Oleh Saiful Ridjal
Pemimpin yang cerdas, yang memiliki kecerdasan jauh melebihi orang-orang yang dipimpin akan dihormati. Termasuk juga di NU. Akan tetapi di lingkungan NU diperlukan juga pemimpin yang memiliki rasa humor tinggi untuk menciptakan suasana segar ketika harus berpidato berjam-jam di depan warga NU yang sebagian besar kalangan menengah-bawah.<>
Gus Dur, pimpinan NU tiga periode, dikenal memiliki kekayaan humor yang tak pernah habis disamping dikaruniai kecerdasan jauh melampaui orang kebanyakan,sebagaimana testimoni Mahfud MD dan kolega.
Kedatangan Gus Dur ke suatu tempat selalu dinanti warga karena pasti ada cerita baru, humor baru. Wartawan pun mendapat berkah bisa membuat berita head line. Tak jarang pernyataannya menjadi kontroversial. Tapi lagi-lagi semua ketegangan atas kontroversi itu ditanggapi secara santai dengan humor. Ragam cerita humor Gus Dur sudah banyak ditulis.
Berbeda lagi KH Said Aqil Siroj. Sense of humornya kurang. Tapi kiai asal Cirebon ini punya kelebihan lainmemiliki ingatan luar biasa tentang sejarah islam dan urut-urutan silsilah. Daya ingatnya yang tinggi menggambarkan kecerdasan seorang pemimpin, membuat decak kagum serta kebanggaan tersendiri bagi pengikutnya. Audiens betah di tempatnya mendengarkan paparan kiai meski sampai 2 jam.
Dalam sebuah rekaman video pengajian di Kebumen, Jawa Tengah2014 KH Said Aqil Siroj secara lancar menjelaskan urutan silsilah mulai dari Nabi Muhamad ditarik ke atas hingga sampai pada Nabi Adam Alaihis Salam.
Dalam pengajian lain lagi KH Said Aqil Siroj mampu menyebutkan urutan silsilah mulai KH Hasyim Asy’ari (pendiri NU) hingga sampai pada Nabi Muhammad SAW secara lancar pula. Bahkan silsilah penyambungan sanad keilmuan antara guru-murid, mulai dari KH Hasyim Asy’ari sampai pada Imam Syafii beserta jumlah hasil karya kitab serta judulnya masing-masing mampu dijlentrehkan di luar kepala.
Cara itu cukup efektif dilakukan untuk memberi keyakinan kepada Nahdliyin, bahwa faham keagamaan dari ulama yang mereka ikuti selama inibenar-benar memiliki alur sahih. Terbukti bisa dirunut berujung pada sumber utamanya Nabi Muhammad. Bukan alur sembarangan.
Mengokohkan keyakinan ini sangat penting di tengah gencarnya serangan faham lain yang berseberangan dengan NU dan sering menyerang dengan tuduhan bid’ah menyimpang dari tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah nabi.
Memadukan kecerdasan berwujud kreatifitasdengan humor yang melekat pada realitas keseharian Nahdliyin, dilakukan oleh Kiai Yasin Yusuf (almarhum), sebagaimana diungkap Gus Ipul dalam Harlah NU di Malang 2015 (TV9 Nusantara).
Kiai Yasin (panggilan familiarnya) adalah salah satu muballigh kondang di Jawa Timur asal Blitar di era awal orde baru. Di suatu daerah bila terdengar ada pengajian Kiai Yasin pasti masyarakat akan berduyun-duyun datang dengan berjalan kaki berombongan sampai sejauh 10 km. Maklum saat itu transportasi tidak secanggih dan sebanyak sekarang. Hp atau media komunikasi lain juga masih belum ada.
Dalam ceramahnya saat itu Kiai Yasin sudah menyinggung soal Pancasila. Katanya kalau ingin melihat bagaimana praktek pengamalan Pancasila yang baik lihatlah tahlil.
Bila ada orang meninggal dunia, warga Nahdliyin biasa melakukan tahlil. Dalam tahlil dibaca ayat-ayat Al-Qur’an diantaranya surat al-Ikhlas. Qul huwallahu ahad dan seterusnya itu bukankah merupakan pencerminan dari sila Ketuhanan Yang Maha Esa?
