Kita sebagai warga negara harus patuh terhadap kebijakan pemerintah. Ikhtiar sangat penting dibanding berdebat dan saling menyalahkan, terlebih hanya adu argumentasi yang tidak berarti. Media sosial yang seharusnya dijadikan sebagai sarana edukasi bagi masyarakat dan dunia pesantren justru sebaliknya, media sosial dijadikan sarana pelatihan menjadi seorang pakar dalam bidang keilmuan melalui komentar yang tak bersumber secara profesional dan proporsional. Banyak yang menjadi praktisi kesehatan dadakan hanya karena sebuah sensasi dan ketenaran ini semua sangat menyesatkan. Akhirnya bukan hanya tidak menjadi edukasi malah menjadi kepanikan bagi sebagian orang, termasuk warga pesantren.
Sebagai pengelola dan orang pesantren, saya sangat merasa prihatin dengan kondisi masyarakat yang selalu menerima informasi yang tidak jelas. Terlebih di media sosial yang selalu mengaitkan dan menjadikan bencana sebagai komoditi perselisihan. Bencana sering dikaitkan oleh warganet dengan beradu dalil-dalil agama dan politik sehingga lupa terhadap inti permasalahan.
Apalagi sebagian kelompok memanfaatkannya untuk mencari panggung ataupun popularitas. Masyarakat pun banyak yang gagal paham terkait kebijakan pemerintah atau pun berbagai lembaga untuk menghadapi bencana khususnya corona ini.
Hal ini banyak disebabkan karena masyarakat kurang paham dan tidak membaca secara komprehensif kebijakan tersebut.
Fatwa MUI terkait pelaksanaan shalat Jumat, masih dipahami setengah-setengah. Dalam fatwa tersebut disebutkan bahwa diperbolehkannya meninggalkan shalat Jumat adalah bagi warga yang berada di suatu kawasan yang potensi penularannya tinggi berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang.
Jika penularannya rendah, maka ia tetap wajib shalat Jumat dan menjalankan kewajiban ibadah sebagaimana biasanya. Sekali lagi bukan gebyah uyah.
Insan pesantren harus mampu mengajak seluruh elemen masyarakat untuk kembali fokus ikhtiar menjaga diri dan orang lain dari paparan virus yang cukup membahayakan ini, bukan berdiam diri tanpa ikhtiar. Tentu juga dengan semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Para santri yang sudah pulang ke rumah masing-masing, harus tetap berada di rumah dengan memperlihatkan dan memeberi tauladan kepada penghuni rumah dalam hal istiqomah fil aqidah, musyawarah dalam ibadah dengan modal yang di dapat dari pesantren selama ini. Tidak belajar di pondok bukan berarti libur dan boleh bepergian kemana-mana. Orang tua selaku wali santri agar melakukan pendekatan secara persuasif kepada anaknya untuk mematuhi himbauan pemerintah sekaligus melakukan evaluasi kepada anaknya dalam bidang pendidikan dan akhlak.
Bagi santri yang tinggal dirumah dalam waktu yang cukup lama ini tentu merasa jenuh dengan keadaan lock down atau karantina rumah, maka kejenuhan tersebut bisa diisi dengan ta'lim bersma keluarga dan kegiatan yang positif.
Sedangkan bagi santri yang sampai sekarang berada dilingkungan pesantren, mereka harus selalu menjaga kesehatan, kebersihan dan kekebalan tubuh. Juga tidak menghilangkan tradisi santri untuk selalu mengaji, mengabdi dan berbakti. Santri juga tidak di perbolehkan untuk meninggalkan pondok selain pulang ke rumah serta tidak menerima tamu yang datang ke pondok.
Bosan mungkin menjadi kata yang tepat untuk santri yang saat ini masih tinggal di pesantren, tapi bukan berarti menjadi alasan untuk tidak melakukan kegiatan. Pesantren bisa mengadakan kegiatan yang disarankan serta menjadi keharusan para santri dalam menghadapi suasana seperti ini, antara lain:
1. Pelihara dan jaga kebersihan serta keamanan juga kenyamanan lingkungan pondok pesantren. Jaga dan pelihara dengan baik, memeriksa lampu penerangan di malam hari, pastikan tidak ada genangan air yang menjadi tempat nyamuk bertelur, memelihara kebersihan secara maksimal.
