Meski Sekolah Formal, Santri Wajib Ikuti Kajian Kitab Kuning
Rabu, 3 Juli 2013 | 11:04 WIB
Probolinggo, NU Online
Untuk menjawab tantangan global, Pesantren Nurul Islam yang terletak di Desa Laweyan Kecamatan Sumberasih Kabupaten Probolinggo terus berbenah. Selain berbenah fasilitas, pendidikan formal menjadi salah satu sisi yang terus dikembangkan. <>
Sejak tahun 2008 lalu, pesantren ini sudah melengkapi pendidikan formal hingga ke jenjang Madrasah Tsanawiyah (MTs). Awalnya sejak dulu pesantren tersebut hanya mempunyai satu pendidikan formal yakni Madrasah Ibtidaiyah (MI) Bustanul Ulum.
“Pendirian MI itu dilakukan pada tahun 1983. Setelah itu baru 2008 ada rencana pesantrean untuk mengembangkan pendidikan formal berupa MTs hingga kini terus pesat perkembangannya,” ungkap Sekretaris Yayasan Nurul Islam Misbahul Munir kepada NU Online, Rabu (3/7).
Selanjutnya, karena banyak masyarakat yang tidak melanjutkan ke SLTA, maka tahun ajaran 2013-2014, Pesantrean Nurul Islam bermaksud mendirikan MA. “Dan Alhamdulillah izin operasional sudah turun. Sehingga tahun depan kami sudah mulai MA,” jelasnya.
Lebih lanjut Munir bermaksud menggratiskan biaya sekolah di MA. Lantas dari mana membiayai para guru yang mengajar? Munir mengatakan akan menggunakan dana pribadinya. Kebetulan Munir tercatat sebagai salah satu PNS. “Insya Allah cukup menyisihkan sebagian gaji saya untuk para guru. Disamping dari hasil bercocok tanam,” terangnya.
Untuk kegiatan pesantren sehari-hari, santri diwajibkan mengikuti kajian kitab kuning. “Kegiatan dimulai usai sholat Subuh. Setelah ngaji kitab kuning pada pukul 6.30 dilanjutkan dengan sekolah formal. Yang sekolah MI masuk, demikian juga dengan RA dan MTs,” tegasnya.
Selain mondok, banyak warga sekitar yang sekolah di Pesantren Nurul Islam. Sekitar pukul 9.00, proses belajar mengajar istirahat. Seluruh santri dan siswa dilanjutkan dengan sholat Dhuha. Pukul 09.30 belajar mengajar dimulai hingga pukul 12.30. “Setelah Dhuhur para santri istirahat di kamar masing-masing,” tandasnya.
Pada pukul 13.30 santri kembali masuk sekolah diniyah. Sekolah diniyah wajib diikuti seluruh santri baik putra maupun putri. Sekolah diniyah sendiri menggunakan kurikulum yang ditetapkan sendiri oleh pesantren. “Diniyah berbeda dengan formal. Jadi jadwal ujian, materi ujian tergantung pesantrean. Termasuk kitab yang digunakan,” tambahnya.
Untuk pelajarannya, pesantren ini menggunakan beberapa referensi kitab kuning yang menjadi ciri khas pesantren. Untuk ilmu fiqih menggunakan Sullamul Taufiq dan Bulughul Marom. Sementara untul ilmu hadist menggunakan hadist 101. Untuk ilmu Nahu menggunakan Nadzom Jurmiyah dan Alfiyah. Untuk ilmu Tafsir Al Quran, menggunakan Tafsir Jalalain sebagi dasar pembelajaran. “Kesemuanya itu merupakan kitab yang wajib dipahami dan dipelajari dengan baik, bagi semua santri yang mondok disini,”pungkasnya.
Redaktur : Syaifullah Amin
Kontributor : Syamsul Akbar