Di dalam tahlil mendoakan orang meninggal hingga 7 hari, anggota masyarakat sekitar datang mengikutitanpa harus dibuatkan undangan. Kesediaan dan ketulusan masyarakat mendoakan tetangga yang meninggal dunia adalah cerminan sila Kemanusiaan yang adil dan beradab.
Dalam tahlil mereka duduk bersama, bersila di atas tikar dalam sebuah ruangan atau di pelataran terbuka tanpa memandang kaya atau miskin, pejabat atau penjual jajan keliling menunjukkan guyup-rukunnya warga. Masuklah itu barang: sila ke-3 Persatuan Indonesia.
Dalam menunjuk pembaca tawashul, surat yasin, bacaan tahlil serta do’a pembawa acara tidak asal menunjuk orang. Akan dipilih orang-orang yang dianggap mampu, memiliki kredibilitas baik, sepuh (lebih tua). Khusus bagi pembaca doa penutup pasti akan dipilih orang yang dianggap paling kiai diantara yang lain. Bukankah ini menggambarkan pengamalan sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.
Pada hari ke-7 setelah tahlil selesai dilaksanakan biasanya tuan rumah memberikan berkatkepada jamaah untuk oleh-oleh keluarga di rumah. Bentuk ungkapan terima kasih atas doa yang diberikan. Berkat yang diberikan bentuk dan kemasannya sama, baik itu kiai maupun masyarakat biasa ataupun pejabat. Semua dianggap setara. Adil bagi semua. Mencerminkan sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Humor yang melekat dengan realitas keseharian warga Nahdliyin itulah yang menyebabkan masyarakat selalu antusias dan berbondong-bondong mendatangi pengajian kiai Yasin Yusuf meski harus berjalan kaki 2-3 jam.
Untuk tetap bisa menarik perhatian audiens seringkali mubaligh di NU harus selalu meng up-date idiom-idiom atau singkatan kata baru.
Ketika meresmikan Klinik NU di Lumajang, beberapa waktu lalu, Gus Ipul (Saifullah Yusuf) hadir bersama Ketua Komisi C DPRD Jawa Timur. Bupati Lumajang juga hadir bersama ribuan audiens lain. Bupati Lumajang adalah warga NU, sampai saat terakhir menjabat sebagai Ketua MWCNU.
Dalam sambutannya Gus Ipul mengatakan, warga NU Lumajang harus bersyukur mempunyai bupati NU, sehingga banyak program NU bisa dibantu. Klinik NU agar bisa berjalan dengan baik perlu bantuan dari bupati.
Dia melanjutkan, jadi bupati itu harus ‘komunikasi’ yaitu teko-muni-kasih (ngasih). Artinya datang-bicara-memberi bantuan. Jangan datang bicara lalu pergi tidak memberi. Suasana pun cair dan hadirin tergelak-gelak. Sejak awal hingga akhir Gus Ipul sering meluncurkan joke-joke. (NU Online, 20/03/2015)
Kebetulan istri Bupati Lumajang juga Ketua Muslimat NU dua periode. Baru beberapa waktu lalu terpilih dalam konferensi muslimat cabang. Konferensi Cabang Muslimat NU ke 11 yang diadakan di pendopo kabupaten itu menghadirkan pimpinan wilayah Hj Masruroh Wahid.
Dalam pengarahan sebelum dilakukan sidang pemilihan ketua, Hj. Masruroh Wahid menekankan pentingnya ibu-ibu muslimat cermat dalam memilih pemimpin. Dikatakan, memilih pemimpin itu ada 4 kriterianya. Pertama harus pinter. Kedua seser (benar, istiqomah). Ketiga harus kober (mau bekerja). Keempat, ini yang penting yaitu harus nyumber (membiayai). Langsung disambut gerr oleh ibu-ibu muslimat. (NU Online,12/06/2015)
Memang sudah sepantasnya kalau ibu bupati harus banyak nyumber untuk muslimat NU. Ibu bupati memperoleh suara hampir mutlak saat pemilihan bukan kebetulan. Warga punya harapan kalau istri bupati terpilih kegiatan kemuslimatan akan di-back up. Paling tidak, ibu-ibu muslimat yang dari lereng gunung tidak kikuk lagi menginjakkan kaki di pendopo memakai sendal lely.
Saiful Ridjal, warga NU tinggal di Lumajang, Jawa Timur