2. Masyarakat pesantren, terutama bagi santri yang tidak pulang, diajak untuk menanam pohon di lingkungan pesantren sebagai bentuk penghijauan, sehingga lingkungan pesantren tidak gersang dipandang. Untuk saat ini yang dianjurkan adalah menanam serai di lingkungan pesantren, atau bunga lavender yang tidak disukai nyamuk.
3. Memanfaatkan sarana media sosial untuk memberikan informasi dan edukasi kepada santri yang pulang. Juga melakukan pantauan aktivitas para santri yang berada di rumah, baik dalam hal ibadah maupun akhlak juga dalam kehidupan sehari hari.
4. Melalukan pemantauan kesehatan santri yang tidak pulang, para ustadz dan pembimbing melakukan pemantauan secara rutin crosscheck data anak yang sakit dan segera koordinasi dengan pihak kesehatan pondok.
5. Melakulan koordinasi dengan pihak kesehatan terdekat apabila ada gejala sakit pada santri maupun ustadz agar segera ditangani.
6. Melakukan kerjasama dengan pemerintah setempat, desa atau kegairahan, kecamatan untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat umum, dengan menggunakan sarana pengeras suara, atau kendaraan pondok yang ada.
7. Melakukan edukasi dan ajakan kepada para santri dan masyarakat di sekitar lingkungan pesantren untuk tetap tinggal di pondoka atau di rumah, selalu mencuci tangan dengan pakai sabun, menghindari keramaian, melakukan mandi 3 kali dalam sehari, selalu minum air hangat, dan menjemur diri antara pukul 08.00 s.d. pukul 10.00, melakukan olah raga ringan, juga menjaga pola makan yang baik dan benar secara medis dan agamis.
Jiwa yang tenang memberikan peluang kepada organ tubuh manusia dan membangun sistem kekebalan tubuh terhadap penyakit untuk bekerja dengan sebaik baiknya.
Dzikir dan tawakkal kepada-Nya juga akan terus mendatangkan ketenangan. Dalam menghadapi wabah ini kita harus ikhtiar lahir dan batin. Ikhtiar secara lahir patuhi apa yang sudah ditentukan oleh pihak yang berwenang, ikhtiar secara batin dengan memperbanyak dzikir, berdoa, dan tawakkal kepada-Nya,"
Namun demikian, pesantren sebagai salah satu yang terdampak corona virus tidak boleh mati, harus tetap hidup dan berdenyut. Pesantren harus selalu hadir dalam kondisi apapun termasuk memberikan kontribusi terhadap umat, melalui pemberian pencerahan informasi yang menenangkan dan contoh dalam berperilaku budaya hidup sehat. Meski santri dipulangkan sementara, namun pesantren tetap ada yang menjaga sedangkan bagi pesantren yang santrinya tidak dipulangkan harus terus melakukan kegiatan rutinitas kepesantren seperti berjamaah, pengajian, wirid bersama, tawasulan dan yang lainnya tentu dengan cara yang berbeda, yaitu menjaga jarak antara santri.
Kehidupan beribadah tetap berjalan di pesantren, meski jamaahnya berkurang langkah-langkah antisipasi juga tetap dilakukan agar para ustadz dan pembimbing yang masih tinggal di pesantren tetap sehat.
Karena itu, selaku pengelola pondok pesantren, saya mengajak mari kita tetap menjaga denyut pesantren disaat wabah virus semakin trend ini, jangan sampai kita berhenti untuk mengaji, mengabdi dan berbakti, dan seraya kita terus memohon dan berdoa kepada Allah SWT, agar virus ini segera dicabut, dan semua warga Indonesia terbebas. Dan semoga kita bisa menikmati Ramadhan tahun ini tanpa wabah virus corona. Allahumma aamiin.
Penulis adalah pengasuh Pondok Pesantren Darussyifa atau Perguruan Islam Yaspida Sukabumi, Jawa Barat, Katib Syuriyah PCNU Kabupaten Sukabumi