Opini

Israel Saat Ini Bukan Bani Israel dalam Kitab Suci

Sabtu, 26 Oktober 2024 | 04:15 WIB

Israel Saat Ini Bukan Bani Israel dalam Kitab Suci

Ilustrasi NU Online

Memasuki tahun kedua, perang antara Israel dengan Hamas di Palestina masih jauh dari kata selesai. Alih-alih, perang justru semakin meluas ke Tepi Barat, Lebanon, sebagian wilayah di Suriah, bahkan hingga ke Iran. Israel terus mengintensifkan serangannya, termasuk membunuh tokoh-tokoh kunci di jajaran elite kelompok perlawanan, termasuk Yahya Sinwar sebagai Kepala Biro Politik Hamas.


Aksi kebrutalan Israel seakan tak bisa dihentikan oleh siapa pun dan apa pun. Tidak oleh Amerika Serikat (AS) yang belakangan mengkritik Israel dengan sangat terbatas, terlebih lagi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang sama sekali tidak dianggap. Israel pun menjadi kontroversi di sebagian umat dari agama-agama samawi, yaitu Islam, Kristen dan Yahudi. Sebagian umat mendukung Israel, sedangkan sebagian lainnya mengecam Israel (khususnya umat Islam). 


Mereka yang mendukung Israel hari ini biasanya dipengaruhi oleh sejarah Bani Israel dalam kitab suci yang sangat banyak, bahkan disebut sebagai umat yang unggul. Sedangkan mereka yang mengecam Israel hari ini disebabkan oleh aksi-aksi brutal yang dilakukan, khususnya kepada masyarakat sipil dan tempat-tempat ibadah.


Pertanyaan tafsirnya adalah apakah Israel hari ini sama dengan Bani Israel yang ada dalam kitab suci agama-agama samawi? Apakah Israel hari ini keberlanjutan (continuity) dari Bani Israel yang ada dalam kitab suci agama-agama samawi? Atau justru Israel hari ini bukan keberlanjutan (discontinuity) dari Bani Israel yang banyak dibahas dalam kitab suci agama-agama samawi?


Harus diakui bersama, terdapat beberapa ayat dalam kitab suci agama-agama samawi yang membahas tentang Bani Israel. Bahkan sebagian ayat secara jelas menegaskan tentang keunggulan Bani Israel, termasuk dalam kitab Suci Al-Quran (Al-Baqarah; 47). Di samping juga ada beberapa ayat yang mencela Bani Israel karena kesalahan-kesalahan yang dilakukan.


Dalam konteks ilmu ke-Islam-an, hampir semua ahli tafsir mengatakan bahwa Israel  hari ini bukan keberlanjutan (discontinuitiy) dari Bani Israel yang ada dalam Al-Quran. Walaupun penegasan discontiunity ini bersifat penafsiran oleh para ahli tafsir, dari pada pernyataan Al-Quran secara langsung.


Sependek penulis mendengar dari sebagian Romo maupun Pendeta, di kalangan Kristiani ada yang meyakini Israel hari ini bukan keberlanjutan dari Bani Israel yang ada dalam Al-Kitab. Sedangkan sebagian lain berpandangan bahwa Israel hari ini adalah keberlanjutan dari Bani Israel yang ada dalam Al-Kitab. 


Pandangan yang juga beragam terjadi di kalangan umat Yahudi. Bahkan saat ini tak sedikit dari komunitas Yahudi yang melakukan kritik keras terhadap perang membabi-buta yang dilakukan oleh Israel. Bahkan komunitas Yahudi yang anti-perang tak jarang melakukan aksi-aksi demo menuntut diakhirinya perang di Gaza dan sekitarnya.

Perbedaan konteks
Terlepas dari perbedaan tafsir terkait Israel dalam kitab suci atau Bani Israel dengan Israel yang ada di Palestina sekarang, konteks Israel hari ini berbeda dengan konteks Bani Israel yang ada dalam kitab suci. Konteks Israel yang ada dalam kitab suci adalah Israel sebagai kaum lemah yang acap dianiaya dan diperlakukan secara tidak adil oleh penguasa, khususnya penguasa Mesir Kuno yang bernama Firaun. Konteks Bani Israel pada zaman dahulu adalah Israel yang diperbudak oleh mereka yang berkuasa dan didukung dengan segala macam persenjataan canggih.


Sementara konteks Israel hari ini justru terbalik dari konteks Bani Israel yang ada dalam kitab suci. Mengingat Israel hari ini justru menjadi penguasa, bahkan adikuasa yang acap tak tersentuh oleh hukum mana pun. Konteks Israel hari ini adalah Israel yang menjajah orang-orang lemah, membunuh anak-anak, kaum perempuan, dan para lansia. Korban meninggal dalam perang Gaza hari ini diperkirakan sudah lebih dari 42 ribu jiwa.


Adalah benar bahwa perang total yang diterapkan Israel hari ini sebagai balasan atas serangan yang dilakukan Hamas pada 7 Oktober 2023 lalu. Namun demikian, jumlah korban yang sedemikian banyak dari perang balasan Israel sudah tak lagi memadai untuk disebut sebagai perang dalam rangka membela diri. Dalam konteks Al-Kitab, Israel hari ini telah melanggar prinsip Lex Talinois atau hukum kesetaraan yang dalam Al-Quran dikenal dengan istilah Hukum Qishas. Bahkan Israel yang sekarang terus bersikeras untuk melanjutkan perang bisa melanggar pelbagai macam hukum internasional.


Inilah salah satu alasan yang paling kuat untuk memaksa Israel agar segera menyepakati kesepakatan damai. Bila tidak, maka pelbagai macam ketentuan hukum internasional akan semakin dilecehkan. Dan semua ini akan menjadi kabar buruk bagi perdamaian dunia.    


Sikap bersama
Di sinilah pentingnya peran Indonesia dan segenap komunitas agama-agama samawi pada umumnya untuk terus mendukung kemerdekaan Palestina dan perdamaian bagi Israel. Secara bersama-sama para pihak bisa menekan kekuatan dunia (khususnya AS) untuk lebih kuat memaksa Israel dan Hamas-Hizbullah agar segera mencapai kesepakatan damai sekaligus membebaskan para sandera. Hingga pelbagai macam dampak buruk dari peperangan ini bisa segera diselesaikan.


Setelah perang berhasil dihentikan, kekuatan dunia sejatinya langsung menyegerakan kesepakatan solusi dua negara. Karena hanya inilah solusi yang paling adil bagi negara Palestina Merdeka dan Israel yang damai di sampingnya. 


Sikap keras banyak pihak terhadap Israel (khususnya dalam perang sekarang) hari ini tak berarti anti-Semit atau anti- Yahudi. Justru Israel dan atau orang Yahudi di mana pun memiliki hak-hak asasi yang harus dihormati oleh siapa pun. Hal yang dikritik keras oleh banyak pihak di dunia (kalau tidak boleh mengatakan mayoritas) hari ini adalah kebijakan perang pemimpin Israel (Netanyahu) yang sampai pada tahap menabrak seluruh aturan yang berlaku.


Perdamaian yang sejati bagi Israel hanya terdapat dalam solusi dua negara yang menjamin kemerdekaan Palestina. Mengingat ancaman keamanan yang didapat Israel sejauh ini merupakan dampak dari politik penjajahan yang dilakukan terhadap Palestina. Dengan kemerdekaan Palestina, maka Israel akan mendapatkan perdamaian yang sejati. Inilah substansi utama dari solusi dua negara. Semoga kemerdekaan Palestina bisa segera terwujud dan berdampingan secara damai dengan Israel.


Hasibullah Satrawi, pengamat politik Timur Tengah dan dunia Islam