Pesantren

Kiai Umar Bawa Kewibawaan Al-Qur'an

Jumat, 11 Januari 2013 | 22:18 WIB

Nama Pondok Pesantren Al-Muayyad Mangkuyudan Solo tak dapat dipisahkan dari nama salah satu dari tiga pendirinya, Kiai Haji Abdul Mannan. Di bawah kepemimpinannya, Al-Muayyad menjadi tujuan masyarakat sekitar, khususnya bagi yang hendak memperdalam ilmu tasawuf. 
<>
Setelah estafet kepemimpinan pesantren berganti kepada Kiai Ahmad Umar bin Kiai Abdul Mannan, Al-Muayyad juga mengembang kajian-kajian Islam yang lebih luas. Kiai Umar memimpin pesantren di usia yang sangat muda, yakni 21 tahun. Ia Kiai yang lahir pada 5 Agustus 1916, mengasuh pesantren peninggalan ayahnya setelah nyantrik di sejumlah pesantren: Krapyak Yogya, Termas Pacitan, dan Mojosari Nganjuk. 

Pada tahun 1939, pengajian Al-Quran dan kitab kuning makin teratur, sehingga kemudian dipandang perlu untuk mendirikan Madrasah Diniyyah. Namun, sekalipun beberapa madrasah dan sekolah kemudian juga didirikan, Al-Muayyad lebih dikenal sebagai Pondok Al-Quran.

"Wibawa" kiai Umar tidak lepas dari silsilah keilmuannya, di bidang Al-Quran,  yang bersambung kepada Kiai Haji Raden Moehammad Moenawwir, pendiri Pesantren Krapyak Yogyakarta. Oleh sebab itulah, "merk" Al-Qur'an juga melekat kuat pada Pesantren Mangkuyudan, sebutan lain Al-Muayyad. Kiai Umar menjadi rujukan utama bagi santri-santri yang ingin mengaji Al-Qur'an, baik bin nazdor ataupun bil ghoib. Kepada Kiai Umar, santri-santri di pelbagai penjuru untuk menyambungkan sanad dan ngalap berkah Kiai Moenawwir Krapyak.

Meski demikian, tidak semua santri mendapatkan ijazah atau sanad langsung dari Kiai Umar. Sebab, Kiai Umar terbilang sangat berhati-hati. Meski murid tahfizhul Qur'an-nya ribuan, namun tidak banyak santri diketahui telah mendapatkan ijazah sanad Al-Quran. Hal ini disebabkan persyaratan ketat yang ditetapkan sang kiai yang meliputi akhlak, ketekunan dalam beribadah serta kesungguhan dalam mengaji.

Sejalan dengan meluasnya agenda pendidikan, para kiai yang mendukung juga bertambah. Kiai Umar dibantu para kiai, antar lain KH Abdullah Thohari, Kiai Ahmad Muqri, Kiai Idris, Kiai Danuri, Kiai Sono Sunaro, KHRNg. M. Asfari Prodjopudjihardjo (Mbah Bei), KHM. Shodri, KH. Moh. Yasin, KHR. Moh Jundi, KHM. Suyuthi, KH Abdul Ghoni Ahmad Sadjadi, KH Mochtar Rosyidi, Kiai M. Rofi’i, dan KH Ahmad Musthofa yang kemudian mendirikan Pondok Pesantren Al Qur’any di sebelah utara Al-Muayyad.

Ciri khas kepemimpinan Kiai Umar, adalah kuatnya kaderisasi para kerabat, ustadz, dan santri dengan membagi tugas dan tanggung jawab kepesantrenan kepada mereka. Beliaulah yang memprakarsai pembentukan Lembaga Pendidikan Al-Muayyad (yang kemudian menjadi yayasan), penyelenggaraan Pelatihan Teknis Tenaga Kependidikan bagi sekolah dan madrasah Ahlussunnah wal Jama’ah dan Pekan Pembinaan Tugas Ahlussunnah wal jama’ah (PEPTA). 

Di masa beliau pula, Al-Muayyad menjadi anggota Rabithah al Ma’ahid al Islamiyyah (Ikatan Pondok Pesantren) dengan Nomor Anggota: 343/B Tanggal: 21 Dzul Qa’dah 1398 H/23 Oktober 1978 M di bawah pimpinan almarhum KH Achmad Syaikhu. RMI merupakan institusi kepesantrenan di bawah Nahdlatul Ulama.

Pada tahun 1980, dalam usia 63 tahun, Kiai Umar wafat. Tongkat kepemimpinan Al-Muayyad kemudian diserahkan kepada KH Abdul Rozaq Shofawi, keponakan Kiai Umar, yang merupakan putra dari salah satu pendiri Al-Muayyad KH Ahmad Shofawi. Kiai Rozak dibantu kedua adiknya, KH Abdul Mu’id Ahmad dan H. Muhammad Idris Shofawi. Sementara saudari beliau yang lain, Nyai H. Siti Maimunah Baidlowi, mendampingi suaminya mengasuh Pondok Pesantren Sirojuth Tholibin di Brabo, Tanggungharjo, Grobogan. 

Kelak di bawah kepemimpinan Kiai Rozaq, Al-Muayyad tetap melestarikan sistem kepesantrenan yang dirintis para pendahulunya sekaligus membuat pembaharuan dengan menyerasikan pola pendidikan dengan sistem pendidikan nasional.


Redaktur     : Hamzah Sahal
Kontributor : Ajie Najmuddin/Al-Muayyad


Terkait