Pustaka

Judul : Ironisme Politik Magelang: Dokumentasi Proses Pemilihan Bupati/Wakil Bupati Magelang Periode 2004-2009

Sabtu, 17 Juni 2006 | 10:44 WIB

Oleh : Muhammad Syihabuddin
Menjelang pelantikan Bupati/Wakil Bupati Magelang (Jawa Tengah) yang rencananya akan dilaksanakan sebelum pemilu 2004, Jaringan Muda Nahdlatul Ulama (J@rMuNU) menerbitkan buku Ironisme Politik Magelang: Dokumentasi Proses Pemilihan Bupati/Wakil Bupati Magelang Periode 2004-2009.

Buku ini merupakan kumpulan berita seputar pilkada (pemilihan kepada daerah) Kabupaten Magelang yang pernah dimuat di berbagai media massa, diterbitkan sebagai upaya mengontrol kekuasaan melalui pendidikan politik rakyat dengan cara memberikan “informasi apa adanya”. Selain itu juga diselipi analisis-analisis tajam sebagai dengan upaya mendorong rakyat Kabupaten Magelang kritis dalam menyikapi pemilihan Bupati/Wakil Bupati secara langsung kelak.

Presidium J@rMuNU Khol<>ilul Rohman Ahmad dalam kata pengantar buku ini menyatakan, maksud diterbitkan buku ini selain untuk pendidikan politik, juga hendak menjelaskan kepada masyarakat Magelang khususnya, dan seluruh lapisan masyarakat di Indonesia, bahwa proses pilkada di Magelang diwarnai oleh pengebirian aspirasi rakyat. Tindakan yang dilakukan oleh wakil-wakil rakyat di DPRD Kabupaten Magelang selama penjaringan hingga pemilihan itu dijalani melalui mekanisme yang sarat dengan kebohongan dan manipulasi-manipulasi sistemik secara politik oleh kekuatan-kekuatan parpol di DPRD.

Namun demikian, menurut Kholilul, ketika bupati dan wakil bupati (Singgih Sanyoto dan Hartono) sudah terpilih, maka langkah yang paling strategis untuk penguatan sistem pemerintahan adalah melakukan kontrol secara maksimal. Kontrol itu bisa dilakukan secara damai maupun sporadis, misalnya dengan menggunakan isu-isu kedaerahan, dengan catatan tidak menggunakan kekerasan.

Sebab kenyataan pemilihan itu sebenarnya juga sah menurut undang-undang pemilihan kepada daerah yang diterbitkan pemerintah pusat. Maka, apa boleh buat, jika memang para pemimpin yang telah terpilih itu mau melakukan sesuatu untuk rakyat, pilihannya adalah bagaimana melakukan sesuatu untuk mengembalikan harkat dan martabat rakyat melalui permohonan maaf (hlm. 6).

Sebagaimana diceritakan dalam buku bersampul “lugu” ini, semula masyarakat menginginkan pemilihan bupati/wakil bupati secara langsung. Keinginan itu muncul pada pertengahan tahun 2003. Namun dengan kekuatan politiknya, seluruh partai menginginkan pemilihan dilakukan oleh DRPD yang berjumlah 45 orang. Alhasil, proses itu secara politik kerakyatan sangat cacat. Oleh karena cacat, maka hasilnya disebut oleh editor sebagai “kecelakaan politik” yang harus dibayar oleh rakyat dengan penderitaan selama lima tahun ke depan (2004-2009).

Buku setebal 153 halaman ini sungguh menarik. Selain berisi kupasan analisis terhadap pilkada yang tidak melibatkan rakyat dan berita-berita yang bernuansa informatif selama proses pilkada (sejak Juli 2003-Januari 2004), juga ditampilkan foto-foto artistik-ilustratif (hlm. 50-64) yang sangat menunjang isi buku. Bagi masyarakat Kabupaten Magelang sangat disayangkan jika melewatkan buku ini begitu saja. Buku ini berisi dokumentasi politik proses pilkada yang tidak melibatkan rakyat. Buku ini juga memuat informasi-informasi yang selama proses itu dianggap tidak layak dipublikasikan oleh media massa.

Sebab, bagaimanapun juga, buku bergambar “Petani Mencabut Bibit Padi” ini sangat bermakna bagi generasi berikutnya agar tidak terulang pilkada tanpa melibatkan rakyat. Apalagi buku yang cetak dan lay-out-nya terkesan serampangan ini juga bisa dimanfaatkan untuk mengukur seberapa jauh bupati/wakil bupati yang telah terpilih itu benar-benar mempunyai komitmen menyejahterakan rakyat.

Peresensi : Muhammad Syihabuddin
Aktifitas  : Staf Pengajar Pesantren Al Huda Payaman Magelang

 


 


Terkait