Ketika Sandal Muktamirin Tertinggal: Catatan Peserta tentang Muktamar NU
Sabtu, 25 Desember 2021 | 19:00 WIB
Sabtu, 25 Desember 2021, saya sudah kembali ke rumah setelah lima hari berangkat menjadi peserta Muktamar Ke-34 Nahdlatul Ulama di Lampung. Ini adalah momen kedua kalinya saya bisa menjadi peserta Muktamar setelah sebelumnya saya juga bisa merasakan nikmatnya menjadi muktamirin pada Muktamar Ke-33 NU di Jombang Jawa Timur.
Saya merasa bersyukur sekali menjadi bagian keberkahan yang ada dalam muktamar. Hal ini juga yang sering diingatkan oleh Prof M Nuh, Ketua SC Muktamar Ke-34 NU, bahwa tidak semua orang bisa menjadi peserta muktamar dan tidak semua orang bisa menjadi peserta Muktamar Ke-34 di Lampung. Alhamdulillah.
Setelah sampai rumah, tiba-tiba seorang teman di salah satu grup WhatsApp, yang menjadi panitia daerah muktamar, mengirimkan sebuah gambar sepasang sandal yang tertinggal di arena Muktamar.
“Bagi yang sandalnya tertinggal, silakan hubungi panitia.” Demikian ia menulis caption-nya. Saya bergumam, “Tanggung jawab sekali para panitia hingga barang-barang kecil seperti ini terperhatikan”. Saya perhatikan, model sandalnya adalah sandal ‘lili’, merk fenomenal dan bersejarah yang memang identik sering dipakai oleh orang-orang tua dan para kiai. Saya pun berpikir, mungkin panitia ini menganggap bahwa sandal yang tertinggal tersebut milik salah satu kiai yang ikut muktamar.
Memang, dalam tradisi NU, setiap hal yang menyangkut sosok kiai selalu mendapatkan perhatian khusus. Mulai dari ilmu, keluarga, hingga sandal kiai pun menjadi hal yang spesial untuk mencari keberkahan. Anda bisa lihat sendiri ketika sowan ke pesantren dan keluar dari ruangan, bisa dipastikan sandal Anda akan tertata rapi menghadap posisi untuk siap digunakan.
Tak terkecuali pada momentum Muktamar NU kali ini. Kala para kiai dari berbagai penjuru Indonesia hadir di Lampung, para santri berbondong-bondong ‘ngalap berkah’ untuk bisa bertemu dengan para kiainya. Mereka menyiapkan segala hal yang dibutuhkan oleh para kiai untuk lancarnya agenda dalam forum permusyawaratan tertinggi NU ini. Sampai-sampai saya dengar, ada seorang santri yang baru satu minggu melahirkan, membawa bayinya ke Muktamar untuk bertemu dengan kiainya dan berharap doa khusus dari kiainya. Subhanallah.
Hal ini lah yang menyebabkan muktamir-in (peserta resmi) mesti kalah jauh jumlahnya dengan muktamir-out (peserta tak resmi) atau sebagian orang menyebutnya muhibbin atau Romli (Rombongan Lillahi Taala). Mereka rela menempuh jarak yang jauh dan menghabiskan waktu berhari-hari untuk hormat atas ‘rawuhnya’ para kiai.
*
Fenomena membludaknya muktamirin dan muktamirout inilah yang menjadi pertimbangan panitia dalam mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik. Dari kacamata saya selaku peserta Muktamar Ke-34 NU, panitia sudah berusaha semaksimal mungkin dan sangat baik dalam menyiapkan kegiatan yang dilaksanakan resminya mulai 22-23 Desember 2021.
Mereka mampu mempersiapkan segala sesuatunya walaupun persiapan muktamar kali ini menjadi yang paling singkat dari muktamar-muktamar lainnya. Hanya dalam hitungan 2 bulan, panitia, baik lokal, daerah, dan nasional harus mempersiapkan muktamar. Jika ada kekurangan, itu menjadi hal yang sangat-sangat wajar dan patut dimaklumi.
Terkait dinamika yang terjadi sebelum pelaksanaan muktamar, seperti perbedaan pandangan tentang penetapan waktu dan tempat muktamar, saya menilai itu hal yang wajar pula. Karena PBNU dan panitia harus menyikapinya dengan memperhatikan kondisi perkembangan pandemi Covid-19. Secara umum menurut saya, muktamar di Lampung berjalan dengan baik.
Hal ini pun senada dengan penilaian ulama sepuh yang menjadi salah satu anggota Tim Ahlul Halli Wal Aqdi (AHWA) KH Nurul Huda Djazuli. Saat saya sowan beliau, Pengasuh Pesantren Ploso Mojo kediri Jawa Timur ini menilai muktamar di Lampung ini menjadi salah satu yang terbaik dari muktamar yang telah digelar oleh NU.
Mulai dari pendaftaran, panitia sudah menyediakan fasilitas digital secara online sehingga seluruh peserta memiliki barcode untuk bisa masuk ruang-ruang kegiatan muktamar. Peserta kemudian mendapatkan akomodasi untuk menginap termasuk konsumsi yang tersebar di berbagai titik lokasi.
Bukan hal gampang menyiapkan akomodasi bagi ribuan peserta dan panitia. Apalagi ada empat lokasi yang menjadi venue muktamar yakni Pesantren Darussaadah Lampung Tengah, Universitas Lampung (Unila), UIN Raden Intan Lampung, dan Universitas Malahayati di Bandarlampung.
Terlebih dengan dinamika yang muncul, beberapa lokasi yang sudah terjadwal akan digunakan, terpaksa dipindahkan ke tempat yang baru. Ini tentu akan merubah semua skenario seperti kesiapan lokasi baru, transportasi, dan juga konsumsi peserta.
Seperti yang terjadi saat lokasi pelaksanaan Rapat AHWA, untuk menentukan Rais ‘Aam dan pemilihan Ketua PBNU, harus dipindah. Sebelumnya panitia menetapkan Pesantren Darussaadah yang akan menjadi tempat agenda tersebut. Namun dalam sidang Pleno I tentang Tata Tertib Muktamar, forum memutuskan untuk memindahkannya ke Bandarlampung. Keputusan ini tentu memerlukan koordinasi yang baik sehingga akhirnya diputuskan di kampus Universitas Lampung.
Semua tempat yang saya datangi, baik yang sudah terjadwal ataupun yang mendadak digunakan, secara umum mampu disiapkan dengan baik dan mendukung lancarnya agenda-agenda kegiatan yang dilaksanakan.
Dukungan pemerintah dan masyarakat pun sangat luar biasa. Hal ini bisa terasa dari antusiasnya masyarakat menggelar kegiatan menyemarakkan muktamar. Mulai dari bazar, seminar, silatnas, sampai dengan temu kangen para alumni pesantren digelar bukan hanya saja di Bandarlampung, namun di seluruh kabupaten di Lampung. Bendera, umbul-umbul, baliho billboard dan ucapan selamat atas penyelenggaraan muktamar juga bertebaran di jalan-jalan protokol Bandarlampung.
Bahkan, ada yang unik saat melintas di lampu merah Kota Bandarlampung. Seluruh lampu merah yang memiliki fasilitas speaker untuk mengingatkan pengguna jalan, diputarkan lagu Ya Lal Wathan oleh Pemerintah Kota Bandarlampung. Semua ini tentunya membawa suasana riang gembira bagi muktamirin dan muktamirout sekaligus mampu menjadi bagian dalam meningkatkan kualitas muktamar.
*
Dalam muktamar kali ini, saya juga merasakan kualitas dari persidangan dan materi-materi yang dibahas. Mengacu pada tema besar Muktamar, yakni Menuju Satu Abad NU, Membangun Kemandirian Warga untuk Perdamaian Dunia, pembahasan materi sidang berjalan dinamis. Sempat terjadi pembahasan yang cukup alot dalam beberapa materi sidang namun secara umum berlangsung dalam suasana sejuk, beradab, dan bermartabat.
Pimpinan sidang pleno, Prof M Nuh juga menjadi sosok yang penting dalam mendinginkan suasana perbedaan pendapat yang muncul. Ia mampu menyerap usulan-usulan peserta sidang dan meramunya dengan baik sehingga muktamar kali ini relatif lebih sejuk dibanding Muktamar ke-33 di Jombang.
Prof Nuh pun tak kuasa menahan tangis karena terharu saat memberi sambutan penutup sidang pleno IV untuk memilih Ketua Umum PBNU periode 2021-2026. Ia merasa bersyukur sekali melihat pelaksanaan muktamar khususnya pemilihan ketua umum PBNU periode 2021-2026 berjalan dengan sangat baik dan lancar.
Ini sesuai dengan keinginan para kiai yang menitip pesan kepadanya untuk dapat menyelenggarakan muktamar di Lampung dengan suasana yang sejuk. Ia mengungkapkan bahwa muktamar kali ini dibayang-bayangi Muktamar ke-33 di Jombang pada 2015 yang berlangsung kurang sesuai dengan keinginan.
Agenda yang paling menjadi perhatian muktamirin, yakni pemilihan Ketum PBNU, juga berjalan dengan baik walau harus molor dari waktu yang telah ditentukan. Pemilihan yang menjadi bagian dari Pleno IV ini harus dilaksanakan mulai sekitar pukul 11 malam, Kamis (23/12/2021) sampai dengan pukul 10 siang, Jumat (24/12/2021). Nyaris seluruh panitia dan peserta, termasuk pimpinan sidang tidak tidur hari itu.
Sebenarnya, suasana saat-saat pemilihan dan penghitungan suara, termasuk sidang-sidang lainnya, tidak setegang dan seheboh apa yang diberitakan di berbagai media massa. Saya mengamati di media sosial, warganet yang tak hadir langsung malah merasa lebih tahu dan paham dinamika dalam muktamar. Sehingga terlihat sering terjadi perdebatan antar mereka di kolom komentar.
Saya hanya bisa senyum. Padahal, kita yang menjadi bagian langsung dan melaksanakan agenda-agenda muktamar sangat menikmati sekali dan penuh riang gembira. Jika ada perbedaan pendapat antar muktamirin, shalawat badar selalu bergema di ruangan menjadi obatnya.
Sukses dan lancarnya Muktamar Ke-34 NU ini menjadi kado terbaik untuk Nahdlatul Ulama di penghujung 1 abad umurnya. Kesuksesan penyelenggaraan muktamar ini juga menjadi hadiah spesial untuk menyiapkan diri menghadapi abad ke dua umur NU.
Dan Alhamdulillah, pada muktamar kali ini dengan dinamika yang terjadi, PBNU memiliki nakhoda baru, yakni KH Miftahul Akhyar dan KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) sebagai Rais ‘Aam dan Ketua Umum PBNU periode 2021-2026. Selamat bekerja Kiai Miftah dan Gus Yahya. Semoga Allah memberikan kesehatan, kelancaran, dan keberkahan dalam memikul tanggungjawab besar ini. Amin.
Muhammad Faizin, Muktamirin dari PCNU Pringsewu, Lampung