Anggota Komisi IX DPR: Lakukan Evaluasi Penanganan Covid-19, Tindak Rumah Sakit Nakal
Kamis, 3 Desember 2020 | 01:30 WIB
Jakarta, NU Online
Pandemi Covid-19 di Indonesia sudah memasuki bulan kesembilan, sejak awal Maret 2020 lalu. Selama itu pula pemerintah, baik di daerah maupun pusat, bekerja untuk mengatasi pandemi ini agar segera terkendali.
Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Anggia Ermarini meminta pemerintah untuk melakukan evaluasi total, menyeluruh, dan sistemik. Hal tersebut sangat mutlak harus dilakukan pemerintah dalam penanganan Covid-19 yang hingga kini belum ada perkembangan signifikan.
“Kita belum merasakan adanya perubahan mendasar dalam penurunan grafik pasien positif. Trennya justru semakin meningkat. Evaluasi total harus segera dilakukan supaya penanganannya tidak begini-begini saja,” ujar Anggi di Jakarta, Selasa (1/12) kemarin.
Dari berbagai aspek, katanya, penanganan Covid-19 sama sekali belum beranjak lebih baik. Bahkan secara statistik, Indonesia selalu mencapai rekor baru. Mulai dari pasien positif baru, pasien positif yang meninggal, hingga kasus tertinggi di Asia Tenggara.
Di aspek ekonomi, Indonesia jelas mengalami resesi. Dilihat dari sisi sosial, masyarakat belum mendapat petunjuk yang jelas tentang kepastian vaksin. Sedangkan pada sisi politik, protokol kesehatan sekadar menjadi komoditas politik yang tak berkesudahan.
“Tentu model penanganan seperti ini tidak bisa dibiarkan terus-terusan,” katanya.
Anggi menyebutkan bahwa ratusan triliun anggaran yang dialokasikan, belum mampu memberikan dampak signifikan untuk membendung persebaran Covid-19. Padahal, lanjutnya, tren grafik di negara-negara lain telah mengalami penurunan.
“Suka tidak suka harus ada evaluasi serius terkait hal ini. Harus ditelaah kembali sisi mana yang menjadi kelemahan kita dalam konteks penanganan. Jangan sampai kita tidak belajar dari kesalahan-kesalahan penanganan yang sangat mungkin terjadi,” tuturnya.
Malpraktik Penangan Covid-19 oleh Rumah Sakit
Menurut Anggi, banyak ditemukan kasus orang meninggal bukan lantaran Covid-19 tapi pemulasarannya dilakukan dengan protokol Covid-19. Hal itu disebutnya sebagai malpraktik yang dilakukan rumah sakit karena hanya ingin sekadar mengambil anggaran Covid-19 saja.
“Ini harus dirapikan betul. Rumah sakit nakal seperti itu harus diberi sanksi tegas agar tidak bermain-main dengan anggaran negara. Praktik nakal yang memanfaatkan momentum pandemi, tentu sangat tidak bertanggungjawab dari sisi medis dan akuntabilitas publiknya,” ungkap Ketua Umum Pimpinan Pusat Fatayat Nahdlatul Ulama ini.
“Seolah-olah lembaga pelayanan kesehatan sedang menari-nari di atas penderitaan masyarakat. Itu tidak boleh terjadi,” lanjut Anggota DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini.
Dengan demikian, ia meminta agar evaluasi penanganan Covid-19 benar-benar menitikberatkan pada aspek perapian database pasien antara data pemerintah pusat dengan daerah yang seringkali tidak sinkron.
“Kemudian evaluasi juga soal diagnosa ketat pasien meninggal terkategori Covid-19, serta evaluasi peruntukan alokasi anggaran Covid-19. (Tapi) evaluasinya jangan setengah-setengah. Harus total, komprehensif, holistik, meliputi semua aspek, dan melibatkan semua stakeholder,” tegasnya.
Terakhir, perempuan yang pernah aktif menjadi Sekretaris Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama (LKNU) ini menegaskan bahwa rantai komando birokrasi yang tidak jalan harus tegas dipangkas. Hal itu lebih baik daripada mengganggu kinerja secara keseluruhan.
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Fathoni Ahmad