Pustaka

Bermadzhab, Jalan Memahami Al-Qur’an dan As-Sunnah

Senin, 16 September 2013 | 06:51 WIB

“Kembali kepada Al-Qur’an” adalah prinsip yang indah nan ideal. Kembali kepada Al-Qur’an, secara sederhana dapat dimaknai sebagai kembali kepada “hukum Tuhan”. Dan umat manakah yang tidak ingin berpegang pada Kitab Sucinya, kepada hukum Tuhannya? <>

Sayangnya banyak Muslim yang tidak mengerti batas-batas prinsip ideal ini. Lebih tragis lagi, sebagian kalangan justru menyelewengkan slogan “Kembali kepada Al-Qur’an” untuk mengeroposkan legitimasi umat terhadap para ulama. Ada diantara mereka yang enggan mengikuti imam empat dan menganggap para imam itu sebagai kompetitor bagi syari’at Rasulullah SAW (hal.18). Dengan “kembali kepada Al-Qur’an” mereka mengajak orang-orang awam melepaskan diri dari madzhab, untuk dengan “nekat” menggali hukum-hukum sendiri. Dengan slogan menggiurkan itu, mereka mencaci orang yang taklid sebagai “orang yang tidak mengikuti salafu shalih”, sebagai “ahli bid’ah”, bahkan sebagai “orang yang tidak berada di jalan orang-orang beriman”. 

Buku ini berhasil membongkar kerancuan argumen para penganjur anti-madzhab yang dipelopori kalangan wahabi. Bahwa fenomena taklid yang mereka caci adalah sesuatu yang natural, yang sudah muncul sejak generasi pertama umat ini. Bahwa bermadzhab adalah diperbolehkan, bahkan merupakan sebuah keniscayaan. Dan bahwa “kembali kepada Al-Qur’an” yang mereka gemborkan tidak lain hanyalah propaganda yang dibaliknya tersembunyi maksud dan tujuan tertentu.

Dalam buku ini, Dr Said Ramadhan Al-Buthi memaparkan ringkasan isi “buku propaganda al-Kurras” berjudul “Hal al-Muslim Mulzam bit-Tiba’i Madzhab Mu’ayyan (Apakah Seorang Muslim Wajib Mengikuti Madzhab Tertentu)” karangan Muhammad Sulthan al-Ma’shumi al-Khajnadi dan 7 argumen penyanggahnya. Pertama mengenai pernyataan dalam buku kurras yang menyatakan bahwa hukum Islam sedikit jumlahnya. Al-Buthi menyanggah hal tersebut dengan fenomena banyaknya kitab hadist semisal Shahih Bukhari tidak akan membeberkan ribuan hadist yang membahas berbagai hukum terkait kehidupan seorang Muslim. Dan Rasulullah pun tidak akan duduk berjam-jam hingga kelelahan untuk mengajari utusan Tsaqif tentang hukum-hukum Islam dan kewajiban-kewajiban yang dibebankan Allah kepada mereka setiap hari.

Kedua tentang Al-Qur’an yang ma’shum sementara Imam Madzhab tidak ma’shum. Ketiga, Al-kurras mengatakan bahwa di dalam kubur, seseorang tidak akan ditanya tentang madzhabnya. Keempat, sanggahan terhadap statemen dari ad-Dahlawi dalam kitab al-Inshaf. Kelima, Nukilan dari ‘Izzudin, Ibn al-Qayyim, dan Kamaluddin ibn al-Hamam. Keenam, kemunculan madzhab empat disebabkan intrik politik. Ketujuh, penjelasan mengenai cara bertaqlid orang-orang dahulu. Ketujuh argumen sanggahan tersebut disampaikan oleh al-Buthi dengan bahasa yang komunikatif.

Dalam bab selanjutnya, Ramadhan Al-Buthi memberikan pemahaman yang komprehenship tentang maksud dari taklid. Ia menghawatirkan jikalau semua orang terjerumus ke dalam paham anti madzhab. “Jika kita berpaling dari khazanah fikih yang ada kepada segolongan orang yang sombong dan berpendapat bahwa ijtihad berlaku untuk semua orang, bangunan fikih yang tadinya sudah berdiri akan dihancurkan oleh angin ribut; menjadi puing-puing yang berserakan di sana-sini. Itulah imbas dari kepongahan-kepongahan (mereka yang membawa) metode syari’at yang aneh” katanya.

Sebagai pelengkap, Al-Buthi juga mencantumkan ringkasan debatnya dengan tokoh penganjur anti-madzhab dalam halaman akhir. Lebih lengkapnya, Al-Buthi juga memberikan tanggapan terhadap buku yang mengkritisi buku beliau ini, yaitu buku karangan Sayyid Muhammad ‘Id ‘Abbasi dengan judul al-Madzhabiyyah al-Muta’ashshibah Hiya al-Bid’ah (bermadzhab secara fanatik adalah bid’ah).

Penulis sendiri (Ramadhan Al-Buthi) telah menulis 40 lebih karya tulis. Ia dikenal sebagai salah seorang pemikir Islam yang mempertahankan manhaj Ahlusunnah wal Jama’ah (madzhab empat dan akidah asy-ariyyah). Karena kegigihannya membela Ahlussunnah wal jama’ah, beliau mendapat tantangan keras dari aliran-aliran Islam lainnya, termasuk juga yang paling keras adalah dari kaum Salafi. Dua karya pertamanya, as-Salafiyyah dan al-Lamadzhabiyyah, melambungkan namanya sebagai salah satu ulama garda depan pembela Ahlussunnah (hal. 219-220). 

Walhasil, buku ini sangat cocok untuk memahami perdebatan seputar taklid dan paham anti madzhab sebagai wacana dasar orang beragama Islam. Dan juga cocok untuk menjadi pijakan argumen bagi mereka yang memegang paham bermadzhab. 

Judul buku: Menampar Propaganda “Kembali Kepada Al-Qur’an”; Keruntuhan Argumentasi Paham Anti Madzhab Dan Anti Taqlid
Pengarang: Dr M Sa’id Ramadhan al-Buthi
Penerbit: Pustaka Pesantren
Cetakan: I, 2013
Tebal: 220 hal.
ISBN: 979-98452-1-1
Peresensi: M Ihtirozun Ni’am, Mahasiswa Program Beasiswa Santri Berprestasi Kementrian Agama RI di IAIN Walisongo Semarang, Anggota Farabi Institut


Terkait