Genduk Duku merupakan novel kedua dari Trilogi Rara Mendut (Rara Mendut, Genduk Duku, Lusi Lindri) yang ditulis oleh Yusuf Bilyarta (Y.B) Mangunwijaya atau yang dikenal dengan nama Rama Mangun.
Novel ini mengambil setting pada masa Kesultanan Mataram Islam, tepatnya di akhir pemerintahan Sultan Agung Hanyokrokusumo dan Sunan Amangkurat I. Genduk Duku sendiri merupakan dayang dari Rara Mendut sejak di Kadipaten Pati hingga diboyong ke Mataram Islam.
Setelah terbunuhnya Rara Mendut dengan kekasihnya Pranacitra oleh keris Tumenggung Wiraguna, Genduk Duku melarikan diri dengan tujuan Pekalongan dan Teluk Cikal memberi kabar tentang kematian Rara Mendut dan Pranacitra. Berdasarkan peraturan yang berlaku di Mataram saat itu, Genduk Duku dianggap pantas untuk turut serta memikul akibat dari kesalahan Rara Mendut. Ia pun dikejar-kejar oleh prajurit Tumenggung Wiraguna.
Dalam pelariannya tersebut atas bantuan istri Tumenggung Wiraguna, bernama Putri Arumardi, ia mendapatkan perlindungan dari Bendara Ayu Pahitmadu yang merupakan kakak dari Tumenggung Wiraguna. Setelah sepekan berada di puri Bendara Ayu Pahitmadu, ia pun melanjutkan perjalanan, berkat bantuan dari Bendara Ayu Pahitmadu perjalanan bisa berjalan dengan lancar.
Sesampainya di Pekalongan, Genduk Duku memberitahu kabar duka tersebut kepada Nyai Singabarong yang merupakan ibu dari Pranacitra. Nyai Singabarong sendiri sebenarnya ingin mengangkat Genduk Duku sebagai anak angkat, namun Genduk Duku menolaknya. Atas bantuan dari Nyai Singabarong, ia bisa sampai ke Teluk Cikal dengan dititipkan kepada nelayan dari Teluk Cikal yang kebetulan singgah di Pekalongan, bernama Slamet, yang dalam novel dijelaskan wajahnya mirip Pranacitra.
Di Teluk Cikal keluarga Rara Mendut yang tersisa hanya Nenek Siwa, sementara Kakek Siwa meninggal, karena sakit begitu mengetahui Rara Mendut dibawa ke Mataram Islam. Ternyata Slamet itu merupakan anak angkat Nenek Siwa. Jadi, sepeninggal Kakek Siwa, Nenek Siwa mengangkat Slamet menjadi anaknya. Oleh Nenek Siwa, Slamet ini dijodohkan dengan Genduk Duku.
Sepeninggal Nenek Siwa, Genduk Duku dan Slamet memutuskan untuk berkelana. Ketika sampai di Jepara, mereka berdua dibawa secara paksa oleh prajurit mataram Islam untuk menjadi kuli dalam rombongan tawanan VOC menuju ibukota Mataram Islam. Di Tepi Kali Opak, Genduk Duku jatuh sakit kemudian oleh manggala rombongan mereka berdua diizinkan untuk meninggalkan rombongan.
Genduk Duku yang sakit parah kemudian diselamatkan oleh tawanan Mataram Islam bernama Yos Versteegh dan anaknya bernama Karel. Jadi, Sultan Agung menawan beberapa orang Belanda, beberapa dari mereka ditawan tetapi tidak boleh keluar dari ibukota, bahkan ada yang diperbantukan menjadi pengawal putra Mahkota bernama Raden Mas Jibus.
Raden Mas Jibus
Putra mahkota Sultan Agung yaitu Raden Mas Sayidin yang kelak naik tahta bergelar Sunan Amangkurat I, ternyata ketika remaja dijuluki dengan nama Raden Mas Jibus sebab ia suka main perempuan. Sultan Agung sebenarnya tahu kelakuan anaknya, namun ia membiarkan saja.
"Ya mung siji kuwi, bagus besus, ning kompal-kampul kaya gabus. Pantes parabane sang Jibus." yang artinya "Ya cuma satu itu, tampan suka berpakaian rapi, tapi terapung-apung mirip gabus. Pantas julukannya sang Jibus." (Hal, 49).
