Ahmad Rozali
Di saat Indonesia sedang dilanda musibah seperti saat-saat ini, kita harus lebih waspada pada berita hoaks mengenai bencana. Sebab salah satunya jenis hoaks yang sering ditemukan adalah konten hoaks bencana. Sayangnya konten jenis ini juga sering dipercaya masyarakat.
Konten hoaks tak melulu berupa berita yang tidak benar. Sebab berdasarkan temuan terbaru, hoaks juga berbentuk unggahan kembali konten lama untuk membuat keresahan pada masyarakat. Seperti contoh, hoaks mengenai anjuran dari Walikota Bogor, Bima Arya agar warga Bogor dan Jakarta waspada tingginya debit air di bendungan Katulampa yang beredar sekitar 22 januari 2019 lalu. Dalam rekaman tersebut Bima Arya meminta agar warga berhati-hati karena bendungan Katulampa bisa menyebabkan banjir.
Dalam penjelasan Bima Arya menegaskan bahwa video yang tersebar tersebut merupakan rekaman tahun 2018 lalu ketika ketinggian air di bendungan Katulampa mencapai 240 sentimeter dengan status siaga satu. Tetapi karena baru di-share kembali beberapa waktu lalu, rekaman lama tersebut seolah-olah terjadi pada Januari 2019.
Hoaks tentang bendungan Katumpala bukan saja terjadi kali ini saja. Akhir tahun lalu pada buan November 2018, hoaks serupa juga terjadi. Bedanya, kala itu hoaks kala itu beredar melalui aplikasi chatting mengatasnamakan informasi dari Pudek BMKG. Beruntung, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB bertindak sigap dan langsung membantah kabar tersebut, melalui akun twitternya. Merujuk pada data Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Sutopo mengatakan bahwa kabar tersebut adalah hoaks. Saking banyaknya konten hoaks mengenai bencana, Sutopo kerap kali disibukkan dengan klarifikasi berita semacam ini.
Jika merujuk pada data yang dikeluakan Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), hoaks mengenai bencana alam, merupakan salah satu dari 11 kategori hoaks yang kerap disebarkan melalui media sosial. Jenis hoaks lain yang kerap disebarkan adalah hoaks jenis politik, agama dan kesehatan. Berdasarkan data yang sama, jumlah hoaks yang menyebar di masyarakat setiap hari mencapai kurang lebih tiga buah. Dikabarkan angka hoaks terus bertambah setiap tahun sejak tahun 2014 silam.
Berita hoaks pada dasarnya memiliki ciri khas yang bisa diidentifikasi secara kasat mata. Akan tetapi tanpa berpikir kritis, berita hoaks kerap lolos dari identifikasi pengguna media sosial atau chattinng platform. Untuk memudahkan, terdapat beberapa ciri khas berita hoaks yang umum bisa ditemukan, antara lain; 1. Diawali kata-kata sugestif dan heboh, 2. Kerap mencatut nama tokoh-tokoh atau lembaga terkenal, 3. Terdengar tidak masuk akal, sehingga kerap disertai dengan hasil penelitian palsu, 4. Biasanya hanya beredar melalui pesan-pesan singkat atau situs-situs yang tidak jelas kepemilikannya, tidak muncul di media-media arus utama, 5. Biasanya menggunakan huruf kapital dan tanda seru.
Konten demikian dapat diantisipasi dengan dua cara sederhana; memeriksa kredibilitas website yang memuat konten tersebut dan Melakukan cross check pada platform terpercaya.
Dengan tingginya angka produksi dan penyebaran berita hoaks di media sosial, dan kemampuan berita bohong ini memanfaatkan situasi hingga memanipulasi sebuah fenomena, maka semestinya kita semakin waspada terhadap konten media sosial terutama mengenai bencana. Untuk melakukan pengencekan kebenaran berita bencana, kita bisa merujuk pada akun twitter BMKG atau akun twitter Sutopo Purwo Nugroho.
Redaktur NU Online