya bergantung pada penyelenggara pemilu dan kandidat, tetapi juga pada aspek transparansi dan akuntabilitas finansial yang diperoleh dari pengelolaan dana kampanye. Beberapa kasus terkait dengan transparansi dan akuntabilitas dana kampanye, baik pemilihan presiden (pilpres) maupun pilkada.


Pada Pemilu Presiden 2014, tim sukses pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dilaporkan mengeluarkan dana kampanye sebesar Rp 311 miliar. Namun, laporan tersebut sempat menjadi sorotan karena adanya dugaan ketidaksesuaian antara laporan dengan dana yang digunakan (Kompas).


Pada Pilpres 2019, Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mengklaim pengeluaran dana kampanye mereka mencapai Rp 190 miliar. Sandiaga Uno, yang merupakan cawapres, mengakui bahwa sebagian besar dana kampanye berasal dari kantong pribadinya. Terkait hal ini, isu transparansi dan sumber dana kampanye juga sempat menjadi perbincangan (Tempo).


Sedangkan dalam konteks pilkada, pada tahun 2015 ditemukan banyak sekali pelanggaran terkait dana kampanye di berbagai daerah. Laporan keuangan beberapa pasangan calon (paslon) tidak sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh KPU, terutama terkait dengan penerimaan dana kampanye yang berasal dari sumber yang tidak jelas.


Pilkada Provinsi Sulawesi Tenggara dan Kota Tegal 2018, laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye yang tidak sesuai dengan aturan. Penerimaan sumbangan dari pihak yang tidak diperbolehkan serta pelaporan dana kampanye yang tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Hal yang sama masih terjadi pada pilkada Kabupaten Blitar pada tahun 2020.


Dalam beberapa pemilu, beberapa partai politik diduga terlibat dalam pelanggaran dana kampanye. Tidak melaporkan seluruh dana kampanye mereka atau terlambat dalam penyampaian laporan. KPU pernah memberikan sanksi kepada beberapa partai yang gagal memberikan laporan dana kampanye tepat waktu atau laporan tersebut tidak lengkap (CNN Indonesia).


Dalam konteks pelaporan dan audit dana kampanye, peran akuntan sangat penting sebagai “ujung tombak" dalam memastikan pilkada secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan amanat Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 2 Tahun 2024 Pasal 2 Ayat 1.


Peraturan KPU Nomor 18 Tahun 2023 tentang Dana Kampanye Pemilihan Umum menetapkan ketentuan tentang sumber dana kampanye, pembatasan sumbangan, pelaporan, dan mekanisme audit dana kampanye oleh peserta pemilu. Peserta pilkada diharuskan membuka rekening khusus dana kampanye dan melaporkan penerimaan serta pengeluaran dana kampanye secara terperinci. 


Laporan dana kampanye terdiri dari Laporan Awal Dana Kampanye (LADK), Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK), dan Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK). Penilaian laporan dana kampanye menjadi peran sentral akuntan dalam pilkada yang akan datang.


Peran Akuntan dalam Pilkada
KPU menunjuk Kantor Akuntan Publik (KAP) untuk melakukan audit terhadap laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye peserta pemilu. Audit ini bertujuan untuk memastikan bahwa dana kampanye digunakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan transparansi penggunaan dana kampanye. Untuk memastikan amanat Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 2 Tahun 2024 Pasal 2 Ayat 1 terlaksanakan dengan baik.


Integritas akuntan dalam melaksanakan perannya dalam audit dana kampanye sangat krusial dalam pelaksanaan Pilkada. Akuntan harus bekerja berdasarkan Keputusan KPU Nomor 210 Tahun 2024 mengatur pedoman teknis pelaksanaan audit laporan dana kampanye peserta pemilu. 


Transparansi dan akuntabilitas dana kampanye dalam pilkada, akuntan memainkan peran utama dalam memastikan bahwa dana kampanye digunakan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Mereka bertugas untuk mengaudit dan menyusun laporan keuangan kampanye yang transparan. Laporan yang akurat dan jujur tidak hanya memenuhi persyaratan hukum, tetapi juga meningkatkan kepercayaan publik terhadap proses pilkada.


Pencegahan dan deteksi kecurangan dengan pemahaman mendalam mengenai prinsip akuntansi dan keuangan, akuntan dapat membantu mendeteksi dan mencegah potensi kecurangan dalam pengelolaan dana kampanye. Mereka mampu mengidentifikasi penyimpangan atau kejanggalan yang mungkin timbul, sehingga menjaga integritas proses pemilihan. Misalnya mencegah terjadinya kasus politik uang (money politics).


Pada Pilkada 2020, Bawaslu menemukan ratusan kasus politik uang di berbagai daerah di Indonesia, seperti di Medan, Surabaya, dan Makassar. Fenomena yang sama juga terjadi pada pemilu di luar negeri. Pemilu Amerika Serikat 2020, kasus politik uang terjadi ketika PAC (Political Action Committee) dan Super PAC mengumpulkan dana besar dari donor anonim untuk mempengaruhi hasil pemilu. Pemilu 2016 di Filipina juga diwarnai dengan laporan luas tentang politik uang, di mana kandidat lokal dan nasional memberikan uang atau barang berharga kepada pemilih.


Integritas Akuntan
Kepatuhan pada regulasi adalah kunci utama bagi akuntan dalam menciptakan pilkada yang demokratis. Akuntan juga harus memastikan bahwa kampanye mematuhi regulasi yang ditetapkan oleh KPU dan Bawaslu. Kepatuhan ini mencakup pelaporan yang tepat waktu dan kesesuaian format, serta pemenuhan batasan-batasan dana kampanye yang ditetapkan.


Meski peran akuntan sebagai ujung tombak, mereka sering menghadapi berbagai tantangan, seperti kurangnya data yang akurat, tekanan dari pihak-pihak tertentu, dan keterbatasan sumber daya. Hal ini adalah ujian integritas bagi akuntan dalam pilkada. Untuk mengatasi tantangan ini, penting bagi lembaga-lembaga terkait, seperti KPU dan Bawaslu, untuk menyediakan pelatihan yang memadai dan sistem pelaporan yang transparan. Juga, akuntan harus memegang teguh prinsip etika profesional dan berkomitmen untuk bertindak independen.


Akuntan juga berperan dalam memberikan edukasi dan pelatihan kepada tim kampanye mengenai manajemen keuangan dan kepatuhan terhadap regulasi. Dengan demikian, mereka membantu meningkatkan kapasitas kandidat dan tim dalam mengelola dana secara efektif dan sesuai aturan.


Akuntan merupakan ujung tombak dalam memastikan pilkada yang demokratis dengan memastikan transparansi, akuntabilitas, dan kepatuhan terhadap regulasi dana kampanye. Dengan dukungan yang memadai dan komitmen terhadap prinsip-prinsip etika, mereka dapat memainkan peran kunci dalam memperkuat demokrasi lokal dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap proses pilkada. Melalui integritas dan profesionalisme mereka, akuntan membantu menciptakan pilkada yang adil dan transparan, sesuai dengan harapan masyarakat.


Muhammad Aras Prabowo, Ketua Program Studi Akuntansi UNUSIA, Pengurus Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor