Judul : Bid'ah Membawa Berkah Amalan Ahlus Sunnah wal Jama'ah yang Dianggap Sesat, Tetapi Membawa Manfaat bagi Umat
Penulis: Mohammad Nor Ichwan
Penerbit: Syiar Media Publishing
Cetakan: III, 2012
Tebal : xii + 156 hlm.; 13 x 20 cm.
ISBN : 978-979-1596-52-7
Peresensi: Junaidi*
<>Sebagian dari golongan orang Islam sangat fanatik dengan istilah bid’ah yang dianggap sesat. Mereka tidak mau melakukan hal-hal yang berbau bid’ah. Padahal mereka belum tahu secara pasti mana bid’ah yang dianggap sesat. Jika kita memang bersikeras menghindari bid’ah, tentu pada masa global saat ini kita juga akan digerus oleh bid’ah itu sendiri. Karena segala perbuatan kemodernan masa kekinian mayoritas penuh dengan kebid’ahan. Yaitu segala perbuatan yang tidak sama dengan perbuatan yang dilakukan oleh nabi Muhammad Saw.
Sebagaimana kita tahu di dalam buku ini dijelaskan bahwa bid’ah itu adalah segala perbuatan yang tidak pernah dilakukan oleh nabi Muhammad Saw semasa masih hidup, maka amalan tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan bid’ah (Hal.12-13).
Memandang bid’ah jangan hanya sebelah mata. Jika memang kita fanatik dengan bid’ah, berarti tidak boleh tidak kita juga tidak boleh makan nasi, makan menjadi sesat. Karena pada masa nabi Muhammad Saw. beliau tidak makan nasi. Tetapi mereka memiliki tradisi dan makan yang khas yang berbeda dengan pola dan cara makan kita. Pada masa nabi Muhammad makanan pokoknya adalah roti atau kurma.
Jika kita menganggap segala yang tidak dilakukan oleh nabi Muhammad Saw. adalah bid’ah dan hukumnya sesat, tentu kita semua masyarakat Indonesia sudah berada dalam kesesatan yang nyata sejak dahulu kala hingga sakarang ini. Karena yang kita makan merupakan perbuatan (makanan) bid’ah , yaitu nasi.
Buku ini secara gamblang memberikan ilustrasi dan penejelasan bahwa bid’ah itu belum tentu sesat. Akan tetapi sebagian bid’ah ada yang sesat. Jika kita berpegang teguh dengan istilah bid’ah yang dianggap sesat, maka kita tidak akan menemukan kemajuan dalam menghadap peradaban dunia yang semakin penuh dengan ilmu pengetahuan. Sudah jelas nyata dan terang bahwa mayoritas perbuatan masyarakat muslim di dunia dan Indonesia khususnya sudah mamanfaatkan bid’ah sebagai hal yang positif dalam mengikuti arus kemajuan.
Beranikah kita tidak mengendarai mobil, sepeda motor, becak, atau kita tidak memakai sarana transportasi kekinian? Tentu kita tidak akan sanggup untuk menghindar dari perkara bid’ah ini. Lihat saja, sejak zaman nabi Muhammad Saw. tidak pernah ada mobil, sepeda motor, dan berbagai kendaraan bermesin. Namun masa sekarang mayoritas umat Islam sudah memakai kendaraan yang serba mesin. Padahal pada masa nabi Muhammad Saw. beliau hanya mengendarai unta atau keledai. Mari jika kita memang mau berpegang teguh pada sunnah nabi dan meninggalkan bid’ah yang baik kita mengendari unta atau keledai dalam bepergian.
Maka dari itulah kita harus sadar diri bahwa bid’ah itu ada yang memberikan manfaat dan berkah bagi kehidupan umat manusia. Kita berpijak satu kaidah saja yaitu jika suatu perbuatan memberikan manfaat bagi kehidupan umat manusia, maka untuk melakukannya itu merupakan perintah Allah dan Rasulnya.
Refleksi Maulidan
Hal yang sangat ironis sekali di kalangan umat Islam yaitu tentang pembid’ahan acara refleksi kelahiran nabi Muhammad Saw. Sebagian dari mereka juga ada yang tidak sepakat dengan peringatan maulid nabi. Alasannya karena beliau tidak pernah memperingati hari lahirnya seperti saat ini.
Padahal beliau pernah memperingati hari lahirnya. Dalam suatu hadits dijelaskan bahwa beliau juga memperingati hari lahirnya yaitu dengan berpuasa pada hari Senin sebagai rasa syukur atas kelahirannya. Sedangkan di kalangan umat Islam diperingati acara kelahiran (maulid) nabi Muhammad Saw. dalam rangka untuk menghormati beliau, menambah semangat keimanan, dan kecintaan kita terhadap nabi Muhammad Saw. sebagai utusan Allah Swt. (Hal. 90-91).
Tujuan diadakannya acara maulid nabi Muhammad Saw. ini tidak lain untuk menghormati beliau. Oleh karena itu, umat Islam sesudahnya sering mengadakan acara maulid nabi Muhammad Saw. ini dan bahkan hal ini sudah mentradisi di kalangan ummat Islam.
Di dalam al-Quran sudah dijelaskan bahwa Allah dan para malaikat membaca sholawat atas nabi Muhammad Saw. maka kita selayaknya juga sangat pantas dan layak membacakan sholawat atas nabi Muhammad dengan penuh kegembiraan pada hari kelahirannya. Yaitu pada bulan Rabi’ul Awwal tahun Hijriah.
Pada hakikatnya, bid’ah yang dilarang itu ialah penambahan bentuk peribadatan (yang pokok) di dalam agama. Hal ini sama sekali tidak terdapat dalam peringatan keagamaan yang diadakan seperti peringatan maulid nabi Muhammad Saw. dan peringatan keagamaan lainnya (Hal. 98).
Buku ini secara rinci dan tegas mengatakan bahwa tidak segala perbuatan ummat Islam di dunia ini bid’ah yang sesat dan dilarang oleh Syari’at Islam. Misalkan dalam ulasan buku ini dirinci tentang bid’ah dalam pembacaan do’a iftitah dan i’tidal di dalam sholat. Selain itu pula diurai dengan jelas tentang nilai positif kebid’ahan dari acara tahlilan, pembukuan al-Quran dan terkait dengan adzan pada sholat jum’at.
* Peresensi adalah Pegiat Organisasi Keislaman IAIN Sunan Ampel Surabaya