Oleh Ali Makhrus
Keutamaan waktu malam sebagai momentum pendekatan diri kepada Sang Kholiq sudah tidak diragukan lagi. Momentum tersebut menjadi ‘keramat’. Para Muslim sebagai hamba Allah mengisi malam–malam itu dengan qiyamul lail atau shalat malam. Selain sebagai sarana taqarrub, malam juga menjadi sarana memohon ampunan dan memohon kecukupan kebutuhan hidup dengan limpahan rahmat dari Sang Maha Rahman dan Rahim. Shalat lail telah dianggap memiliki keutamaan di bawah keutamaan shalat fardu. Sebagaimana penjelasan dari Abi Hurairah bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah qiyamul lail (shalat lail)” (HR. Muslim).
Spirit shalat lail menguatkan ketauhidan, hablum minallah dan hablum minannaas. Dengan kata lain, kasalehan kepada Allah selalu sejalan dengan kesalehan kepada makhluk atau manusia. Seruan tersebut jelas tersampaikan dalam firman Allah, “lambung mereka jauh dari tempat tidur dan mereka selalu berdoa kepada Robb mereka dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan sebagian dari rizki yang kami berikan kepada mereka” (QS. AS-Sajadah:16). Kerendahhatian dalam beribadah sebagai perwujudan khouf dan roja’, serta tindakan mengentaskan harta pribadi dari hak orang lain menjadi catatan penting bagi karakter pegiat shalat malam. Sebagaimana ayat lain mengisyaratkan, ”Di dunia mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan selalu memohon ampun di waktu sahur (menjelang fajar)” (QS. Adz-Dzriyat: 17-18).
Nabi Muhammad memberikan kesempatan siapapun memperoleh gelar ni’mar rajul (lelaki terbaik) sebagaimana diterangkan dalam riwayat Khafsah ra, Nabi SAW bersabda, “Sebaik – baik laki – laki adalah hamba Allah andaikata ia melaksanakan shalat malam” (HR. Bukhari). Asbabul wurud atau konteks hadits di atas, menurut riwayat Imam Bukhari dari Abdullah bin Umar ra, ia berkata, ”Dahulu pada masa Nabi hidup, apabila seorang bermimpi ia selalu menceritakannya kepada Rasulullah. Maka aku pun berharap melihat sesuatu di dalam mimpi lalu kuceritakan kepada Rasulullah. Saat itu aku masih remaja belia. Dan pada masa Rasulullah aku suka tidur di masjid. Lalu aku bermimpi seolah–olah aku dibawa oleh dua orang malaikat menuju neraka. Ternyata, neraka itu dalam seperti sumur dan memliki sepasang tanduk. Dan di dalamnya ada orang–orang yang ku kenal.
“Maka akupun berucap: “aku berlindung kepada Allah dari neraka”. Lalu kami bertemu dengan seorang malaikat lain yang kemudian bertanya, mengapa kamu tidak takut?”. Kemudian aku menceritakan mimpi itu kepada Hafsoh ra, lalu Hafsoh ra menceritakan kepada Rasulullah. Rasulullah pun bersabda.
Diceritakan bahwa, “Ali bin Abi Thalib ra menceritakan bahwa Rasulullah SAW pernah membangunkan dirinya dan Fatimah ra, putri Nabi SAW di malam hari. Lalu beliau bertanya : “Tidakkah kalian shalat?”, Lantas Aku (Ali) menjawab: Ya Rasulullah, jiwa kami ada di tangan Allah, jika Dia berkehendak membangunkan kami, Dia akan membangunkan kami”. Ali ra berkata, “Ketika aku mengatakan hal itu beliau langsung pergi dan tidak mengatakan sesuatu kepadaku. Kemudian aku mendengar beliau berpaling sambil memukul pahanya seraya membaca Firman Alla SWT : “Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah” (QS. Al-Kahfi: 54) (HR. Bukhari)
Menurut Ibnu Baththol, “Hadits ini menerangkan keutamaan shalat malam dan anjuran untuk membangunkan keluarga dan kerabat yang tidur” (Syeikh Dr Ahmad Farid/2008). Lebih lanjut Ath–Thobari mengatakan, “Andai Nabi SAW tidak mengetahui betapa besarnya keutamaan shalat malam, niscaya beliau tidak akan mengganggu puterinya dan anak pamannya pada waktu yang dijadikan oleh Allah sebagai saat istirahat. Akan tetapi beliau memilih mereka untuk mendapatkan keutamaan tersebut”.
Dari hal-hal diatas kita dapat mengetahui bahwa kita dianjurkan untuk meningkatkan hubungan kita dengan Allah dan manusia secara seimbang. Salah satu contoh yang diberikan oleh Rasulullah dan keluarganya adalah dengan melaksanakan shalat malam dan membangunkan keluarga yang lain untuk shalat malam pula. Ini dilakukan sebagai cara mengajak keluarga untuk mendekatkan diri kepada Allah secara lebih intens.
Penulis adalah kader Gerakan Pemuda Ansor Kab. Madiun