Pameran produk pertanian di SD Islam Roushon Fikr Jombang, Jawa Timur. Bidang pertanian yang dikembangkan santri dapat mewujudkan kemandirian pesantren. (Foto: Roshi Faroshi)
Oleh: Mohamad Bastomi, SE., MM.
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menjadi salah satu komponen penting yang mampu memperkuat perekonomian Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari peran strategis UMKM sebagai penyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, jenis usaha yang bervariasi, konstribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), serta kegiatan ekspor yang terus meningkat. UMKM diharapkan terus tumbuh dan dapat bersaing secara global karena terbukanya peluang menembus pasar internasional dari berbagai produk asli Indonesia yang banyak diminati. Hal ini dapat ditempuh dengan terus meningkatkan kualitas pengelolaan usaha yang dijalankan oleh pelaku UMKM. Dengan terwujudnya kerjasama dari berbagai pihak baik dari pemerintah maupun swasta akan meminimalisir kompleksitas permasalahan yang dihadapi saat ini.
Pondok pesantren sebagai lembaga sentral di tengah-tengah masyarakat memiliki peranan cukup strategis dalam pengelolaan sumber daya manusia dan sumber daya alam. Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam menjalankan operasional pondok pesantren sendiri membutuhkan dana yang tidak sedikit. Hal inilah yang mendorong beberapa pondok pesantren melakukan inovasi untuk berbenah menjadi pondok pesantren yang mandiri, dalam artian tidak mengandalkan dana sumbangan sebagai sumber utama keuangan lembaga. Jika pondok pesantren mampu memadukan kedua sumber daya yang dimiliki maka tidak mustahil muncul roda pergerakan ekonomi baik di kalangan pesantren dan masyarakat. Sehingga, bukan menjadi hal aneh lagi apabila ada pondok pesantren yang menjadi pelaku UMKM. Unit-unit bisnis yang terbentuk pada umumnya mampu menghasilkan berbagai produk yang notabene terbuat dari sumber daya alam lokal daerah itu sendiri. Dengan pengelolaan yang baik, unit bisnis tersebut akan terus berkembang sehingga roda perekonomian masyarakat setempat juga ikut bergerak.
Pondok pesantren yang mandiri dalam perekonomiannya menjadikan lembaga tersebut mampu tumbuh dan berkembang, baik secara fisik maupun non fisik. Jika kita melihat perkembangan dari segi fisik maka pondok pesantren yang sudah mandiri pada umumnya akan mempunyai dana yang dapat digunakan untuk pembangunan gedung-gedung baru, kelengkapan fasilitas yang diberikan, pembelian aset untuk pengembangan unit bisnis, bahkan membuka cabang pondok pesantren di daerah lainnya. Sedangkan dalam perkembangan segi non fisik dapat kita jumpai dengan peningkatan kualitas layanan, kelengkapan berbagai program penunjang yang diberikan kepada para santri melalui edukasi dan praktik. Dengan terwujudnya ekonomi pesantren yang mandiri, akan memperkokoh peran pondok pesantren dalam melaksanakan visi dan misinya secara efektif.
Santri merupakan aset sumberdaya manusia yang memiliki potensi untuk dikembangkan dengan tujuan keunggulan soft skill, baik dari segi pengetahuan agama dan umum. Hal ini dapat diwujudkan dengan membekali berbagai program pengembangan soft skill kepada santri, terkhusus pada bidang wirausaha, maka besar kemungkinan para santri selain akan menjadi pendakwah juga akan menjadi pelaku bisnis baru. Santri yang berkecimpung dalam dunia wirausaha sekarang ini populer dengan sebutan santripreneur. Dengan ditempa keilmuan keagamaan yang matang menjadikan santri sebagai SDM yang beretos kerja Islami dalam menekuni wirausaha/bisnis yang dijalankan. Hal ini tentunya akan sangat mendukung program yang dimiliki oleh pemerintah,terkhusus Kementerian Perindustrian. Santripeneur sekarang ini menjadi program pengembangan industri kecil dan menengah (IKM) yang dijalankan Kementerian Perindustrian di lingkungan pondok pesantren. Dengan semakin banyak pelaku bisnis baru maka akan semakin banyak pula tenaga kerja terserap sehingga akan mampu menurunkan tingkat pengangguran.
Dewasa ini peran alumni pesantren di kalangan masyarakat sangat diperlukan tidak hanya terbatas pada bidang keagamaan, akan tetapi juga sebagai pelopor dan penggerak dalam menghadapi permasalahan sosial dan ekonomi. Kompleksitas permasalahan yang ada dalam masyarakat menuntut santri dapat menguasai berbagai skill selama proses belajar di pesantren. Santri yang terbekali kemampuan dan pengalaman dalam dunia wirausaha tentunya sewaktu kembali ke daerah asalnya tidak akan kesulitan dalam mencari mata pencaharian (pekerjaan) karena bisa membuka usaha sendiri. Dan sebaliknya, ketidaksiapan alumni pesantren untuk terjun ke dunia kerja akan menyebabkan bertambahnya permasalahan sosial yang terjadi di daerah tersebut. Oleh karena itu, beberapa pesantren telah melakukan pembaharuan dan inovasi dalam pengembangan program pesantren, di mana seorang santri yang tugas utamanya belajar keilmuan agama juga diberikan beberapa program yang mendukung pengembangan soft skill di berbagai bidang.
