Opini

Relawan-relawan Pahlawan Kesuksesan Munas

Senin, 25 Februari 2019 | 18:30 WIB

Ahmad Rozali

Malam telah datang membawa gelap ke atas atap Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar, Citangkolo Kujangsari, Langensari, Kota Banjar, Jawa Barat. Namun puluhan relawan baik dari Banser, para santri maupun relawan lain yang tak menunjukkan identitasnya tampak masih sibuk dengan persiapan-persiapan teknis seperti menyediakan kursi, mengangkat barang-barang dan yang lain.

Mereka adalah para nahdliyin yang sedang bekerja sukarela untuk menyukseskan acara Musyawarah Nasional Alim Ulama (Munas) dan Konferensi Besar (Konbes) Nahdlatul Ulama 2019. Sebagian mereka ada yang menyiapkan panggung, ada pula yang memasang baliho, menyiapkan kursi, mem-print berkas dan melakukan pekerjaan lain sesuai dengan bidangnya masing-masing.

ADVERTISEMENT BY OPTAD

Selang beberapa lama, mereka yang tadinya bekerja di lokasi utama kegiatan ini berangsur menghilang menuju kamar masing-masing untuk menunaikan Shalat Maghrib. Beberapa waktu lepas Shalat Maghrib, ratusan panitia tadi berhamburan menuju kawasan dapur umum untuk makan malam bersama, persis seperti semut yang mengerumuni gula.

Di dapur umum yang terletak di seberang bagian belakang kawasan utama tempat para relawan bekerja tadi, tampak puluhan anggota Banser mengantri dalam barisan memanjang. Di meja prasmanan yang menyediakan nasi, aneka lauk dan sayuran, satu persatu mereka mengambil sendiri nasi dan lauk yang diinginkan lalu menuju deretan meja makan.


ADVERTISEMENT BY OPTAD

Di belakang meja prasmanan terdapat sejumlah santriwati relawan seksi konsumsi yang siap sedia membantu para Banser dan relawan lain. Sesekali mereka membuatkan minuman hangat berupa kopi dan teh. Sebagian mereka juga menuangkan kembali nasi atau lauk yang mulai menipis.

Kami, relawan media yang terdiri dari rombongan NU Online, 164 Channel, Majalah Risalah yang datang lebih dahulu segera bersiap meninggalkan lokasi agar tempat makan yang terbatas bisa dipakai secara bergantian.

Namun saat hendak beranjak ke luar lokasi dapur umum, mata saya justru terpikat pada sebuah gubuk yang mengebulkan asap putih ke udara. Dari kejauhan dapat saya lihat seorang pria dewasa dan wanita tua yang tengah sibuk dengan tiga buah dandang berukuran besar.

Pria yang usianya kutaksir sekitar 45 tahun ini adalah relawan yang membantu Hj Fatonah (65) yang bertugas di dapur. Hj Fatonah-lah yang mengemban tugas ‘mulia’ untuk memastikan bahwa semua peserta baik relawan dan panitia makan dengan cukup, sementara pria tadi adalah relawan yang membantunya. Sesekali Hj Fatonah yang lebih dikenal dengan ‘Mbok Dalem’ ini memberi arahan pada pria yang didepannya mengenai tungku-tungku di atas bara api yang masih memerah itu.

Kata dia, sejak pagi ia telah menanak sekitar dua kwintal nasi untuk ratusan relawan dan panitia yang kelaparan. “Masak nasi 10 sak. Satu sak (isinya) 25 kg. Ya 2,5 kwintal kira-kira,” katanya.

Sejak persiapan beberapa waktu lalu, ia mengaku menunaikan tugasnya di dapur atas bantuan beberapa orang relawan yang bergantian sejak pagi hingga malam hari. Para relawan ini membantu pekerjaannya mulai mengatur letak beras, mengambil kayu bakar, memasak air panas, menanak nasi, dan seterusnya. Para relawan yang membantunya terdiri dari warga lokal dan santri pondok. “Dari kemarin masak untuk panitia dan santri yang ‘roan-roan’ (kerja bakti),” kata dia.


Terkadang dia dan para relawan bekerja hingga larut untuk memastikan ketersediaan nasi di pagi hari. “Kerjanya siang sampai malam. Kalau malam sudah ada nasi untuk pagi hari baru kami bisa istirahat. Kadang-kadang jam 2 pagi ada orang minta nasi karena habis masang tenda, masang bendera atau masang apa,” katanya.

Ia mengaku juga mendapat bantuan dari aparat TNI setempat untuk menjaga ketersediaan nasi sepanjang hari. “Dibantu TNI. Kalau disini aja kami keteteran,” kata dia. Selain menyiapkan nasi, panitia juga telah menyiapkan snack dan kotak nasi sebanyak 1500 untuk hari pembukaan.

Spot selfie ‘tulisan NU’

Sesungguhnya, para rewalan Munas dan Konbes yang bekerja di di dalam pesantren hanyalah sebagian saja. Sebagian lainnya juga bekerja di luar kawasan tersebut, terutama di spot strategis misalnya di jalan raya sekitar 300 meter sebelah kanan dari pintu masuk pesantren.

Di sana tampak dua orang terlihat tengah sibuk mengecat tulisan huruf N dan U yang masing berukuran besar sekitar dua meter persegi. Irham Fanani (38) sang arsitek mengaku telah mengerjakan itu sejak beberapa hari lalu. Sambil mengusapkan kuas di tangannya ia mengatakan bahwa nantinya spot ini akan digunakan sebagai media untuk berswafoto peserta dan pengunjung Munas. Tujuannya agar semakin banyak orang yang berfoto dan mengunggah fotonya di sosial media sehingga kegiatan ini menjadi makin ramai diperbincangkan.


Budi mengaku mengerjakan tulisan NU ini bersama tiga orang temannya. Ia menjelaskan bahwa untuk membuatnya ia membutuhkan puluhan batang bambu baik yang berukuran kecil maupun yang besar. Bambu-bambu itu kemudian dibuat dengan sedemikian rupa hingga membentuk huruf NU. “Membuatnya mudah sebenarnya. Hanya saja bagian tersusahnya adalah mengikat bambu-bambu jadi tulisan,” kata dia.

Selain Irfan dan  Hj Fatonah, terdapat puluhan hingga ratusan relawan lain yang tengah sibuk menyiapkan pekerjaannya demi kesuksesan Munas NU ini. Maka tak berlebihan jika kesuksesan acara ini selain bergantung pada PBNU dan Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar juga tergantung pada kerja bersama dari berbagai kelompok masyarakat baik yang datang dari lokal Kota Banjar maupun yang datang dari tempat lain.

 

Penulis adalah Redaktur NU Online

 


Terkait