Dari gubuk Yos Versteegh, Genduk Duku dan Slamet kemudian berkunjung ke puri Bendara Puri Pahitmadu. Di situlah Raden Mas Jibus secara tidak sengaja bertemu dengan Raden Mas Jibus, sang putra mahkota pun tertarik dengan Genduk Duku. Kemudian oleh Genduk Duku, Raden Mas Jibus ini dikerjai dibawa ke kuburan ditakuti Sundel Bolong hingga pingsan.
Setelah kejadian itu mereka berlayar ke Nyamikan, di daerah tersebut Genduk Duku mengalami konflik dengan Warok. Berkat kecerdikannya, Genduk Duku berhasil mengalahkan Warok yang hendak berbuat jahat kepada dirinya. Dari Nyamikan kemudian Genduk Duku dan Slamet kembali ke Mataram Islam. Singkat cerita Genduk Duku dan Slamet punya anak diberi nama Lusi Lindri yang kelak dititipkan di Puri Singaranu.
Putri Tejarukmi
Tumenggung Wiraguna punya calon istri bernama Putri Tejarukmi yang merupakan putri dari juru kunci di Imogiri. Raden Mas Jibus yang sekarang sudah bergelar Pangeran Aria Mataram, ingin memiliki Putri Tejarukmi. Penculikan pertama gagal, sang putri berhasil diselamatkan oleh Genduk Duku dan Slamet, hal ini membuat Tumenggung Wiraguna mengampuni kesalahan Genduk di masa lalu karena membantu Rara Mendut. Tetapi di penculikan kedua, Raden Mas Jibus berhasil menculik Putri Tejarukmi, dan dibawa ke purinya.
Penculikan ini membuat geger kalangan pembesar Mataram Islam, tetapi para pembesar ini sepakat jangan sampai Sultan Agung tahu kejadian tersebut. Akan tetapi, adik Raden Mas Jibus yang bernama Raden Mas Alit melaporkannya. Sultan Agung pun murka kepada Raden Mas Alit, ia didakwa menjelek-jelekan Pangeran Aria Mataram, agar dirinya bisa menggantikan menjadi putra mahkota. Begitu juga dengan para panglima Mataram Islam kena marah Sultan Agung.
Sultan Agung kemudian menghukum Pangeran Aria Mataram untuk mondok, Putri Tejarukmi lalu dikembalikan ke Tumenggung Wiraguna. Namun, bukan berarti persoalan selesai, Tumenggung Wiraguna menusukkan kerisnya ke Putri Tejarukmi. Lalu Putri Arumardi dan Slamet berusaha untuk melindunginya. Pada akhirnya Slamet dan Putri Tejarukmi tertusuk keris, sementara Putri Arumardi selamat.
Awal Mula Keruntuhan Mataram Islam
Sultan Agung kenapa membiarkan para tawanan Belanda ini dekat dengan Raden Mas Jibus adalah agar ia bisa belajar dari mereka guna bisa menaklukan Batavia Namun, yang terjadi sebaliknya, Raden Mas Jibus malah terpengaruh pengaruh negatif. Kita tahu dua kali Sultan Agung gagal menyerang VOC di Batavia.
Kejadian penculikan tersebut itulah yang kemudian kelak ketika Raden Mas Jibus naik tahta menjadi raja Mataram Islam bergelar Sunan Amangkurat I, ia memiliki dendam kepada Tumenggung Wiraguna. Oleh Sunan Amangkurat I, Tumenggung Wiraguna yang sudah tua renta diperintahkan untuk menaklukan Blambangan. Pada penaklukan tersebut itulah kemudian Tumenggung Wiraguna diracun oleh suruhan Amangkurat I.
Di masa pemerintahan Sunan Amangkurat I itu kemudian terjadi banyak pemberontakan, hal itu dijelaskan dalam novel berikutnya berjudul Lusi Lindri. Salah satu pemberontakan itu dilakukan oleh Raden Mas Alit yang merupakan adik dari Sunan Amangkurat I. Pemberontakan ini menelan ribuan korban jiwa, di mana para ulama juga ikut dibunuh oleh Sunan Amangkurat I.
Judul: Genduk Duku
Penulis: Y.B. Mangunwijaya
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: Cetakan VII, September 2023
Tebal: 271 halaman
ISBN: 9786020633190
Malik Ibnu Zaman, kelahiran Tegal 14 Desember 2001. Malik menulis sejumlah esai, cerpen, puisi, dan resensi yang tersebar di berbagai media online