Dalam upaya peningkatan santripreneur, pesantren dapat menjalin kerjasama dengan berbagai pihak, baik dari pemerintah maupun swasta. Dengan memberikan pembekalan kepada santri terkait wawasan dan teknik dalam menjalankan bisnis, pesantren juga memonito langsung proses praktik dengan membuka unit bisnis tersebut. Jika kerja sama dapat terwujud, maka akan ada banyak bidang yang bisa dijadikan program pengembangan kewirausahaan untuk santri, seperti halnya bidang pertanian, dengan bekerjasama dengan Dinas Pertanian dapat membentuk kerja sama dalam pelatihan sistem tanam hidroponik. Metode tanam hidroponik yang sederhana dan efisien tidak menjadi hambatan bagi pesantren yang tidak memiliki area yang luas. Pada bidang peternakan, dengan bekerjasama dengan Dinas Peternakan dapat membentuk kerjasama dalam pelatihan ternak lele dalam tong plastik yang akhir-akhir ini banyak dilakukan banyak orang karena tidak membutuhkan pembuatan kolam permanen dan hanya memerlukan area yang tidak luas untuk menaruh tong plastik tersebut. Dengan terlaksananya kedua program itu saja bisa mewujudkan ketahanan pangan pesantren tanpa harus membeli bahan-bahan untuk dikonsumsi setiap harinya. Selain itu, santri akan memiliki keterampilan dalam bertani dan beternak dengan metode modern.
Semakin banyak relasi yang dapat diajak kerjasama sehingga semakin banyak pula program pengembangan soft skill yang dapat diberikan kepada santri. Seperti halnya jika berhasil menjalin kerjasama dengan media massa seperti pengelola majalah, koran, surat berita, maka dapat mewujudkan pelatihan dalam jurnalistik. Selain itu, sesuatu yang sederhana tapi produknya dibutuhkan dan diminati banyak konsumen yaitu bidang olahan makanan. Ada berbagai jenis olahan makanan yang dapat dibuat dan dijual oleh santri, mulai dari yang menggunakan alat sederhana seperti kue, roti, tempe, tahu, dan banyak lainnya sampai dengan olahan makanan dan minuman yang membutuhkan alat khusus seperti pembuatan keripik. Tak luput juga pada dunia fashion, para santri yang mempunyai bakat mendesain dan menjahit dapat diberikan pelatihan untuk pembuatan pakaian.
Dunia bisnis telah mengalami perkembangan pesat dengan adanya sentuhan era teknologi industri 4.0. salah satunya adalah mulai tumbuhnya bisnis dari ekonomi kreatif. Dengan mengedepankan kreatifitas dan inovasi untuk menciptakan sebuah produk dengan sentuhan teknologi. Salah satu keunggulan dari era teknologi industri 4.0 adalah terjadinya transformasi sistem jual beli barang dan jasa. Jika sebelum adanya teknologi, seorang penjual harus menyewa bahkan membeli tempat untuk berjualan, akan tetapi saat ini seorang penjual bisa menjual dagangannya tanpa menyewa tempat, yaitu berjualan dengan sistem online. Hal ini menjadi keuntungan tersendiri untuk para santri dalam memasarkan produk-produk yang telah dibuat sehingga dapat menjangkau konsumen secara luas. Hal ini dapat kita lihat bahwa tumbuhnya bisnis dalam bidang ekonomi kreatif seperti bidang multimedia, yaitu layanan desain dan editing baik berupa gambar maupun video. Santri yang berbakat dalam IT dapat fokus dalam menyediakan layanan dalam pembuatan desain, seperti pembuatan desain sablon kaos, MUG, totebag, video undangan pernikahan, pamflet, cover, banner, dan masih banyak lagi lainnya.
Dengan mewujudkan program-program padat karya untuk para santri diharapkan akan menguatkan jiwa enterpreneur sejak dini. Berbagai keterampilan yang diberikan selama di pesantren akan memberikan peluang kepada santri untuk membuka bisnis sendiri ketika telah kembali ke daerah asalnya. Hal ini juga dapat menghapus stigma negatif masyarakat yang beranggapan bahwa santri tidak mempunyai masa depan yang pasti. Apalagi dengan adanya Tri Dharma perguruan tinggi terkait kewajiban seorang dosen dalam pengabdian masyarakat dapat menjadikan pondok pesantren sebagai basis utama sebagai partner. Terjalinnya kerja sama yang baik antar lembaga tidak hanya dapat menguatkan jiwa santripreneur, melainkan juga bisa memfasilitasi dalam pengembangan bakat dan minat santri dalam berwirausaha dengan terbentuknya unit-unit bisnis yang dikelola pesantren.
Tidak berhenti pada edukasi proses produksi, tapi juga pendampingan dalam pengelolaan bisnis, seperti pengelolaan keuangan, peningkatan kualitas produk, strategi pemasaran, bahkan sampai pada pengembangan produk. Pengelolaan unit bisnis secara profesional akan membuat bisnis mampu tumbuh dan berkembang. Unit-unit bisnis yang sudah berjalan lambat laun akan menghasilkan laba dari kegiatan bisnis tersebut. Sehingga pesantren secara mandiri dapat memenuhi berbagai kebutuhannya tanpa bergantung kepada pemerintah ataupun sumbangan dari masyarakat. Santri Berdikari, Pesantren Mandiri, dari santri untuk negeri.
Penulis adalah santri PP Anwarul Huda Malang dan Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNISMA.